BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Artis peran Dian Sastrowardoyo blak-blakan menceritakan anak sulungnya, Shailendra Naryama Sastraguna Sutowo yang pernah didiagnosis autisme.
Hal itu diungkapkan Dian Sastro dalam jumpa pers Special Kids Expo (SPEKIX) 2019 yang digelar di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta Pusat, Jumat (23/8/2019).
1. Awal kecurigaan
Awalnya, Dian mulai curiga ketika putranya masuk usia enam bulan. Pada usia itu, Shailendra tak menunjukkan tujuh tanda yakni ketertarikan, menunjuk, kontak mata lebih dari dua detik, memberi reaksi ketika dipanggil, mengikuti arahan, dan bermain sandiwara.
"Dari seven signs itu ada ciri dalam anak saya. Hal ini terjadi di anak pertama saya, anak laki-laki. Anak saya itu enggak punya ketertarikan untuk main sama anak lain, mungkin dia memang anti sosial karena bapaknya juga enggak terlalu banyak temannya. Misalnya gitu," kata Dian.
Baca: Kejar Desy Ratnasari 2 Tahun Petualangan Cinta Raffi Ahmad Suami Nagita Slavina Terbongkar
Baca: Nyaris Celaka Ashanty Pakai Baju Seksi Bersama Aurel, Sindiran untuk Istri Anang Hermansyah
Baca: Dikabarkan Hamil Syahrini Pamer Hadiah dari Mertua, Ibu Reino Barack Berupa Barang Kesayangan
Putranya itu harus 'meminjam' tangan Dian jika ingin menunjukkan sesuatu. Shailendra juga tidak bisa meniup lilin hingga usia 2 tahun.
Saat itu Dian juga sedih karena putra sulungnya tak bisa kontak mata dengannya.
2. Bawa ke tiga dokter
Setelah melihat beberapa tanda itu, Dian lantas memutuskan untuk membawa ke dokter tumbuh kembang.
"Akhirnya kami bawa ke dokter tumbuh kembang dan bawa ke psikolog. Opini satu dokter doang enggak percaya, masih denial," ujar Dian.
Tak percaya dengan satu dokter, Dian membawa ke tiga dokter yang lain.
"Setelah cek ke tiga dokter, ternyata benar (berkebutuhan khusus). Itu anak saya baru umurnya 8 bulan," ungkap Dian.
Baca: Bukan Membela Kak Seto Peringatkan Nikita Mirzani dan Sajad Ukra Perihal Perebutan Azka Mawardi
3. Jalani terapi
Setelah mengetahui hasil yang valid, sejak berusia 10 bulan, putra Dian lantas menjalani terapi khusus.
"Akhirnya kita membuka diri melakukan intervensi, terapi okupasi, wicara, dan perilaku," ungkap Dian.