Kabar Kaltim

Menjerit Beli LKS Sampai Rp 1,5 Juta, Ibu-ibu Demo di Depan Kantor Gubernur Kaltim

Menjerit membeli buku LKS sampai Rp 1,5 Juta, ibu-ibu menggelar aksi demo di depan Kantor Gubernur Kaltim.

Editor: Edi Nugroho
TribunKaltim.co/Sintya Alfatika Sari
HARGA BUKU DI SAMARINDA MAHAL - Aksi protes ibu-ibu di Samarinda terkait harga buku paket dan LKS yang dianggap mahal, Rabu (24/7/2024). Ibu-ibu di Samarinda pertanyakan Sekolah Gratis itu seperti apa? Bagaimana batasan gratisnya? 

BANJARMASINPOST.CO.ID- Menjerit membeli buku LKS sampai Rp 1,5 juta, ibu-ibu menggelar aksi demo di depan Kantor Gubernur Kaltim.

Aksi orang tua murid di Samarinda ini lantaran merasa terbebani dengan biaya pembelian buku di sekolah terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

Aksi para ibu yang digelar di depan Kantor Gubernur, Jalan Gajah MadaKota Samarinda ini bertajuk Stop Komersialisasi dan Liberalisasi Pendidikan Anak.

Orang tua di Samarinda mengeluhkan tingginya harga buku dan LKS hingga harus mengeluarkan uang Rp 1,5 Juta.

Baca juga: Nenek Ini tak Ada Kebakaran di Rumahnya Gang Sekata Kelurahan Kotabaru Hulu Terbakar

Baca juga: Diringkus Gegara Pakai Sabu, Pria di Kubu Raya Kalbar Ini Mengaku Untuk Doping Bermain Judi Online

Tingginya biaya buku paket dan LKS ini membuat sejumlah ibu-ibu menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur, Jalan Gajah Mada, Samarinda, Rabu (24/7/2024).

Selain keresahan terkait tingginya harga buku paket dan LKS hingga dugaan jual beli buku sekolah, orang tua juga mempertanyakan batasan Sekolah Gratis.

Nina, Korlap Aksi Stop Komersialisasi dan Liberalisasi Pendidikan Anak ini menyebut ia harus mengeluarkan biaya hingga Rp1,5 juta untuk membeli buku paket dan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk satu orang anaknya.

Ia merasa keberatan dengan beban biaya ini, terutama karena ia adalah tulang punggung keluarga.

"Kalau buku LKS bisalah kami perjuangkan, karena sebagai orang tua kan kami punya tanggung jawab untuk pendidikan anak," ujarnya.

Padahal, ada dana BOS yang dialokasikan minimal 20 persen untuk pembelian buku paket wajib.

"Tapi nyatanya di Samarinda ada 226 sekolah dasar yang diduga masih menerapkan jual beli buku. Nah dana itu ke mana?," beber Nina.

Ia pun menuntut transparansi dari pihak sekolah terkait penggunaan dana BOS. "Tapi tidak serta merta janji negara kita biarkan," ungkap Nina.

Hal ini pun diakui oleh salah satu orang tua lainnya, Ana.

Orangtua siswa di Samarinda saat menggelar demo di Taman Samarendah pada Rabu (24/7/2024) hari ini. Mereka menyuarakan penolakan terhadap harga buku paket dan LKS yang dinilai terlalu mahal.

Sedangkan buku paket ia beli dengan harga kurang lebih Rp 685 ribu.

"Tapi kalau buku paket untuk dua semester," ujarnya.

Orang tua siswa lainnya, Sida turut menyuarakan kekhawatirannya terkait sistem pembelian buku paket yang dinilai boros dan mahal.

Ia mengkritik sistem yang mewajibkan orang tua membeli buku baru setiap tahun, padahal banyak buku dari tahun sebelumnya masih dalam kondisi baik dan dapat digunakan kembali.

"Biasanya kan buku bisa dipakai turun-temurun," ujarnya.

Misalnya, anak kelas 5 yang naik kelas 6 bisa pinjam buku dari kakak kelasnya, tidak perlu membeli baru.

"Menurut saya, biaya Rp 600 ribu untuk buku paket terlalu mahal, apalagi banyak buku yang masih bagus tapi akhirnya dibuang begitu saja," tutur Sida.

Lanjutnya, saat ini anaknya bersekolah di salah satu SD swasta, yang mau tidak mau harus membayar SPP bulanan dan biaya pendaftaran ulang yang terus menerus setiap naik kelas.

"Kasihan ibu-ibu yang lain. Biaya SPP saja sudah mahal, ditambah lagi dengan biaya daftar ulang dan buku paket yang mahal.

Ini menjadi beban yang berat bagi orangtua," katanya.

Batasan Sekolah Gratis Disorot

Satu jam menggelar aksi di depan Kantor Gubernur, para ibu-ibu ini akhirnya bertemu dengan jajaran Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur.

Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Samarinda, Abdul Rozak mengatakan bahwa keluhan para orang tua murid tersebut telah didengarkan.

Meskipun SD masuk ranah Disdik Samarinda, namun pihaknya tetap menerima aspirasi yang disampaikan kaum ibu tersebut.

"Sudah kita rangkum dan catat semua. Dalam waktu dekat kita akan sampaikan kepada Pak Pj Gubernur (Akmal Malik)," jelas Abdul Rozak.

Dalam pertemuan itu mereka turut menjelaskan terkait penggunaan Bantuan Operasional Sekolah Nasional (BOSNAS) dan Bantuan Operasional Daerah (BOSDA) yang diklaim tidak transparansi.

"Kalau dari kami selama ini sudah berjalan baik dan minim keluhan. Tapi apapun aspirasinya kami terima untuk perbaikan-perbaikan ke depan," singkat Abdul Rozak.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Anak dan Perempuan (TRC PPA) Kaltim sekaligus salah satu orangtua murid, Rina Zainun menjelaskan hasil pertemuan mengatakan akan ada surat rekomendasi yang keluar satu minggu ke depan.

"Rekomendasi itu akan mengantarkan kita (orangtua murid) untuk bertemu Pak Pj," jelasnya.

Rina Zainun kembali menegaskan mereka hanya ingin diberikan transparansi mengenai maksud dari sekolah gratis dan penggunaan dana BOS yang dikatakan untuk pembelian buku.

"Maksud Sekolah Gratis ini seperti apa. Batasan gratisnya sampai mana?

Begitupun penggunaan dana BOS ini bagaimana, apakah hanya buku tertentu yang disediakan?" ucapnya.


Sebab jelasnya, dewasa ini cukup banyak kasus orangtua takut menyekolahkan anaknya sebab tidak mampu membeli seragam dan buku pelajaran.

Sebagai salah satu contoh, ada seorang ibu di Samarinda yang takut memasukan anaknya ke SD dengan alasan keterbatasan biaya.

"Jadi konotasi wajib belajar 12 tahun itu apa. Arti sekolah gratis itu apa? Itu yang kami ingin tahu.

Kalau mampu saja mau ada biaya tambahan tidak masalah. Tapi banyak warga kita tidak mampu," imbuhnya.

Kendati demikian pihaknya berterimakasih sebab pihak Pemprov sangat terbuka dan bersedia mengeluarkan surat rekomendasi untuk bertemu orang nomor satu di Kalimantan Timur.

Bisa Dicicil
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda Asli Nuryadin angkat bicara terkait protes ibu-ibu soal jual beli buku paket di sekolah.

Dirinya mengaku bahwa persoalan keluhan tersebut tak jarang terjadi, apalagi saat memasuki tahun ajaran pendidikan.

Sebab itu, Kadisdik Samarinda ini menekankan pentingnya transparansi dan komunikasi yang baik antara orangtua dan pihak sekolah.

"Bisa disampaikan kepada pihak sekolah. Kalau di sekolah tidak merespon, bisa dilaporkan ke Disdikbud," kata Asli, Rabu (24/7/2024).

Asli menjelaskan, Disdikbud memiliki beberapa solusi untuk membantu orang tua murid yang tidak mampu.

Di antaranya, melalui pengurangan harga buku. Kemudian, dirinya mempersilakan bagi sekolah untuk menerapkan kebijakan pembayaran cicilan kepada orangtua yang merasa keberatan.

Selain itu, Asli mengingatkan kepada orang tua siswa agar dapat mengajukan keringanan kepada RT setempat melalui program unggulan Pemkot Samarinda yakni Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (Probebaya).

"Itu program hebat dari pemerintah kota kita. Sebenarnya banyak jalan agar kebutuhan anak-anak kita itu bisa terpenuhi. Selain itu, kita juga memikirkan solusi lain seperti beasiswa," ujarnya.

Di samping itu, Asli menegaskan bahwa sesuai edaran, buku wajib memang tidak boleh diperjualbelikan.

Namun, buku referensi pengayaan boleh saja digunakan, tetapi bersifat tidak boleh memaksakan orang tua untuk membelinya.

Oleh sebab itu ia berharap agar komite sekolah maupun paguyuban sekolah dapat berperan aktif dalam hal ini.

Harapannya, persoalan demikian tak akan terulang kembali ke depannya.

"Sebab kalau kita semua melarang nggak mungkin, karena itu kebutuhan personal," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di TribunKaltim.co dengan judul Orang Tua di Samarinda Keluhkan Biaya Buku Paket dan LKS Rp 1,5 Juta, Sekolah Gratis Seperti Apa?,

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved