Ramadhan 1440 H
Cara Dapatkan Malam Lailatul Qadar, Simak Amalan Rasulullah yang Bisa Dilakukan pada Ramadhan 1440 H
Simak cara mendapatkan malam Lailatul Qadar. Ini Amalan Rasulullah SAW di malam Lailatul Qadar, bisa dilakukan pada Ramadhan 1440 H.
Penulis: Noor Masrida | Editor: Murhan
BANJARMASINPOST.CO.ID - Simak cara mendapatkan malam Lailatul Qadar. Ini Amalan Rasulullah SAW di malam Lailatul Qadar, bisa dilakukan pada Ramadhan 1440 H.
Allah SWT tidak mengungkap secara pasti kapan malam Lailatul Qadar terjadi di bulan Ramadhan.
Malam seribu bulan atau yang lebih dikenal sebagai malam Lailatul Qadar adalah malam yang dinanti semua umat muslim saat bulan Ramadhan.
Begitu pula saat Ramadhan 1440 H / 2019, umat Muslim tentu berharap bisa bertemu dengan malam Lailatul Qadar.
Baca: Penampakan Via Vallen Berhijab & Bercadar Kagetkan Fan, Pedangdut Kesayangan Rhoma Irama Tulis Ini
Baca: Keaslian Rambut Rasulullah SAW yang Disimpan Opick Diragukan, Keturunan Nabi Muhammad Angkat Bicara
Melansir dari laman Nahdlatul Ulama Online, dalam beberapa riwayat disebutkan, tanda-tanda datangnya malam Lailatul Qadar adalah matahari tidak bersinar terik pada siang harinya.
Udara tidak terlalu panas ataupun dingin, suasana malam sangat hening dan tenang, dan bahkan tidak ada anjing menggonggong ataupun binatang yang bersuara.
Masih dari sumber yang sama, dari artikel yang ditulis Mahbub Ma’afi Ramdlan pada 16 Juni 2016, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dikatakan bahwa kita dianjurkan untuk mencari Lailatul Qadar pada malam ganjil dalam sepuluh terakhir bulan Ramadhan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.
Artinya, “Dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil dalam sepuluh terakhir di bulan Ramadhan,” (HR Bukhari).
Untuk mendapatkan Lailatul Qadar memang tidak mudah.
Karenanya tidak semua orang bisa mendapatkannya.
Dibutuhkan usaha keras dan tidak kenal lelah untuk selalu meningkatkan intensitas ibadah terutama pada sepuluh akhir di bulan Ramadhan sebagaimana yang dipraktikan Rasulullah SAW.
Hal ini sebagaimana yang dikemukakan hadits riwayat Muslim.
عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
Artinya, “Dari Aswad dari Aisyah ra ia berkata bahwa Nabi saw meningkat amal-ibadah pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan melebihi di waktu yang lain,” (HR Muslim).
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Rasulullah SAW mengencangkan kain bawahnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ-أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya, “Dari Aisyah RA, ia berkata, bahwa Rasulullah SAW ketika masuk sepuluh terakhir bulan Ramadhan, mengencangkan kain bawahnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya,” (Muttafaq ‘alaih).
Lantas apa yang dimaksud dengan mengencangkan kain bawahnya dalam hadits di atas?
Menurut Ibnu Baththal, maksudnya ialah Rasulullah SAW tidak menggauli istrinya.
Sedangkan yang dimaksud dengan membangunkan keluarganya adalah beliau menganjurkan dan mendorong keluarganya untuk melakukan mengingatkan keluarganya untuk melakukan amaliah sunah dan kebajikan lainya yang bukan fardhu.
وَقَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِىُّ : قَوْلُهُ : ( شَدَّ مِئْزَرَهُ ) فِى هَذَا الْحَدِيثِ يَعْنِى : لَمْ يَقْرَبِ النِّسَاءَ ، وَفِى قَوْلِهِ : ( أَيْقَظَ أَهْلَهُ ) مِنَ الْفِقْهِ أَنَّ لِلرَّجُلِ أَنْ يَحُضَّ أَهْلَهُ عَلَى عَمَلِ النَّوَافِلِ ، وَيَأْمُرَهُمْ بِغَيْرِ الْفَرَائِضِ مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ ، وَيَحْمِلَهُمْ عَلَيْهَا .
Artinya, “Sufyan Ats-Tsauri berkata maksud ‘mengencangkan kain atasnya’ dalam hadits di atas adalah Rasulullah SAW tidak melakukan hubungan badan dengan istrinya. Sedangkan pernyataan ‘Beliau (Nabi saw) membangunkan keluarganya’ dapat dipahami bahwa suami dianjurkan mendorong keluarganya untuk mengerjakan amalan sunah dan amal kebajikan lainya selain yang wajib serta menekankan kepada mereka untuk melakukan hal tersebut,” (Lihat Ibnu Baththal, Syarhu Shahihil Bukhari, Riyadl-Maktabah Ar-Rusyd, cet ke-2, 1423 H/2003 M, juz IV, halaman 159).
Lantas bagaimana yang dimaksud dengan Rasulullah SAW menghidupkan malamnya?
Apakah beribadah semalam suntuk sampai pagi?
Jawaban yang tersedia adalah Rasulullah SAW tidak tidur tetapi disibukkan dengan ibadah pada sebagian besar malam, bukan semalam suntuk sampai pagi.
Sebab, ada riwayat dari Aisyah RA yang menyatakan bahwa ia tidak pernah mengetahui Rasulullah SAW beribadah semalam penuh sampai pagi.
(وَأَحْيَا لَيْلَهُ) أَيْ تَرَكَ النَّوْمَ الَّذِي هُوَ أَخُو الْمَوتِ وَتَعَبَّدَ مُعْظَمَ اللَّيْلِ لَا كُلَّهُ بِقَرِينَةِ خَبَرِ عَائِشَةَ مَا عَلِمْتُهُ قَامَ لَيْلَةً حَتَّى الصَّبَاحِ
Artinya, “(dan menghidupkan malamnya) maksudnya adalah Rasulullah SAW tidak tidur di mana tidur adalah saudara kematian, dan beribadah pada sebagian besar malam bukan seluruhnya sebab ada riwayat dari Aisyah ra yang menyatakan: ‘Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah SAW melakukan ibadah satu malam penuh sampai pagi hari,’” (Lihat, Abdurrauf al-Munawi, Faidlul Qadir, Bairut-Darul Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1415 H/1994 M, juz V, halaman 168).
Dengan mengacu kepada penjelasan di atas maka setidaknya ada tiga amaliah yang bisa dilakukan.
Amaliah itu diharapkan dapat mempermudah kita untuk mendapatkan Lailatul Qadar, yaitu pada sepuluh akhir Ramadhan pertama, untuk sementara tidak melakukan hubungan suami-istri.
Kedua, meningkatkan intensitas beribadah terutama pada malam hari.
Ketiga, mendorong atau meminta keluarga untuk melakukan amaliah sunah dan amal kebajikan selain yang fardhu.
Itulah amalan yang dilakukan Rasulullah SAW di malam-malam terakhir ramadhan untuk 'menjemput' Lailatul Qadar.
Artikel ini dikutip dari NU Online : KLIK
Banjarmasinpost.co.id/noor masrida