Berita viral

Pro-Kontra Tren 'THR' dari Murid untuk Guru Viral di TikTok, Kumpulkan Hadiah Sembako di Sekolah

Jelang Idul Fitri 1445 H, tengah ramai video di TikTok tren pemberian 'THR' untuk guru dari murid berupa sembako.

Penulis: Danti Ayu Sekarini | Editor: Rahmadhani
Tiktok
Jelang Idul Fitri 1445 H, tengah ramai video di TikTok tren pemberian 'THR' untuk guru dari murid berupa sembako. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Jelang Idul Fitri 1445 H, tengah ramai video di TikTok tren pemberian 'THR' untuk guru dari murid berupa sembako.

Dalam video yang tengah tren tersebut, setiap murid membawa beberapa barang sembako seperti camilan, sirup, gula, hingga beras.

Barang-barang sembako untuk guru itu kemudian dikumpulkan dalam sebuah kardus di atas meja.

Secara bergantian murid-murid meletakan barang bawaannya untuk kemudian dibawa pulang oleh sang guru.

Seperti yang tampak dalam unggahan TikTok akun @mamah_anjete, Sabtu (30/3/2024).

Dalam video tersebut tampak satu kelas murid SD di Bojonegoro sedang berkumpul.

Tampak di tangan mereka membawa sembako seperti sirup, tepung, teh, maupun biskuit.

Setiap murid hanya membawa 1 sampai 2 bahan sembako.

Namun usai dikumpulkan dalam sebuah kardus, sembako-sembako dari puluhan murid tersebut menjadi berlimpah.

Baca juga: Tabungannya Fantastis, Fakta Asli Viralnya Video Ryu Kintaro Bocah Penjaja Susu Pakai Mobil Mewah

Baca juga: Modus hingga Alphard Disita, Fakta FN Istri Oknum Polisi di Kalsel Tersangka Dugaan Investasi Bodong

“masyaallah anak" kami antusias buat kasih THR ke Bu gurunya, meskipun nilainya gak banyak semoga berkah buat Bu guru & kami mamah" walimuridnya Allah tambahkan rejekinya kami sebagai emak nya anak" hanya berbagi alakadarnya sebagai tanda terimakasih kami kepada guru yang telah mendidik anak" kami dengan ikhlas,” tulis pengunggah video.

Meski dilakukan secara suka rela, ramai muncul pro dan kontra terkait trend THR untuk guru yang diunggah ke media sosial.

Tak sedikit warganet yang menyayangkan aksi tersebut lantaran dinilai kurang pantas.

Sementara tak sedikit pula warganet yang mendukung sebagai bentuk apresiasi atas jasa guru mengajar.

“@Gendiz Maniz: kok tdk tau malu minta2 ke siswa diuoload lagi di tik tok apa sdh putus urat malunya!! sgt2 merendahkan profesi guru

harus ada yg kasih tau mentri sih ini!!”

“@Sarah22: pdhl guru pns tu dah dpt thr,gaji 13,tunjangan 13, kasihan klo yg ortuny org ngk punya,”

“@ica: hari guru ngasih.ultah guru ngasih.ambil rapot ngasih.perpisahan ngasih.guru melahirkan jg ngasih skrng THR.besok2 apalagi bu.alhamdulilah ya skrng disekolah bnyk sdh tradisi nya,”

“@The Mask: semangat bu guru, saya tau perjuangan berat dan jasa kalian sangat luar biasa, kami tidak keberatan,”

“@ODGJ : ini mah bagus,mengajarkan murid cara berterimakasih,kepada guru yang selama ini sudah mendidik,”

Opini sejumlah warganet dalam unggahan video tersebut.

Sementara trend THR untuk guru tersebut sudah ramai diikuti baik dari murid SD, SMP, hingga SMA di berbagai daerah.

* Kata Pakar Pendidikan

Dikutip dari Kompas.com, pengamat pendidikan sekaligus CEO Jurusanku.com, Ina LIem menerangkan bahwa tindakan itu adalah salah satu bentuk gratifikasi.

Meski tindakan itu didasari oleh perasaan sukarela, namun ada unsur tekanan sosial yang terjadi dalam kasus tersebut.

Ketika semua anak memberikan barang kepada guru, anak yang tidak memberi dan hanya duduk saja mungkin akan merasa malu.

“Selama ada namanya, atau kelihatan orangnya siapa, meskipun orangnya mengatakan kalau hal tersebut merupakan bentuk terima kasih, itu merupakan gratifikasi,” ungkap Ina saat dihubungi, Selasa (2/4/2024), dikutip dari Kompas.com.

Menurut Ina, dari pihak guru, akan ada rasa "sudah diberi sesuatu" sehingga dapat memicu pilih kasih atau favouritsm secara tidak sengaja.

Ia juga mempertanyakan tujuan orangtua atau wali murid melakukan tindakan tersebut.

Ina berpendapat terkadang ada orangtua atau wali yang ingin merasa anaknya mendapatkan posisi 'aman' di dalam kelas.

Posisi “aman” yang dimaksud juga mempunyai motif yang beragam, seperti mendapatkan nilai yang baik, menaikkan nilai, atau mengikutsertakan anak untuk lomba.

Jadi, orangtua atau wali nantinya akan bertindak membaik-baikkan tenaga pendidikan yang bertugas untuk memberikan nilai kepada anaknya.

“Selama ada tujuan seperti itu dari orangtua, mereka akan selalu menemukan kesempatan untuk melakukan hal tersebut, seperti hadiah untuk kenaikan kelas, hari raya, atau lainnya,” ujar Ina.

Tak bisa langsung larang

Ina melanjutkan, apabila nantinya dinas terkait karena memberikan hukuman karena viralnya video itu, hal tersebut tidak akan berdampak signifikan.

Hal-hal kecil semacam itu seharusnya dihilangkan secara bertahap, bukan langsung dihilangkan begitu saja.

“Ya memang kita tidak bisa menyangkal ya, kalau di Indonesia budaya memberi dan berterima kasih ini sangat kuat. Kalau langsung larangan bisa dianggap ekstrem di Indonesia,” katanya.

Terkait dengan adanya kemungkinan alasan gaji yang rendah, Ina berpendapat bahwa tindakan tersebut juga kurang tepat.

Apabila ada permasalahan gaji yang kurang mencukupi, idealnya guru yang merasakan hal tersebut meminta kepada kepala sekolah untuk mengorganisir kegiatan secara bersama-sama.

“Misal ada guru honorer dengan gaji yang tidak layak dan orang tua siswa ingin berterima kasih karena ingin memberi lebih, kalau bisa diorganisir dan sifatnya bukan paksaan,” terangnya.

Solusi mencegah gratifikasi

Kemudian Ina menerangkan bahwa masih ada solusi lain untuk mencegah adanya gratifikasi di lingkungan sekolah.

Ia mencontohkan, sebagai ungkapan rasa terima kasih, mungkin sekolah bisa melakukannya secara kolektif dan tidak bersifat individu.

Nantinya, para siswa yang ingin memberikan, akan meletakkannya begitu saja di dalam kardus.

Apabila sumbangan tersebut berupa uang, siswa dapat diminta untuk memasukkannya ke dalam amplop tanpa nama.

“Kalau kolektif seperti ini jadi lebih baik, siapa saja mau menyumbang boleh. Dan itu nanti akan dibagikan secara merata ke para pendidik,” tuturnya.

Menurut Ina, solusi seperti ini lebih mengedepankan rasa berbagi karena tidak ada identitas (anonim) dan antar pendidik pun tidak ada rasa kecemburuan.

(Banjarmasinpost.co.id/Danti Ayu)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved