Berita Balangan

Setahun Lumpuh Tak Bisa Berjalan Akibat Rematik, Bocah Balangan Kalsel Ini Terpaksa Putus Sekolah

Penyakit rematik akut yang dialaminya, membucat Syar'i seorang bocah 12 tahun di Balangan ini lumpuh. Ia pun terpaksa putus sekolah

Penulis: Reni Kurnia Wati | Editor: Hari Widodo
Banjarmasinpost.co.id/Reni Kurniawati
Mahni bersama keempat anaknya. Syar'i (Tidak pakai baju) tidur sepanjang hari karena tak bisa lagi berjalan. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, PARINGIN - Satu tahun terakhir Akhmad Syar'i bocah berusia 12 tahun tak bisa lagi bermain bersama teman seusianya. Sepanjang hari hanya dihabiskan dengan terbaring sambil menonton televisi. 

Bocah warga Desa Sumber Agung Kecamatan Halong ini tak bisa lagi berjalan karena divonis menderita rematik akud. Gejala penyakitnya ini mulai dirasakannya sejak usia 7 tahun.

Saat dibawa ke Puskesmas dirinya mendapat obat penghilang nyeri dan diminta untuk dirujuk ke RSUD Balangan

Namun karena keterbatasan kemampuan keluarga dalam mengantar dan rutin membawa ke rumah sakit akhirnya dirinya hanya meminta obat penghilang nyeri yang rutin diminum saat gejala rematiknya muncul. 

Baca juga: Tubuh Lumpuh Gegara Stroke, dr Zaidul Akbar Berikan Tips dari Madu untuk Membantu Pemulihan

Baca juga: Wisata Kalsel, Kolam Air Panas Desa Murung HST Dipercaya Menyembuhkan Penyakit Kulit hingga Rematik

Setahun terakhir kondisinya semakin parah hingga terpaksa harus putus sekolah dan tidak melanjutkan pendidikan pada saat memasuki kelas 4 Sekolah Dasar.

Mahni sang ibu mengatakan dirinya sebenarnya tak tega melihat kondisi anak pertamanya ini, namun tak ada pilihan lain. Karena untuk membawa ke rumah sakit, juga perlu biaya meskipun untuk pengobatan sudah digratiskan. 

Pada saat penyakit Syar'i kambuh, dirinya sering menangis dan berteriak kesakitan.

Ingin diurut namun saat persendiannya baru disentuh sudah kesakitan. 

"Kami kompres dengan kain yang dicelupkan ke air hangat untuk mengurangi rasa sakitnya," ujarnya. 

Saat menceritkan kondisi sang buah hati Mahni tampak berkaca kaca menyembunyikan kesedihan. Namun dirinya tak punya pilihan, tetap bersemangat bekerja karena tetap harus menghidupi keempat anaknya. 

Mahni bersama suami bekerja sebagai petani karet yang bekerja dengan orang lain, mengambil upah hasil karet yang dibagi dua.

Dalam tiga hari biasanya mendapat bagian Rp 100 ribu, pendapatan ini untuk biaya hidup empat anaknya serta ibu mertua.

Dirumah sederhana yang dibangun tak jauh dari kebun karet ini tinggal tujuh orang.

Untuk bisa mendapat pengobatan lanjutan sebenarnya pihak keluarga selalu siap mengantar namun biaya menunggu yang belum ada. 

Komunitas Sahabat Balangan Center (SBC) yang prihatin dengan kondisi keluarga ini melakukan penggalangan dana untuk membantu keluarga Mahni.

Baca juga: Viral di Instagram, Kisah Pemuda di Yogyakarta Rawat Ayah yang Stroke Sejak 2016, Pilih tak Merantau

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved