Berita Banjarmasin

Kisah Perjalanan Seorang Pandai Besi di Banjarmasin, Diserbu Jagal Sapi Jelang Iduladha

Berikut sekelumit cerita pandai besi di Jalan Museum Perjuangan, Banjarmasin Utara Kota Banjarmasin sehari-hari

Penulis: Eka Pertiwi | Editor: Irfani Rahman
Banjarmasinpost.co.id/Eka Pertiwi
Ahmad, pandai besi di Jalan Museum Perjuangan Kelurahan Sungai Jingah Kecamatan Banjarmasin Utara. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - “Tuk tuk tuk tuk...,” Itulah suara pandai besi di Jalan Museum Perjuangan Kelurahan Sungai Jingah Kecamatan Banjarmasin Utara. Ahmad, satu dari sedikit pandai besi yang ada di Kota Banjarmasin.

Pandai besi di Banjarmasin memang jarang. Bukan karena sepinya peminat orang membuat pisau atau parang, tapi anak muda sekarang lebih senang bekerja yang lain. Tak jarang profesi ini tak ada lagi yang melanjutkan. Profesi ini juga kebanyakan dilakukan oleh orang yang lanjut usia atau berusia setengah abad seperti Ahmad.

Namun pada musim haji seperti sekarang, bengkel kerja Ahmad ramai dipenuhi pelanggan. Bahkan banyak antrean untuk menggunakan jasanya. Kebanyakan yang mengantre adalah penjagal sapi atau panitia kurban.

Berbeda dengan empu, yang khusus membuat keris. Ahmad pandai besi khusus pembuat parang atau pisau yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari

Prosesnya juga serupa pun dengan bahan yang digunakan. Perbedaannya terletak pada teknik pengerjaannya.

Baca juga: Kisah Ariny, Penumpang Bus Rombongan Kades Banjar yang Terbakar di Jakarta, Sempat Terinjak-injak

Baca juga: Polres Banjarbaru Musnahkan 218 Gram Sabu dan 90 Ekstasi, Hasil Gerak Operasi Antik Intan 2024

Ahmad merupakan generasi ketiga. Kakeknya merupakan pandai besi. Kemudian, keahlian pandai besi diwariskan kepada sang ayah. Sekarang dilanjutkan olehnya.

Tahun ini Ahmad tak banyak mendapat orderan membuat parang. Kebanyakan pelanggannya hanya mengasah ulang alias mempertajam parang. Sebab, upah pembuatan parang tak murah. Belum lagi harus mencari plat besi yang bagus atau istilahnya besi tua.

Parang buatan Ahmad diklaim memang jauh lebih tajam ketimbang parang pabrikan. Sebab, jika menggunakan parang pabrikan tidak bisa digunakan untuk memotong hewan kurban yang kebanyakan sapi. “Orang Banjar memang paling senang bikin sendiri ketimbang parang jadi dari luar,” bebernya.

Biaya pembuatan dan pengasahan berbeda. Untuk membuat parang biaya yang dibutuhkan Rp 300 ribu. Sedangkan untuk pengasahan atau mempertajam biaya yang diperlukan yakni Rp 50 ribu.

“Peminatnya tidak seperti tahun lalu. Tahun lalu banyak sekali peminat yang membuat parang,” katanya.

Meski demikian ia mengaku kenaikan peminat tahun ini hanya 50 persen hingga 70 persen dari hari biasa. Sedangkan tahun lalu bisa berkali-kali lipat.  “Paling banyak saat ini saya mendapatkan Rp 500 ribu,” katanya.

Ia menjelaskan untuk pembuatan tidak memakan waktu lama atau berhari-hari. Jika tak ada antrean bisa selesai dalam satu hari.

Ia mengatakan tajamnya parang tergantung dari bahan dan juga teknik pembuatan. Sementara untuk proses pembuatannya yakni besi dibakar kemudian ditempa berulang-ulang. Di tempa ini menggunakan bara api. Bara apinya juga masih menggunakan harang.

Setelah besi mulai meleleh dan bisa dibentuk baru dipukul dengan palu dan dibentuk sesuai dengan keinginan. Pada proses akhir baru diasah. (eka pertiwi)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved