Berita Banjarmasin

Ubah Kayu Pohon Kuini Jadi Alat Musik, Biola Produksi Yuli Diminati Musisi Amerika 

Yuli yang merupakan pengrajin biola asal Banjarmasin ini mengolah biola dari bahan kayu pohon kuini. Produknya, diminati violinis luar negeri

Editor: Hari Widodo
Banjarmasinpost.co.id/Eka Pertiwi
Yuli pengrajin biola asal Banjarmasin. 

BANJARMASINPOST.CO.ID -  “Ngek, ngek, ngekkkkkkkkkk...” Seperti itu lah suara ketika senar biola digesek. Alat musik tersebut dimainkan dengan cara menggesekkan bow atau busur biola ke bagian dawai. Bukan biola biasa, biola ini justru dibuat oleh anak Banua yang merupakan warga Banjarmasin.

Yuli yang merupakan pengrajin biola asal Banjarmasin mengaku membuat alat musik ini baru dilakoninya dalam beberapa tahun terakhir.

Meski demikian, produknya tak hanya mendapat respon positif dari lokal, alat musik melodis buatannya juga dilirik oleh violinis dari luar negeri. Pemesannya kebanyakan dari Amerika, Italia, dan beberapa negara Eropa.

Yuli mengaku, jika ia membuat biola ini karena kecintaannya terhadap biola sejak lama. Sejak lama juga ia menjadi violinis.

Dari sanalah ia mencintai alat musik yang digesek tersebut. Saking menyukainya, sehingga ia mencoba untuk membuat sendiri.
Siapa sangka biola buatannya mendapatkan respon positif dari pemusik. Bahkan, biola buatannya sudah merambah pasar internasional.

Memang bukan biola biasa. Sebab, bahan dasar membuat biola ini menggunakan kayu yang tumbuh di Kalimantan Selatan.

Jika biasanya biola terbuat dari kayu cemara, Yuli justru membuatnya dari pohon kuini. Pohon kuini memang banyak tubuh di Kalimantan Selatan.

Pohonnya yang besar mirip pohon kasturi. Memang kayunya sering dimanfaatkan sebagai pembuatan papan. Siapa sangka, di tangan Yuli justru menjadi biola.

Menurut Yuli, pohon kuini yang sudah tua biasanya dibiarkan mati. Kayunya bisa dimanfaatkan. Bahkan, kualitasnya tak kalah dengan jenis kayu lainnya.

Ia menyakini jika menggunakan kayu dari pohon kuini akan lebih kuat. Mengingat pohon kuini yang ada di Kalimantan Selatan merupakan pohon tua dan besar. Sehingga tak kalah kuat dibanding dengan pohon lainnya.

Yuli menjelaskan, biola buatannya tak berbentuk biola biasa. Ia memasukan ornamen ke-khasan. Dimana di bagian biola diukir kebudayaan yang ada di Indonesia.

Ia menyebutnya edisi Nusantara. Ukirannya ada yang berbentuk rumah Banjar dengan ukiran sasirangan dan halilipan atau kelabang. Lengkap dengan warna khas Banjar.

Ada juga seri Bali juga desain alam. Saat ini ia sudah memiliki dua karyawan. Dimana dalam setiap bulan ia mampu memproduksi 5 unit biola.

“Memang kami mampu 5 biola per bulan. Biasanya mereka yang mau harus pesan dahulu. Tidak langsung ada,” bebernya.
Untuk pemesanan memang memerlukan waktu. Bahkan, waktu tunggu pembuatan biola saat ini bisa mencapai tiga bulan. “Memang ada daftar tunggu. Mereka yang ingin biasanya harus pesan,” jelasnya.

Untuk harga, satu biola dibanderol dari harga Rp 8 juta hingga Rp 28 juta. Semakin rumit desain biola maka akan semakin mahal.

“Tipe dan seri juga mempengaruhi harga. Tapi saya meyakini ini jauh lebih murah dibandingkan yang lain,” ujarnya.  

Yuli menjelaskan, melalui biola ia juga ingin mengenalkan khas budaya yang ada di Indonesia. “Saya berharap melalui biola ini, kebudayaan di Indonesia bisa dikenal di negara lain,” harapnya. (Banjarmasinpost.co.id/Eka Pertiwi)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved