Krisis Garuda Indonesia

Kini Terancam Pailit, Simak Sejarah Garuda Indonesia yang Berawal dari Pesawat Militer

Saat ini Garuda Indonesia sedang menghadapi sidang gugatan PKPU yang bisa berujung status pailit. Simak sejarah Garuda Indonesia

KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Pramugari menunjukkan kabin pesawat terbaru Garuda Indonesia A330-900 NEO saat peluncuran di hanggar 2 GMF Aero Asia, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (27/11/2019). Kini Terancam Pailit, Simak Sejarah Garuda Indonesia yang Berawal dari Pesawat Militer 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Krisis Garuda Indonesia masih berlanjut. Perusahaan maskapai Indonesia, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk belakangan jadi sorotan dan terancam pailit.

Satu-satunya perusahaan maskapai milik negara itu terancam pailit lantaran kondisi keuangan yang tak sehat. Ternyata, maskapai nasional ini memiliki sejarah yang panjang, bahkan pernah hampir bangkrut.

Saat ini Garuda Indonesia sedang menghadapi sidang gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang bisa berujung status pailit.

Seperti apa sejarah Garuda Indonesia? Berikut ini ulasannya seperti dilansir dari Kompas.com.

Baca juga: RINCIAN Harga Tes PCR Garuda Indonesia, Citilink, Lion Air hingga Sriwijaya Air dan Nam Air

Baca juga: Garuda Indonesia Terus Rugi, Yenny Wahid Putuskan Mundur dari Kursi Komisaris

Sekadar diketahui, sebelumnya Garuda Indonesia terancam pailit karena gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh PT My Indo Airlines. Namun Majelis Hakim menyatakan menolak pengajuan PKPU My Indo Airlines pada sidang putusan Kamis (21/10) lalu.

Permohonan PKPU My Indo Airlines diajukan ke PN Jakarta Pusat sejak 9 Juli 2021 dengan nomor perkara 289/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst. Gugatan dilayangkan karena Garuda Indonesia menunggak pembayaran sejumlah kewajiban kepada My Indo Airlines.

Terbaru, Garuda Indonesia kembali terancam pailit akibat permohonan PKPU oleh PT Mitra Buana Koorporindo. Permohanan PKPU oleh Mitra Buana Koorporindo ke Garuda Indonesia, dilayangkan melalui kuasa hukumnya Atik Mujiati ke Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 22 Oktober 2021. Kasus ini terdaftar dengan nomor perkara 425/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Jkt.Pst.

Dilansir dari laman resmi Garuda Indonesia, penerbangan sipil Indonesia tercipta pertama kali atas inisiatif Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dengan menyewakan pesawat yang dinamai Indonesian Airways kepada pemerintah Burma pada 26 Januari 1949.

Peran Indonesian Airways pun berakhir setelah disepakatinya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949.

Pesawat DC-3 bernomor registrasi RI-001 berada di Kemayoran, Jakarta, tanggal 17 Agustus 1950. Ini merupakan pesawat pertama Indonesian Airways, cikal bakal dari perusahaan penerbangan Garuda Indonesia. Pada tanggal 17-9-1950, AURI dilangsungkan penerbangan pertjobaan untuk para undangan dengan pesawat RI. 001, di Kemajoran.
Pesawat DC-3 bernomor registrasi RI-001 berada di Kemayoran, Jakarta, tanggal 17 Agustus 1950. Ini merupakan pesawat pertama Indonesian Airways, cikal bakal dari perusahaan penerbangan Garuda Indonesia. Pada tanggal 17-9-1950, AURI dilangsungkan penerbangan pertjobaan untuk para undangan dengan pesawat RI. 001, di Kemajoran. (Dok Kompas)

Setibanya di Indonesia, semua pesawat dan fungsinya dikembalikan kepada AURI ke dalam formasi Dinas Angkutan Udara Militer.

Setelah menandatangani perjanjian KMB, Belanda dinyatakan wajib menyerahkan seluruh kekayaan pemerintah Hindia Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS), termasuk maskapai KLM II B (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij Inter-Insulair Bedrijf)

Adapun KLM-IIB merupakan anak usaha Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM) milik Belanda.

Baca juga: Imigrasi, Bandara dan Maskapai Garuda Siap Untuk Tangani Umrah Langsung dari  Syamsudin Noor

Baca juga: Kartu Prakerja Gelombang 22 Resmi Dibuka, Simak Cara Daftar dan 4 Kriteria Peserta

Pada 21 Desember 1949, dilaksanakan perundingan lanjutan dari apa yang dihasilkan di KMB.
Pembicaraan antara pemerintah Indonesia dengan maskapai KLM itu mengenai rencana berdirinya sebuah maskapai nasional.

Presiden Soekarno memilih dan memutuskan "Garuda Indonesian Airways" (GIA) sebagai nama maskapai ini.

Dalam mempersiapkan kemampuan staf udara Indonesia, maka KLM bersedia menempatkan sementara stafnya untuk tetap bertugas sekaligus melatih para staf udara Indonesia.

Karena itulah pada masa peralihan ini Direktur Utama pertama GIA merupakan orang Belanda, Dr. E. Konijneburg. Armada pertama GIA pertama pun merupakan peninggalan KLM-IIB.

Sehari setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia (RI) oleh Belanda, yaitu pada 28 Desember 1949, dua pesawat Dakota (DC-3) berangkat dari bandar udara Kemayoran, Jakarta menuju Yogyakarta untuk menjemput Soekarno dibawa kembali ke Jakarta yang sekaligus menandai perpindahan kembali Ibu Kota RI ke Jakarta.

Sejak saat itulah GIA terus berkembang hingga dikenal sekarang sebagai Garuda Indonesia.

Setahun kemudian, pada 1950, Garuda Indonesia menjadi perusahaan negara.

Pada periode tersebut, Garuda Indonesia mengoperasikan armada dengan jumlah pesawat sebanyak 38 buah yang terdiri dari 22 DC-3, 8 Catalina kapal terbang, and 8 Convair 240.

Armada Garuda Indonesia terus bertambah dan akhirnya berhasil melaksanakan penerbangan pertama kali ke Mekah membawa jemaah haji dari Indonesia pada 1956.

Pada 1965, penerbangan pertama kali ke negara-negara di Eropa dilakukan dengan Amsterdam sebagai tujuan terakhir.

Garuda Indonesia pernah hampir bangkrut sebelum diselamatkan Tanri Abeng. Nuansa vintage dalam penerbangan Garuda Indonesia yang bertajuk Garuda Indonesia Classic Brand pada Desember 2018.
Garuda Indonesia pernah hampir bangkrut sebelum diselamatkan Tanri Abeng. Nuansa vintage dalam penerbangan Garuda Indonesia yang bertajuk Garuda Indonesia Classic Brand pada Desember 2018. (DOK. Garuda Indonesia)

Sumbangan Emas Rakyat Aceh

Sementara itu seperti diberitakan Harian Kompas, 23 Oktober 2009, yang dilansir Kompas.com, sejarah Garuda Indonesia bermula dari usaha Soekarno agar republik yang masih berusia seumur jagung ini bisa memiliki armada pesawat udara.

Pada 16 Juni 1948, Presiden Soekarno berpidato di Kutaraja (sekarang Banda Aceh), meminta rakyat menyumbang untuk republik yang masih rentan karena kekosongan kas negara.

Dengan bantuan dan pengaruh dari Tengku Muhammad Daud Beureueh, dalam waktu tidak begitu lama terkumpul emas sebanyak 20 kilogram.

Semangat rakyat Aceh menyumbang dana ke republik tersebut tak lepas dari euforia berakhirnya penjajahan Belanda. Sumbangan banyak berasal dari para saudagar kaya Aceh. Rakyat kecil pun banyak berkontribusi menyumbang emas yang disimpannya secara sukarela.

Aceh sendiri merupakan salah satu daerah pertama bekas Hindia Belanda yang langsung menyatakan mendukung dan bergabung dengan Indonesia. Daud Beureueh juga berharap, dengan bergabung dengan republik, Aceh nantinya bisa menjadi provinsi dengan otonomi khusus.

Dengan uang sumbangan dari rakyat Aceh, pemerintah Soekarno lewat Wieweko, seorang perwira AURI, membeli dari Singapura sebuah pesawat C-47 Dakota yang kemudian dioperasikan Angkatan Udara sebagai alat transportasi bagi pejabat negara.

Sebagai tanda terima kasih kepada rakyat Aceh, pesawat itu diberi nama Seulawah (Gunung Emas), sebuah nama gunung di Aceh.

Tugas pertamanya membawa Hatta dalam kunjungan kerja ke Sumatera (Yogyakarta- Jambi-Payakumbuh-Kutaraja-Payakumbuh-Yogya).

Awal Desember 1948, pesawat harus mendapat servis dan penambahan kapasitas tangki bahan bakar sehingga diterbangkan ke Calcutta. Perawatan ini diperkirakan akan memakan waktu tiga pekan.

Namun, tanggal 19 Desember 1948, ibu kota Republik Indonesia, Yogyakarta, diserang dan dikuasai tentara Belanda yang melakukan agresi militer kedua.Pesawat itu tidak mungkin kembali ke Tanah Air.

Hubungan antara awak pesawat dan pemerintah pusat di Yogyakarta terputus. Untuk membiayai hidup para personel dan perawatan pesawat, dibentuklah perusahaan penerbangan Indonesia Airways yang diawaki personel AURI.

Dengan seizin Duta Besar Indonesia untuk India Dr Sudarsono, pesawat itu dengan awaknya disewakan kepada Pemerintah Myanmar. Tanggal 26 Januari 1949 pesawat itu berangkat dari Calcutta ke Rangon, Myanmar.

Hasil penyewaan pesawat itu digunakan untuk membeli sebuah pesawat dan menyewa satu pesawat lainnya dari Hongkong. Selama 19 bulan Indonesian Airways bertugas di luar negeri sebelum akhirnya dilikuidasi pada Agustus 1950.

Pesawat tersebut dan awaknya kemudian ditugaskan dalam Dinas Angkutan Udara Militer yang menghubungkan antarpangkalan udara di Indonesia.

Soekarno dan Hatta
Soekarno dan Hatta (net)

Patungan Indonesia-Belanda

Selain itu, yang banyak luput dari pemahaman sejarah, yakni andil pemerintah Belanda. Dalam hal ini kaitannya dengan kesepakatan pasca pengakuan kedaulatan pada 27 Desember 1949.

Garuda Indonesian Airways, cikal bakal Garuda Indonesia, berasal dari perusahaan patungan Indonesia-Belanda yang dibentuk bersamaan dengan pengakuan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).

Perusahaan baru yang dibentuk usai kesepakatan KMB ini meneruskan operasional yang sudah dijalankan pesawat Dakota dari sumbangan rakyat Aceh sebelumnya.

Dengan ditandatanganinya perjanjian KMB, maka Belanda wajib menyerahkan seluruh kekayaan pemerintah Hindia Belanda kepada pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), termasuk maskapai KLM-IIB (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij- Inter-Insulair Bedrijf).

KLM-IIB merupakan anak perusahaan KLM setelah mengambil alih maskapai swasta K.N.I.L.M (Koninklijke Nederlandshindische Luchtvaart Maatschappij) yang sudah eksis sejak 1928 di area Hindia Belanda.

Sehari setelah peresmian pembentukan usaha patungan Indonesia-Belanda, 28 Desember 1949, pesawat Garuda Indonesian Airways digunakan untuk terbang perdana mengangkut Presiden Soekarno dan keluarga dari Maguwo, Yogyakarta, ke Bandar Udara Kemayoran, Jakarta.

Pesawat itu menggunakan logo Garuda dan pada ekornya dicat bendera Merah Putih. Soekarno bersama Guntur, Megawati, dan istrinya yang sedang hamil, Fatmawati, menjadi penumpang penerbangan perdana Garuda.

Setahun kemudian, di tahun 1950, Garuda Indonesia menjadi perusahaan negara. Pada periode tersebut, Garuda Indonesia mengoperasikan armada dengan jumlah pesawat sebanyak 38 buah yang terdiri dari 22 DC-3, 8 Catalina kapal terbang, and 8 Convair 240.

Baca juga: Gelar Vaksinasi Pelajar di SMPN 2 Banjarbaru, PT Arutmin Berharap Terbentuk Herd Imunity

Baca juga: Narkoba Kalsel : Pengendara Matik di Tabalong Dibekuk Polisi, Saat Digeledah Terbukti Bawa Sabu

Armada Garuda Indonesia terus bertambah dan akhirnya berhasil melaksanakan penerbangan pertama kali ke Mekah membawa jemaah haji dari Indonesia pada tahun 1956.

Tahun 1965, penerbangan pertama kali ke negara-negara di Eropa dilakukan dengan Amsterdam sebagai tujuan terakhir.

Meskipun sudah terbang sebelumnya, akta pendirian perusahaan ini dibuat tanggal 31 Maret 1950 dan tanggal 24 Maret 1954 perusahaan ini dinasionalisasikan, sehingga tak ada lagi kepemilikan Belanda di Garuda Indonesia hingga saat ini. (Kompas.com/kontan.co.id)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved