Kabupaten Tapin

Peran Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dalam Upaya Menurunkan Angka Prevalensi Stunting

Penggunaan konstrasepsi jangka panjang menurut Ketua TP PKK Tapin Hj Ratna Ellyani Arifin Arpan turunkan Angka Prevalensi Stunting.

Editor: Alpri Widianjono
ISTIMEWA
Ketua TP PKK Kabupaten Tapin, Hj Ratna Ellyani Arifin Arpan, SIP. 

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018 menemukan 30,8 persen anak di Indonesia mengalami stunting, walaupun Prevalensi Stunting menurun dari angka 37,2 persen pada tahun 2013.

Prevalensi stunting balita pada 2021 sebesar 24,4 persen. Dengan rata-rata penurunan prevalensi per tahun 0,8 persen (2016-2021).

Prevalensi stunting balita tahun 2021 yang masih tinggi, menjadikan pencapaian target stunting 2024 memerlukan upaya yang lebih keras dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Penurunan stunting pada balita menjadi agenda prioritas pemerintah dalam RPJMN 2020-2024 dan pemerintah menargetkan prevalensi stunting balita pada tahun 2024 sebesar 14 persen.

Meningkatnya angka stunting saat ini tidak bisa dilepaskan dari kondisi pandemi Covid-19 dimana semakin banyak keluarga yang jatuh miskin dan keluarga yang sudah miskin semakin bertambah miskin.

Pada tahun 2021 sekitar 2 juta anak menderita stunting, yang di akibatkan karena kurangnya pemenuhan gizi bagi anak-anak dikarenakan orangtua kesulitan mencari kerja dan makanan di masa pandemi.

Mereka kesulitan untuk memenuhi keperluan pangan keluarga atau tidak mengikuti anjuran makanan bergizi untuk keluarga karena adanya keterbatasan terkait akses,ketersediaan dan keterjangkauan bahan makanan sehat.

Menurut laporan kinerja Kementerian Kesehatan tahun 2020, disparitas status kesehatan anak masih banyak dijumpai di Indonesia.

Saat ini, pemerintah melalui Perpres Nomor 72 Tahun 2021 terus berupaya agar ke depannya masalah stunting di Indonesia akan dapat dicegah dan ditanggulangi.

Survei daring menunjukkan bahwa kebutuhan pangan semakin tidak aman, 36 persen dari responden menyatakan bahwa mereka “sering kali” mengurangi porsi makan karena masalah keuangan.

Risiko kematian pada anak stunting hampir 12 kali lipat lebih tinggi daripada risiko kematian pada anak dengan gizi baik.

Anak-anak yang pulih dari gizi buruk mungkin akan terus mengalami masalah perkembangan dan pertumbuhan selama hidupnya.

Keterbatasan ekonomi membuat masyarakat tidak sanggup memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang.

Kerja keras untuk memperoleh penghasilan yang layak pun berujung pada pola asuh yang salah yang bisa berkontribusi pada stunting.

Dengan munculnya berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk yang sangat pesat yang terjadi di negara Indonesia, sejak tahun 1960 Pemerintah Indonesia mengambil suatu kebijakan.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved