Kasus Cerai di Banjar

Cegah Perceraian, Penyuluh Agama Kertak Hanyar Banjar Rutin Beri Konseling ke Calon Pengantin

Penyuluh Agama Kecamatan Kertakhanyar Kabupaten Banjar, Fitri, mengaku rutin memberikan konseling kepada calon pengantin.

Penulis: Nurholis Huda | Editor: Edi Nugroho
Tribunbali.com
Ilustrasi perceraian atau cerai 

BANJARMASINPOST.CO.ID-Penyuluh Agama Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar, Fitri, mengaku rutin memberikan konseling kepada calon pengantin.

Di antaranya tentang kesiapan pernikahan. “Pernah terjadi calon pengantin menunda nikah karena sadar tidak siap,” sebutnya.

Beberapa dari mantan pasangan suami-istri mencatatkan perceraian mereka ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).

Kepala Disdukcapil Banjar Azwar mengatakan pencatatan dilakukan karena beberapa hal, termasuk untuk memenuhi syarat nikah lagi.

Azwar mengatakan perceraian perlu dicatatkan karena mengubah status catatan sipil seseorang.

Baca juga: Setengah Tahun, RSUD Ulin Banjarmasin Kalsel Tangani 93 Pasien Stunting dan 35 Gizi Buruk

Baca juga: Kurang Murid, Kepsek SDN Jaing Hilir 2 Desa Kasiau Raya Tabalong Sebut Berimbas ke Jumlah Dana BOS

“Dengan begitu, baik suami maupun istri memiliki tanda bukti berakhirnya hubungan pernikahan secara resmi setelah mendapatkan penetapan dari pengadilan,” tanpa menjelaskan data cerai di Disdukcapil.

Sebelumnya, Berumah tangga lebih lima tahun, perceraian di Kabupaten Banjar tak hanya terjadi pada pasangan baru.

Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Martapura Kota Basit mengatakan perceraian tidak hanya terjadi pada pasangan baru.

“Mereka yang cerai itu ada yang sudah berumah tangga dua atau lima tahun. Bahkan ada yang di atas 20 tahun,” jelas Basith.

Kebanyakan kasus cerai, lanjut Basith, adalah karena gugatan istri.

“Untuk mereka yang di luar aparatur sipil negara (ASN) bisa melakukan gugat cerai langsung ke pengadilan agama tanpa melalui KUA. Beda dengan ASN atau TNI-Polri harus ada izin atasan dan melalui proses di badan penasihat pernikahan di KUA. Ada yang berhasil dimediasi, ada yang tidak,” jelasnya.

Untuk melanggengkan rumah tangga, Basith mengatakan pada setiap pernikahan yang tercatat di KUA dilakukan bimbingan perkawinan (bimwin).

“Di KUA Martapura Kota, bimbingan dilakukan setiap selasa. Ada 10 sampai 15 pasang setiap minggunya. Materi yang disampaikan penghulu biasanya hak dan kewajiban suami istri, komitmen kesetiaan dan sejenisnya. Narasumbernya ditambah dari puskesmas dan penyuluh keluarga berencana (KB). “ jelasnya.

Saat ditemui di Pengadilan Agama Martapua di Jalan Perwira, seorang perempuan yang mengaku warga Sungai sipai menuturkan menggugat suami karena alasan ekonomi.

“Suami saya menghilang satu tahun lima bulan. Tidak ada menafkahi saya dan seorang anak kami. Ketika pulang, dia mengaku ke Kalimantan Timur. Setelah saya desak ternyata dia mengaku menikah lagi. Tidak ada kata maaf, saya menggugat cerai,” cerita dia.

Seperti diketahui, Pengadilan Agama (PA) Martapura mengeluarkan 381 akta cerai pada Januari-Juli 2024. Sebagian besar perceraian karena persoalan ekonomi.

Istri menggugat cerai karena tidak dinafkahi. Di antaranya karena suami terjebak judi dan pinjaman online.

Wakil Ketua Pengadilan Agama Martapura Kelas IB Hikmah, Rabu (24/7), menjelaskan perceraian melalui persidangan harus melalui serangkaian tahapan. Untuk Juli 2024, ada sejumlah perkara 2023. Cerai Gugat (CG) atau dari pihak istri sebanyak empat perkara dan Cerai Talak (CT) atau dari pihak suami sebanyak dua perkara.

“Kalau total perkara yang masuk di Pengadilan Agama Martapura pada Januari-Juli 2024, untuk Cerai Gugat ada 426 perkara. Adapun Cerai Talak 118 perkara, “ urainya.

Dipaparkan Hikmah, penyebab perceraian antara lain karena faktor ekonomi, minuman keras, narkoba, judi, orang ketiga, kekerasan dalam rumah tangga, salah satu pasangan dipenjara, kurangnya komunikasi, akibat perjodohan, tidak mempedulikan, salah satu pihak meninggalkan dan perbedaan pendapat.

“Judi online juga menjadi salah satu penyebab dan memperparah tingginya angka perceraian di Kabupaten Banjar. Karena perilaku suka judi mengakibatkan perekonomian rumah tangga terganggu, mempunyai banyak utang, suka marah, egois dan tidak bertanggung jawab, sehingga rumah tangga sering cekcok, “ jelas Hikmah.Padahal, disampaikan Hikmah, dampak perceraian sangat banyak, terutama bagi anak.

Di antaranya anak terlantar dan menjadi beban keluarga yang lain. Perilaku anak menjadi tidak terkontrol hingga menciptakan anak-anak bermasalah.

“Bagi pihak istri juga sangat berdampak terutama yang tidak mempunyai pekerjaan dan penghasilan sendiri. Dia harus menanggung biaya hidup sendiri dan anak yang diasuh,” papar Hikmah.

Untuk menekan tingginya angka perceraian di Kabupaten Banjar, Pengadilan Agama Martapura memberikan nasihat pasangan yang datang berkonsultasi atau hendak mendaftarkan gugatan.
Saat proses persidangan pun hakim mengoptimalkan mediasi oleh mediator saat proses pemeriksaan perkara. Pengadilan Agama Martapura juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai dampak perceraian dan melakukan publikasi akibat perceraian di berbagai media. (Banjarmasinpost.co.id/Nurholis Huda).

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved