Opini
Ironisme Bullying di Sekolah
MAKIN hari kasus kekerasan, khususnya perundungan atau biasa kita dengar dengan istilah bullying makin menjadi-jadi.
Step pertama dan utama adalah dengan memberikan keteladanan sikap yang baik, kebiasaan baik dari para guru.
Guru jangan sampai menjadi role model yang keliru, dengan membiasakan kekerasan dalam menghukum atau memarahi anak didik.
Karena, itu bisa menjadi obsesi anak didik untuk melakukan hal yang sama kepada temannya dalam bentuk bullying.
Kedua, perlu pengawasan lebih jeli lagi dengan menangkap sinyal-sinyal adanya benih-benih potensi tindak bullying, dengan memberikan bimbingan dan konseling kepada anak-anak yang memiliki perangai aneh karena takut berbicara akibat sudah diintimidasi sesama teman.
Ketiga, guru mesti menganggap murid-muridnya, layaknya anak sendiri di rumah. Mendidik dengan tulus ikhlas, rasa kasih sayang, sikap adil, no ultimatum.
Mendidik dengan hati, tidak membeda-bedakan antara anak yang pintar, dengan anak yang kurang, anak normal dengan anak berkebutuhan khusus.
Harapannya anak bisa mencontoh memperlakukan teman seperti guru memperlakukan semua anak didiknya secara adil. Kita hanya bisa berikhtiar, sejauh mana bisa memutus rantai setan bullying dengan kebiasaan dan keteladanan.
Perlu sinergi dengan orang tua agar juga memantau kebiasaan anak ketika di rumah, karena tindak bullying juga bisa dipengaruhi karena kebiasaan main game yang kini makin banyak game kekerasan, maupun tontonan yang tidak sesuai dengan perkembangan kognitif anak didik. Adanya Satgas Pencegahan Tindak Kekerasan di sekolah juga perlu dibentuk sebagai upaya preventif. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Semoga. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.