Ekonomi dan Bisnis

Polemik Minyak Goreng, Begini Pandangan Ombudsman RI Perwakilan Kalsel 

Ombudsman RI Perwakilan Kalsel menyoroti polemik seputar minyak goreng di Indonesia termasuk di Kalsel

Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Hari Widodo
banjarmasinpost.co.id/achmad maudhody
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalsel, Hadi Rahman 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Beberapa pekan belakangan, berbagai persoalan terkait minyak goreng terjadi di berbagai daerah termasuk di Kalimantan Selatan (Kalsel). 

Fenomena kelangkaan saat diberlakukan HET, dugaan penimbunan, panic buying hingga berlimpahnya stok minyak pasca HET dicabut jadi polemik yang terjadi seputar minyak goreng. 

Hal ini juga menjadi sorotan Ombudsman RI Perwakilan Kalsel yang dalam dua bulan terakhir melakukan pemantauan terhadap ketersediaan dan keterjangkauan minyak goreng bagi masyarakat khususnya di Kalsel. 

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalsel, Hadi Rahman mengatakan, persoalan menjadi semakin pelik saat diberlakukan HET. 

Baca juga: Tak Tahu Harga Minyak Goreng Terbaru, Pedagang di Marabahan Jual Harga Lama

Baca juga: Menko Perekonomian Meminta Mafia Minyak Goreng Ditangkap, Airlangga : Segera

Dimana pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 03 Tahun 2022, yang menetapkan kebijakan satu harga untuk migor kemasan. 

Kemudian Permendag Nomor 06 Tahun 2022 yang menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) masing-masing untuk migor curah, migor kemasan sederhana dan migor kemasan premium.

"Faktanya migor tidak tersedia, menjadi semakin langka terutama di toko-toko ritel modern, sementara di pasar-pasar tradisional harganya di atas harga yang ditetapkan pemerintah," kata Hadi. 

Artinya kata Hadi, kebijakan pemerintah tersebut tidak efektif. Regulasi maupun aksi-aksi operasi pasar tidak sepenuhnya bisa mengatasi kelangkaan minyak goreng. 

Pemerintah dinilai tidak mampu memastikan ketersediaan migor di pasaran dan menjaga stablitas harga sesuai HET yang diatur. 

Hal ini terutama karena tingginya disparitas harga antara harga HET dengan harga riil di pasaran. 

Ia menilai hal tersebut sulit diintervensi pemerintah, ditambah terbatasnya sumber daya yang dimiliki, sehingga kebijakan HET tidak berjalan baik. 

"Disparitas harga juga memungkinkan terjadinya aktivitas penimbunan dan pengalihan minyak goreng ke pasar tradisional," ujar Hadi. 

Oleh karena itu, Ombudsman kata dia sudah mengusulkan revisi kebijakan kepada pemerintah dengan melepaskan harga kembali ke mekanisme pasar, khususnya HET untuk migor sederhana dan premium. 

Sementara HET migor curah yang banyak dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah dan miskin tetap ada untuk melindungi mereka dari melonjaknya harga migor kemasan. 

Fokusnya adalah distribusi minyak curah dengan harga HET di pasar tradisional dengan pengawasan ketat. 

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved