Kabar Kaltim

Perundungan dan Kekerasan Seksual di Sekolah Wilayah Samarinda Capai 240 Kasus, Tertinggi se-Kaltim

Kota Samarinda tertinggi kasus perundungan dan kekerasan seksual di lingkungan sekolah se Kalimantan Timur, yakni tercatat 240 kasus

Editor: Edi Nugroho

BANJARMASINPOST.CO.ID. SAMARINDA - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan atau Disdikbud Kota Samarinda mencatat 240 kasus terjadi di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur ini, disusul Bontang 106 kasus dan Balikpapan 66 kasus.

Kota Samarinda tertinggi kasus perundungan dan kekerasan seksual di lingkungan sekolah se Kalimantan Timur, yakni tercatat 240 kasus.

Kondisi maraknya kasus perundungan dan kekerasan seksual tersebut, Disdikbud Samarinda mengambil langkah serius dengan membentuk Tim Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).

Tim Satgas ini diadakan di seluruh satuan pendidikan Kota Samarinda.

Baca juga: Kondisi Jasad Pria di Semak-semak Jalan Puskemas di Pontianak Kalbar, Sesosok Manusia Pakai Songkok

Baca juga: Anggota Polres Balangan Ringkus Dua Penjual Tuak, 85 Liter Minuman Beralkohol Disimpan di Rumah

Kepala Disdikbud Samarinda, Asli Nuryadin menjelaskan, tujuan dibentuknya Satgas TPPK untuk menekan angka kekerasan seksual dan perundungan terhadap anak di lingkungan sekolah.

Setiap satgas TPPK dibentuk dari tiga orang (minimal) terdiri dari guru, orangtua murid atau komite sekolah, serta masyarakat.


"Bahkan kita langsung pantau melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Semua sekolah harus punya Satgas dan saya yakin Samarinda sudah punya semua," ungkapnya kepada TribunKaltim, Rabu (24/1/2024).

Asli menjelaskan, peran Satgas TPPK sangat vital dalam meminimalisir kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi di lingkungan sekolah.

Dalam konteks ini, secara administrasi dan regulasi pasti akan dipenuhi oleh pusat mengingat kasus kekerasan seksual menjadi urgensi sebab dapat mempengaruhi kondisi generasi bangsa.

Untuk memaksimalkan pencegahannya, Asli menjelaskan bahwa penguatan karakter bagi siswa juga dinilai penting.

Terlebih dengan menekankan nilai-nilai moral kehidupan.

"Seiring perkembangan zaman, perilaku anak-anak kita juga bergeser. Karena itu memang tantangan yang besar di era ini," ungkapnya.

Menurutnya, setiap guru memiliki peran dalam pendekatan pencegahan, dengan memanfaatkan berbagai sudut pandang, termasuk pendekatan spiritual.

Dengan menggandeng berbagai lapisan dan aspek dalam masyarakat, Asli meyakini, hal tersebut dapat memberikan dampak positif pada pembentukan karakter siswa sehingga sinergi ini dapat menekan angka kekerasan di lingkungan sekolah.

Kekerasan Seksual

Maraknya kasus kekerasan yang menimpa anak usia sekolah tak lepas dari pantauan Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Kalimantan Timur (TRC PPA Kaltim).Ketua TRC PPA Kaltim, Rina Zainun mengatakan, sepanjang 2023 kasus perundungan dan kekerasan seksual terhadap anak di sekolah memang cukup meningkat.
`
Sayangnya  mereka belum sempat membuka data kasus yang ditangani.

Namun, kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah yang mereka tangani 50 persen didominasi kekerasan seksual di bawah umur.

"Rata-rata usia 13 sampai 17 tahun. Mereka anak satu sekolah dan melakukan hubungan terlarang itu," bebernya.

Ia menjelaskan perempuan selalu menjadi korban, sementara laki-laki akan menjadi tersangka sekaligus korban yang akhirnya dikenakan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

"Remaja laki-laki akan jadi tersangka apabila orangtua si perempuan keberatan dan melapor, namun penanganannya beda dengan pelaku dewasa," ujar Rina Zainun.

Kemudian 50 persen kekerasan lainnya adalah perundungan atau bullying.

Menurutnya, peranan orangtua dan guru harus berjalan seiringan, dalam artian orangtua bertugas membentuk karakter moral dan akhlak dasar bagi anak.

"Sedangkan sekolah melanjutkan dengan memberikan ilmu pelajaran dan budi pekerti di lingkungan sekolah. Mau mendengarkan keluhan siswa dan tidak menghakimi," jelasnya.

Ia mengatakan, dalam setiap kesempatan sosialiasi ke sekolah, TRC PPA Kaltim selalu meminta agar orangtua pelajar dihadirkan dalam kegiatan tersebut.

Dengan tujuan agar komunikasi orangtua dan guru berjalan satu arah. "Jadi tidak ada orangtua menyalahkan guru ataupun sebaliknya," jelasnya.

Namun Rina Zainun juga menegaskan,  dasar yang membentuk karakter anak adalah orangtua.

Apabila karakter anak sudah terbentuk baik dari dalam keluarga, tentu tidak akan mudah terpengaruh dalam pergaulan yang tidak benar.

"Tapi jika dari dalam keluarga tidak mendapatkan kasih sayang, perhatian dan lain sebagainya, maka anak akan mencari kenyamanan di luar atau lingkungan yang menerima dia," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di TribunKaltara.com dengan judul Samarinda Tertinggi Kasus Perundungan dan Kekerasan Seksual di Sekolah, Disdikbud Buntuk Satgas TPPK,

Sumber: Tribun kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved