Serambi Ummah
Ulama Kalsel Tanggapi Klaim Hijab Halal, Ustadz Fathurrahman Sebut Jadi Jaminan bagi Kaum Muslim
Perdebatan terkait klaim hijab halal mendapat tanggapan dari Ketua Bidang Fatwa MUI Kabupaten Tanahlaut. H Fathurrahman LC MH
Penulis: BL Roynalendra N | Editor: Mulyadi Danu Saputra
BANJARMASINPOST.CO.ID - Klaim satu produsen lewat kalimat “Hijab Halal Pertama di Indonesia” sempat viral di media sosial dan memicu perdebatan publik.
Termasuk jadi perbincangan ramai di Kalimantan Selatan, yang dikenal sebagai provinsi yang masyarakatnya religius.
Banyak yang menilai klaim tersebut sekadar gimmick.
Tapi, tak sedikit pula yang menganggapnya sebagai pengingat pentingnya memperhatikan kehalalan pakaian yang dikenakan, termasuk hijab.
Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tanahlaut. H Fathurrahman LC MH pun angkat bicara.
Menurut dia, konsep halal dan haram dalam Islam tidak hanya berlaku pada makanan dan minuman, tapi juga pada pakaian yang dikenakan sehari-hari.
“Dalam syariat Islam, hukum halal haram diterapkan dalam tiap praktik kehidupan, baik interaksi dengan Allah maupun dengan manusia dan makhluk lainnya,” tutur Fathurrahman, Kamis (13/11/2025).
Fathurrahman mengatakan, penekanan terhadap kehalalan pakaian (tidak hanya hijab) telah lama ditegaskan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
Satu di antara contohnya, imbuh dia, larangan bagi laki-laki memakai perhiasan emas dan pakaian berbahan sutera.
Fathurrahman memaparkan, pakaian, termasuk baju, celana, hijab, peci, syal, gasper atau ikat pinggang, sepatu, sandal dan jenis pakaian lainnya jadi halal atau haram disebabkan faktor internal dan faktor eksternal.
Menurut dia, kehalalan pakaian bisa dilihat dari dua faktor, yakni internal dan eksternal.
Faktor internal berkaitanbahan pakaian, seperti larangan menggunakan sutra dan emas bagi laki-laki atau bahan yang berasal dari binatang haram dan bangkai yang belum disamak.
Sedangkan faktor eksternal menyangkut cara memperoleh dan menggunakan pakaian.
Pakaian yang diperoleh melalui cara haram, seperti mencuri atau menipu, tetap tidak halal meski bahannya suci.
Selain itu, sebut Fathurrahman, pakaian juga bisa jadi haram bila menyerupai lawan jenis atau mengandung simbol agama lain.
“Seorang muslim wajib mengenakan pakaian yang menutup aurat, tidak ketat, tidak tembus pandang dan sopan,” tegasnya.
Terkait label halal pada produk pakaian atau hijab, Fathurrahman menilai hal itu bukan kewajiban.
Tapi bisa menjadi tambahan jaminan bagi konsumen.
“Halal adalah sesuatu yang harus kita perhatikan dalam semua aspek kehidupan. Label halal memberi ketenangan, tapi yang terpenting adalah kesesuaian dengan syariat,” papar Fathurrahman.
Dia juga mengingatkan, tanggung jawab besar bagi pihak yang memberi label halal pada produk.
“Label halal tidak sekadar simbol, tapi amanah yang harus dipertanggungjawabkan,” ucapnya.
Fathurrahman menutup dengan mengutip hadis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang menegaskan pentingnya kehalalan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk pakaian.
“Bagaimana mungkin doa seseorang dikabulkan, jika makanan, minuman, dan pakaiannya berasal dari yang haram.” (HR Muslim)
Fathurrahman menegaskan, hadis ini jadi dasar pentingnya memperhatikan kehalalan, baik makanan, minuman maupun pakaian. (Banjarmasinpost/roy)
Yuliana Bilang Justru Bisa Jadi Penghalang
HEBOH hijab halal di jagat maya negeri ini, tak berlaku di Kabupaten Tanahlaut.
Beberapa muslimah di daerah itu mengaku tak mengetahui hal tersebut saat ditanyai.
Umumnya berpendapat, paling fundamental adalah niat baik untuk berhijab.
“Kalau menurut saya sih berhijab itu panggilan hati. Harus berangkat dari hati dulu supaya bisa istikamah,” ucap Yuliana, warga Angsau, Kamis (13/11/2025).
Terpenting, imbuhnya, ada niat dulu untuk mengenakan hijab sesuai syariat yaitu menutup kepala.
Jadi, menurut Yuliana, tak perlu direcoki dulu dengan hal ini itu yang malah bisa jadi penghalang bagi orang yang baru hendak mengenakan hijab.
“Tapi ya kembali pada diri masing-masing. Tentunya semua orang ingin terus menjadi pribadi yang baik. Tapi hal demikian tentu juga perlu proses atau bertahap,” tutur pekerja swasta ini.
Dikatakannya, paling utama adanya niat dan upaya untuk terus menjadi pribadi yang baik.
Pelan-pelan tapi linier lebih baik karena grafiknya terus naik.
Ketimbang saat awal ngegas ingin tampil sempurna tapi ujung-ujungnya malah turun dan bahkan terjun bebas istikamahnya.
Senada diutarakan Fitriani Aulia. Warga Kota Pelaihari itu mengatakan, terpenting bagi seorang muslimah adalah menutup rambut secara sempurna.
Dia mengaku sedih ketika kemudian niat mengenakan hijab sebatas mengikuti tren fesyen.
Alhasil, muncul beragam gaya berhijab yang kadang justru mendegradasi tujuan utama berhijab.
Lebih dari itu, ditegaskan Fitriani Aulia, seorang muslimah yang berhijab hendaknya memaknainya secara menyeluruh yakni dengan menutup aurat bagian tubuh lainnya yang lebih harus ditutupi.
Bukan sebaliknya, rambut ditutupi hijab, namun lekuk tubuh justru sengaja diperlihatkan.
“Hal demikian kan jadi salah kaprah. Rambut dan lekuk tubuh itu, kadar auratnya lebih besar mana sih? Tidak usah dijawab, semua orang juga tahu,” tandasnya.
(Banjarmasinpost/roy)
| Hj Siti Mariyam Lahirkan Generasi Unggul di Madrasah Pinggiran, Wakili Tapin ke Lomba Tingkat Kalsel |
|
|---|
| Aturan Mahar Pernikahan dalam Islam, KUA Kalumpang: Penghormatan bagi Wanita |
|
|---|
| Mahar Pernikahan Sesuai Kesepakatan, Bukan Syarat Sah Akad Nikah |
|
|---|
| Adab Makan Sesuai Syariat Islam, MUI Balangan: Jadikan Makanan Pembawa Berkah dan Tidak Mubazir |
|
|---|
| Tokoh Agama Berperan Jaga Keharmonisan, Tanamkan Nilai-nilai Segar Membangun |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/Ilustrsi-pakaian-halal-muslimah.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.