BANJARMASINPOST.CO.ID,BARABAI- Bagi warga Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), camilan ini sudah tidak asing lagi.
Kerupuk amplang Zadul (zaman dulu). Disebut amplang Zadul karena penampakannya, berbeda dengan amplang zaman sekarang.
Warna kerupuknya menjadi ciri khas yang tak pernah berubah yaitu merah muda dan kuning.
Dikemas dengan kemasan sederhana, yaitu plastik bening, meski Zadul, camilan ini masih disukai tak hanya masyarakat HST, tapi juga masyarakat lainnya di wilayah Banua Anam.
Amplang inipun terbilang legend. Mereka yang lahir tahun 70-an ke atas pasti pernah jajan kerupuk ini di warung-warung, pasar serta kantin kantin sekolah.
Salah satu perajin yang memproduksi amplang ini, adalah H Muhammad Tahir (66).
Baca juga: UMKM KALSEL: Variasi Lezat Bos Pentol Banjarmasin, Dari Pentol Kecil hingga Dumpling dan Mie Gelas
Di tengah gempuran camilan berkemasan modern dan makanan kekinian,dia sukses mengembangkan usahanya ini menjadi sumber penghasilan keluarga.
Dia merintis usaha kerupuk amplang, dengan brand produk memakai namanya sendiri.
Ditemui banjarmasinpost.co.id di rumah produksinya, yang terletak di samping tempat tinggalnya di Jalan Perintis kemerdekaan Desa Benawa Tengah, Kecamatan Barabai, Selasa (17 Juni 2025, H Tahir berbagi cerita awal dia merintis usaha ini, yaitu pada tahun 1976.
Saat memulai usaha itu Tahir mengatakan sudah menikah dan masih berusia 17 tahun.
"Sebelumnya pernah bekerja pada perajin kerupuk amplang di Martapura. Setelah menikah, saya pindah domisili di Barabai, membangun usaha sendiri kerupuk amplang,"tuturnya.
Awal produksi, membuat 10 kilogram, dipasarkan sendiri ke warung-warung. Sebagian diantar ke toko toko makanan di pasar Barabai.
Seiring waktu, usaha kerupuk amplang tersebut kian berkembang. Hingga akhirnya, dia membeli mesin dari teknologi sederhana, untuk pengemasan.
Diakui sempat mengalami jatuh bangun merintis usaha itu, hingga akhirnya pada 2015, dia bisa meningkatkan produksi menjadi 100 kilogram per hari.
Peningkatan produksi didukung dengan adanya dua unit mesin pengemas modern yang dibelinya pada tahun 2023.
Dua mesin pengemas seharga Rp150 juta mendukung pengembangan usaha tersebut. Meski sudah memiliki mesin, Haji Tahir tetap mempertahankan para pekerjanya. Sebab produksi ditingkatkan menjadi,110 kg per hari.
Baca juga: UMKM Kalsel: Sungguh Unik, Seni Phonecase Bekas di Banjarmasin Ini Tawarkan Karya Seni Berbeda
Khususnya untuk proses pekerjaan membuat amplang, dimulai dari mengadon bahan, mengukusnya, kemudian mencetak adonan yang sudah dikukus, memotong-motong hingga menjemurnya dipanas matahari. Setelah dijemur baruproses menggoreng.
"Jadi yang menggunakan mesin cuman mengemas kerupuknya. Setelah dikemas mesin kami tetap membutuhkan tenaga kerja yaitu mengemas dalam ball. Satu bal isi 10 bungkus, menggunakan kemasan plastik lebih besar dengan pengepresan menggunakan lampu minyak.
Kini, usaha kerupuk amplang legend ini masih menjadi usaha yang tak lekang oleh waktu dan mampu merambah pasar Banua Anam serta ke warung-warung kecil milik masyarakat. (Banjarmasinpost.co.id/Hanani)