Berita Banjarbaru

Harga Cabai Rawit di Pasar Bauntung Banjarbaru Capai Rp 150 Ribu per Kilogram, Sembako Makin Mahal

Setengah bulan terakhir harga cabai di Kalsel makin meroket. Seperti di Pasar Bauntung, harganya di atas Rp 100 ribu per kilogram.

Penulis: Nurholis Huda | Editor: Edi Nugroho
banjarmasinpost.co.id/stan
Ilustrasi: Para petani saat melaksanakan panen cabe rawit hiyung di Desa Hiyung 

BANJARMASINPOST.CO.ID,BANJARBARU - Setengah bulan terakhir harga cabai di Kalimantan Selatan makin meroket.

Sainawati, yang akrab dipanggil Mama Mayang, pedagang sayur di Pasar Bauntung, mengatakan seminggu terakhir harganya naik hingga di atas Rp 100 ribu per kilogram.

“Cabai miyawa pipilan semula per kilogramnya Rp 60 ribu, naik jadi Rp 80 ribu, sekarang Rp 135 ribu,” papar Sainawati, Sabtu (25/11).

Japlak per kilogramnya kini Rp 110 ribu. Padahal sebelumnya Rp 60 ribu.

Baca juga: Kampung Bermain ke-31 di Banjarmasin Diresmikan dan Diharapkan Dapat Memunculkan Atlet Andal

Baca juga: Jembatan Putus di Pendalaman akan Segera Diatasi Dinas PUPR Kabupaten Barito Kuala

Paling mahal rawit lokal dari sebelumnya Rp 80 ribu-Rp 90 ribu per kilogam, kini Rp 150 ribu.

Cabai merah besar sekarang Rp 100 ribu per kilogram. Sebelumnya Rp 40 ribu.

Cabai keriting juga melonjak dari Rp 65 ribu per kilogram menjadi Rp125 ribu.

Hanya cabai hijau besar yang bertahan di harga normal Rp 35 ribu per kilogram

Mengutip keterangan pemasok, Sainawati mengatakan penyebab kenaikan harga cabai karena hasil panen lokal tidak bagus akibat kemarau panjang. Ditambah lagi tidak adanya pasokan dari Jawa. Sekarang hanya ada cabai Sulawesi.

Hal serupa disampaikan Darmin, pedagang cabai di pasar mingguan. “Belum tahu kapan harga turun. Mungkin pas panen sekitar dua bulanan lagi,” tandasnya.

Subaidah, warga Kelurahan Sungaitiung, Kecamatan Cempaka, Banjarbaru, kaget ketika hendak membeli seperempat kilogram cabai yang berharga Rp 30 ribu. “Waduh berarti perkilogramnya sudah Rp 120 ribu, “ keluh Subaidah.

Darmin mengaku membeli cabai untuk sambal di warung makannya. “Kalau tumis dan cabai pasti pakai cabai rawit ini. Jadi saya kurangi pakai cabai untuk penghematan,” kata Acil Subaidah.

Di pasar Kota Martapura Kabupaten Banjar, harga cabai juga mahal yakni Rp 100 ribu per kilogram. Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Banjar Abu Yajid Bustami mengatakan hal ini disebabkan pengaruh musim. “Pertumbuhan cabai di Banjarbaru kurang maksimal sehingga produksinya menurun,” tandasnya.

Baca juga: Layanan Wartelsuspas Jadi Pengobat Rindu Keluarga bagi Warga Binaan Lapas Amuntai Kalsel

Harga gula di Kalsel juga tak lagi manis di kantong. “Harga gula mengalami kenaikan sebulan terakhir secara perlahan,” kata Yazid, pedagang di Pasar Bauntung Banjarbaru, Sabtu.

Bila sebelumnya stabil di angka Rp14 ribu per kilogram, kemudian naik menjadi Rp 15 ribu, Rp16 ribu dan terkini Rp 17.500 untuk gula yang agak kuning dan Rp 18 ribu untuk gula yang lebih putih.

Naiknya harga eceran, jelas Yazid, menyesuaikan harga beli dari agen besar. Mengenai penyebabnya, Yazid mengaku tidak tahu

Kendati harganya naik, Yazid mengaku permintaan lebih banyak. “Rata-rata 10 karung dalam seminggu, berarti ada 500 kilogram,” tandasnya.

Distributor gula di Kalsel, H Aftahuddin, menerangkan kenaikan harga gula dalam sebulan terakhir merupakan akibat dari kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah. Selain itu karena menipisnya stok gula lokal karena musim giling sudah berakhir.

“Meski demikian, kami sudah siap untuk kebutuhan di Kalsel. Sementara ini di Kalsel tersedia 6.000 ton. Dan itu sistem FIFO (First in, First out) atau ada yang keluar dan ada yang masuk,” tandasnya.

Naiknya harga sejumlah sembako ini dirasakan Ardana, pemilik warung makan di Palam, Banjarbaru. Namun hal itu tak lantas membuatnya menaikkan harga jual harga makanan.

Untuk menyiasati kenaikan harga sembako, dia menggunakan beras luar Kalsel yang lebih murah namun citarasanya setara beras lokal. “Saya memilih beras seharga Rp 12 ribu per liter. Berasnya juga enak. Hanya butirannya yang besar. Kalau pakai beras unus mahal,” paparnya.

Mama Ayu, pedagang sayur masak di Jalan Trikora, Banjarbaru, juga mengaku harus pandai mengatur modal dan pemakaian cabai. “Biasanya membuat sambal pedas menggunakan rawit segar, sekarang terpaksa memilih yang agak layu dan dicampur cabai hijau,” ujarnya.

Cabai segar baru dipetik rasanya sangat pedas, tetapi karena harganya mahal maka memilih cabai taji yang agak layu agar harganya murah. (lis/dea)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved