Tahun Baru Islam 2025

Malam 1 Suro Dalam Pandangan Islam, Buya Yahya hingga Ustadz Khalid Basalamah Beber Amalan

Adakah amalan di Malam 1 Suro 2025? Buya Yahya hingga Ustadz Khalid Basalamah memberikan penjelasan.

Editor: Mariana
Tribun Kaltim
MALAM 1 SURO - Adakah amalan di Malam 1 Suro 2025? Buya Yahya hingga Ustadz Khalid Basalamah memberikan penjelasan. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Adakah amalan di Malam 1 Suro 2025? Buya Yahya hingga Ustadz Khalid Basalamah memberikan penjelasan.

Malam 1 Suro kerap dianggap malam sakral oleh masyarakat Jawa, akan diperingati pekan ini.

Momen malam satu suro menandai pergantian tahun dalam penanggalan Jawa, yang bertepatan dengan Tahun Baru Islam atau 1 Muharam dalam kalender Hijriah.

Menurut kalender resmi yang dirilis oleh Kementerian Agama (Kemenag), 1 Muharram 1447 Hijriah jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025.

Peringatan Malam Satu Suro biasanya dilakukan setelah Maghrib pada hari sebelum tanggal 1 Suro. 

Baca juga: Capai 1.500 Orang, Jumlah Pendaftar Seleksi Penerimaan Murid Baru di SMKN 3 Banjarmasin Lebihi Kuota

Baca juga: Bacaan Doa Akhir dan Awal Tahun Hijriyah Sambut Tahun Baru Islam 2025, Buya Yahya Serukan Hal Ini

Hal ini selaras dengan perhitungan dalam kalender Jawa dan Islam, di mana pergantian hari dimulai sejak terbenamnya matahari, bukan pukul 00.00 seperti dalam kalender Masehi.

Oleh karena itu, meskipun 1 Suro jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025, masyarakat Jawa akan memperingati malam 1 Suro pada Kamis malam, 26 Juni 2025.

Malam 1 Suro 2025 kali ini  bertepatan dengan weton Jumat Kliwon, kombinasi hari dan pasaran yang dalam kepercayaan Jawa memiliki makna spiritual tersendiri.

Lantas adakah amalan khusus dalam Islam terkait dengan malam satu suro?

Sejarah Malam Satu Suro

Tradisi peringatan Satu Suro bermula pada masa kejayaan Kerajaan Mataram Islam. 

Dalam sistem penanggalan Jawa, bulan Suro dimaknai sebagai bulan yang penuh kesucian dan diyakini memiliki kekuatan spiritual yang tinggi.
 
Selama bulan ini, masyarakat Jawa—terutama yang masih memegang nilai-nilai Kejawen—dianjurkan untuk melakukan perenungan diri, serta berdoa agar diberi keselamatan dan keberkahan dalam menyongsong tahun yang baru. 

Karena nilai sakral inilah, muncul sebuah larangan tidak tertulis yang menyatakan bahwa menyelenggarakan pesta atau acara besar pada bulan Suro dianggap kurang tepat.

Larangan ini bukan sekadar mitos. Berdasarkan catatan sejarah, Sultan Agung Hanyakrakusuma, raja ketiga Mataram Islam yang memerintah pada 1613–1645, adalah tokoh penting di balik lahirnya kalender Jawa yang dipadukan dengan unsur kalender Hijriah. 

Penyatuan kedua sistem kalender ini terjadi pada Jumat Legi, Jumadil Akhir 1555 Saka, bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1633 Masehi.

Sultan Agung ingin menciptakan satu momentum khusus bagi seluruh rakyat—dari berbagai lapisan—untuk menyucikan diri dari hal-hal negatif dan mengevaluasi perjalanan hidup mereka. 

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved