Berita Banjarbaru

Efisiensi Ancam Distribusi Obat ke Kabupaten Kota Terhambat, Begini Curhat Kadinkes Kalsel

Efisiensi membuat distribusi obat ke kabupaten kota di Kalimantan Selatan (Kalsel) terancam terganggu pada 2026

Penulis: Muhammad Syaiful Riki | Editor: Hari Widodo
DKISP Kabupaten Banjar
DISTRIBUSI OBAT-Ilustrasi-Wabup Banjar Habib Idrus Al Habsy yang mengecek mobil operasional UPTD Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK). Kadinkes Kalsel dr Diauddin mengeluhkankebijakan efisiensi perjalanan dinas sebesar 50 persen berimbas langsung pada tugas instalasi farmasi yang harus mengantar obat ke daerah. 

BANJARMASINPOST.CO.ID- Distribusi obat ke kabupaten kota di Kalimantan Selatan (Kalsel) terancam terganggu pada 2026.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalsel Diauddin mengungkapkan kebijakan efisiensi perjalanan dinas sebesar 50 persen berimbas langsung pada tugas instalasi farmasi yang harus mengantar obat ke daerah.

Diauddin mengatakan, kebijakan efisiensi berlaku rata untuk seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk Dinkes. Padahal, sebagian pekerjaan teknis tidak bisa digantikan dengan rapat daring.

“Perjalanan instalasi farmasi ikuti dipotong 50 persen. Padahal itu termasuk mengantar obat ke kabupaten. Ini yang perlu kita pikirkan lagi untuk 2026,” ujarnya saat Musyawarah Perencanaan dan Evaluasi Kesehatan Daerah Provinsi Kalsel, di Rattan Inn Hotel Banjarmasin, Selasa (11/11/2025).

Baca juga: Puskesmas di HSU Terkendala Alat CKG, Gubernur Minta Pemda Lengkapi Alkes

Diauddin menambahkan, Dinkes kabupaten kota tidak memiliki anggaran untuk mengambil obat ke provinsi.

Anggaran mereka hanya mencakup distribusi obat ke puskesmas masing-masing. Karena itu, Dinkes Kalsel meminta kabupaten kota menganggarkan biaya penjemputan obat ke provinsi.

Kendala distribusi obat bukan satu-satunya keluhan. Menurut Diauddin, ruang gerak Dinkes semakin terbatas setelah mandatory 20 persen anggaran dihapus.

“Porsi anggaran kesehatan sekarang di bawah 20 persen, itu pun sudah termasuk gaji,” kata dia.

Secara keseluruhan, Dinkes Kalsel tampak memiliki alokasi anggaran besar yakni sekitar Rp 636 miliar. Namun, Diauddin menyebut, sebagian besar dana itu terserap untuk belanja pegawai RSUD milik provinsi dan pembayaran iuran PBI JKN.

“Yang bisa benar-benar digunakan untuk kegiatan hanya sekitar Rp 17 miliar,” ujarnya.

Diauddin mengakui, bahwa peran provinsi lebih banyak pada koordinasi, perencanaan, dan penyaluran dukungan dari pusat. Sementara pelayanan langsung kesehatan masyarakat berada di tangan pemerintah kabupaten kota melalui puskesmas.

Baca juga: Menuju Indonesia Sehat

“Kabupaten kota yang langsung berhadapan dengan masyarakat. Harapannya, anggaran mereka lebih besar,” tukasnya.

Kendati ruang fiskal mengecil, Diauddin menyatakan bahwa target pembangunan kesehatan tetap sama.

“Indikator kita tetap menurunkan kematian ibu, kematian dan kesakitan. Itu tidak berubah,” kata Diauddin. (msr)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved