Berita Banjarmasin
Gugat Pemindahan Ibu Kota Kalsel ke Banjarbaru, BLF Siapkan Kajian Formil dan Materiil
Forkot akan mengajukkan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan disahkannya Undang-undang Provinsi Kalsel
Penulis: Frans Rumbon | Editor: Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Perwakilan masyarakat Banjarmasin yang tergabung dalam Forum Kota (Forkot) akan mengajukkan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan disahkannya Undang-undang Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Bahkan Forkot Banjarmasin sudah memberikan kuasa kepada Borneo Law Firm (BLF) untuk mengajukkan gugatannya tersebut.
Direktur BLF, Dr Muhammad Pazri menerangkan memang secara lisan dirinya sudah mendapatkan kuasa dari Forkot Banjarmasin untuk mengajukkan gugatan di MK.
"Dan saat ini secara administrasi kita sedang mengumpulkan data-data, termasuk legal standing. Setelah dilengkapi baru dibuat secara tertulis permohonan judicial review nya," kata Pazri.
Baca juga: Gerakan Penolakan Pemindahan Ibu Kota Kalsel Bermunculan, Forkot Banjarmasin: Ini Sinyal untuk MK
Baca juga: Wali Kota Banjarmasin Restui Forkot Mengajukan Judicial Review Terkait Pemindahan Ibu Kota Kalsel
Baca juga: Pemko Banjarmasin Mulai Susun Strategi Ajukan Judicial Review Terkait Pemindahan Ibu Kota Kalsel
Terlepas dari saat ini sedang dalam proses melengkapi persyaratan, Pazri menerangkan bahwa gugatan baru bisa diajukkan dengan waktu maskimal 45 hari setelah keluar dari lembaran negara.
"Tapi kami pantau sampai saat ini di web nya untuk penomoran lembar negara dari sekretariat negara itu belum keluar. Kalau sudah keluar baru bisa kita ajukkan," katanya.
Meskipun demikian, Pazri menegaskan bahwa materi untuk mengajukkan judicial review terus dilakukan oleh pihaknya.
Apabila undang-undang ini terbit di lembaran negara pihaknya pun sejauh ini menyiapkan dua kajian, yakni secara formil maupun materiil.
Dari sisi formil yakni terkait prosedur hingga prosesnya, sedangkan sisi materiil terkait dengan substansi khususnya pasal yang menyebutkan ibukota Kalsel berpindah dari Banjarmasin ke Banjarbaru.
"Kajian kita dari dua sisi. Ketika itu sudah terbit, kita mau menguji formil prosedurnya berkaitan dengan prosesnya itu 45 hari sejak lembaran negara. Tapi kalau uji materil khusus pasal pemindahan ibu kota saja kapan pun bisa kita uji," jelasnya.
Dijelaskan oleh Pazri juga bahwa legal standing untuk mengajukkan gugatan judicial review ini akan lebih kuat apabila juga dilakukan oleh elemen lainnya termasuk pemerintah daerah dalam hal ini Pemko Banjarmasin maupun DPRD Banjarmasin.
"Kalau Pemko Banjarmasin dan DPRD Banjarmasin menggugat maka akan semakin kuat karena akan lebih mudah membocorkan kerugian konstitusionalnya. Apalagi berpindahnya ibu kota tidak ada partisipasi publik, dan ini yang akan kita munculkan di uji formilnya," katanya.
Masih terkait belum terbitnya penomoran lembar negara atas undang-undang yang disahkan ini, Pazri pun mengaku masih bingung karena yang ada saat ini ada sekitar tiga Rancangan Undang-undang (RUU) yang dikantongi.
"Kami ada tiga contoh RUU nya, ada yang delapan sampai sembilan pasal, ada lagi yang 49 pasal dan satunya lagi 52 pasal. Yang mana yang disahkan kita juga masih bingung dan kita pun masih kesulitan mengakses di web nya," katanya.
Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Provinsi Kalsel ke Banjarbaru, Wakil Rektor ULM Fauzi Makkie Beri Pandangan
Dalam penelusuran terkait undang-undang ini, Pazri pun mengaku ada temuan-temuan terbaru khususnya terkait dengan jejak rekam pembuatan undang-undang Prov Kalsel.
"Di web itu ada tahapannya, nah punya kota ini hanya sampai dengan penetapan usul. Pembahasan pembicaraan tingkat 1 dan 2 itu tidak muncul di jejak rekamnya. Dokumennya tidak ditemukan. Lalu tiba-tiba disahkan bersama UU provinsi lainnya. Selain itu di naskah akademik tidak ada kajian khusus," pungkasnya.(Banjarmasinpost.co.id/Frans Rumbon)
