Rusuh di Rutan Brimob
Ada Korban Jiwa Rusuh di Mako Brimob Kelapa Dua, Muncul Nama Abu Afif Sebagai Pemicunya
Kerusuhan yang terjadi di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Selasa (7/5/2018) malam hingga Rabu (8/5/2018) dini hari makan korban jiwa.
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Kerusuhan yang terjadi di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Selasa (7/5/2018) malam hingga Rabu (8/5/2018) dini hari makan korban jiwa.
Informasi itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Rabu (8/5/2018).
Wiranto menegaskan, ada korban tewas dalam peristiwa kerusuhan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Pada awalnya, wartawan menanyakan kegentingan situasi di Mako Brimob.
Pasalnya, sejumlah pejabat berkumpul di kantor Wiranto di Kemenko Polhukam, Jakarta, pada Rabu (9/5/2018) siang.
Tampak hadir Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kabareskrim Komjen Pol Ari Dono Sukmanto, Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Budi Gunawan hingga Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Utami.
Baca: 5 Polisi Tersandera Tewas di Rusuh Rutan Mako Brimob, 1 Teroris Ditembak Mati karena Melawan
Baca: Benarkah Pemicu Kerusuhan di Mako Brimob Gara-gara Makanan, Ini Penjelasan Brigjen Iqbal
"Ya, kalau sudah ada yang terbunuh kan, ya urgen," ucap Wiranto kepada wartawan.
Namun, Wiranto belum mau menjelaskan lebih detail mengenai korban.
"Udah nanti aja ya, masalah begini enggak bisa saya ekspos. Kalau selesai kita ekspos ya," kata Wiranto.
Seperti dikutip Kompas.id, insiden di Mako Brimob, Selasa (8/5/2018) malam, diduga diawali oleh tahanan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) asal Sumatra Selatan (Sulsel) Wawan Kurniawan alias Abu Afif.
Berdasarkan informasi dari sumber di kepolisian, Wawan yang tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (8/5/2018), dibesuk keluarganya yang juga membawa makanan untuk Wawan.
Baca: Jam Demi Jam Kronologi Kerusuhan di Mako Brimob Kelapa Dua, Anggota Brimob Kokang Senjata
Namun, pengawal dari kepolisian melarang pemberian makanan itu dan Wawan marah.
Sudah jamak diketahui di kalangan aparat, termasuk di lembaga pemasyarakatan bahwa tahanan atau nara pidana (napi) teroris kerap kali mendapatkan barang-barang selundupan yang dilarang aparat dari keluarga atau penjenguk, termasuk melalui makanan.
Barang tersebut, sekalipun tidak berbahaya, tak jarang berupa surat atau catatan, dari sesama anggota jejaring terorisme yang diindikasi cukup berisiko ketika menjadi cara mereka menebar pemahaman ekstrem/radikal.
Oleh karena itu, aparat bersikap lebih tegas.
