Tradisi Masyarakat Banjar Zaman Dulu
Dulu, Masyarakat Banjar Percaya Panting yang Ada Azimat di dalamnya Akan Melahirkan Suara Indah
Menurut kepercayaan masyarakat pembuat panting, alat musik ini akan mempunyai daya tarik yang hebat apabila ia diberi azimat.
Penulis: Syaiful Anwar | Editor: Eka Dinayanti
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Panting merupakan peralatan musik yang berwujud seperti gambus Arab tetapi lebih kecil dan memiliki senar.
Panting dimainkan dengan cara dipetik.
Menurut kepercayaan masyarakat pembuat panting, alat musik ini akan mempunyai daya tarik yang hebat apabila ia diberi azimat.
Karena itu, pada masa lalu, pembuat panting selalu 'memasukkan sesuatu' ke dalam perut panting sebelum alat musik Kalimantan Selatan ini diselesaikan.
Azimat-azimat tersebut antara lain tambang lirang, yaitu semacam guna-guna.
Baca juga: Pilihan Nikah Siri, Kepala Kemenag Balangan Sebut Bisa Merugikan Pihak Perempuan
Menurut kepercayaan para pembuat panting, Tambang Lirang dapat membuat penggemar dan penonton jadi tergila-gila terhadap musik panting.
Sehingga, mereka selalu ingin menontong pertunjukan musik panting.
Tambang Lirang menumbuhkan kerinduan penonton terhadap bunyi yang didengarnya sangat merdu.
Azimat lainnya adalah Bunga Kenanga.
Dalam hal ini, bunga kenanga dimaksudkan agar penonton menyukai dan rindu manakala tidak mendengar panting dipetik orang.
Selain itu, ada pula Sumbaga yang bertujuan agar penonton terpesona mendengar bunyi panting.
Di kalangan Pemantingan dikenal pula adanya datu-datu pemelihara panting.
Menurut kepercayaan, datu itu biasa memberikan bunyi yang sangat merdu.
Baca juga: Masuk ke Objek Wisata Candi Agung HSU, Pengunjung Dihibur Musik Panting
Beberapa datu yang paling di-kenal adalah Datu Lampai, Datu Bangkala, Datu Kalambahai, Datu Kundarai, Datu Ujung, dan Datu Lampai Sari yang merupakan satu-satunya datu perempuan.
Dimasa dulu, jika panting akan dimainkan di tengah banyak orang, terlebih dahulu di panggil datu-datu tersebut dengan cara membakar kemenyan dan meletakkan panting di atas asap kemenyan tersebut.
Salah satu pembuat mpanting asal Desa Panggung, Kecamatan Haruyan, Hulu Sungai Tengah, Muhammad Alpian mengatakan memang di zaman dulu ada meletakkan azimat-azimat di dalam panting.
"Kalau sekarang ini tidak lagi pakai zimat dan lebih mengandalkan skill memainkan musik panting," ungkapnya.
(banjarmasin post.co.id/syaiful anwar)