Pasien Hanya Dilayani di IGD

Hari ini para dokter khususnya dokter kandungan berencana melakukan ‘mogok kerja’ secara nasional. Aksi serupa juga akan dilakukan sekitar

Editor: Eka Dinayanti

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Hari ini para dokter khususnya dokter kandungan berencana melakukan ‘mogok kerja’ secara nasional. Aksi serupa juga akan dilakukan sekitar 700 dokter di Kalsel.

Tak urung, aksi para ‘pahlawan kemanusiaan’ memunculkan polemik. Dikhawatirkan,pelayanan kesehatan untuk masyarakat bakal terganggu.

“Kami mohon maaf, tetapi perlu diingat pelayanan tetap ada di (instalasi) gawat darurat (IGD). Yang ‘turun’ juga tidak semua dokter,” ucap Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zainal Abidin di Jakarta, Selasa (26/11).

Aksi itu digelar sebagai bentuk solidaritas sekaligus penolakan putusan majelis hakim kasasi yang memvonis 10 bulan untuk tiga dokter di Manado, Sulut yakni Dewa Ayu Sasiary Prawan (38), Hendy Siagian (30) dan Hendry Simanjuntak (38). Mereka diduga melakukan malapraktik sehingga pasien bernama Julia Fransiska Makatey, meninggal saat melahirkan di RS Prof Kandow, Manado.

Saat ini Ayu dan Hendry sudah mendekam di Rutan Malendang. Sementara Hendy masih buron. Untuk Ayu, surat izin praktiknya terancam dicabut. “Kami berharap Mahkamah Agung (MA) mempercepat proses peninjauan kembali (PK). Kami berpendapat mereka tidak bersalah,” tegas Zainal.

Saat dihubungi, Ketua IDI Kalsel,  M Rudiansyah menegaskan, yang dilakukan para dokter pada hari ini, bukan mogok tetapi berkabung nasional. Para dokter akan tafakur dan berdiam diri di rumah masing-masing. Mereka juga diserukan mengenakan pita hitam di lengan kanan dan pin bertuliskan: Tolak Kriminalisasi Dokter.

Sikap serupa digelorakan Ketua IDI Banjarbaru-Banjar,  Atjo Adhmart. Dia menegaskan sekitar 200 dokter akan melakukan aksi di Bundaran Simpang Empat Banjarbaru selama satu jam. Pelayanan kesehatan akan dihentikan sementara. “Tetapi itu untuk kasus yang masih ditunda. Untuk yang sifatnya darurat, kami masih melayani,” tegasnya.

Di Kalteng, aksi digelar di halaman RS Doris Sylvanus Palangkaraya. Meski demikian, Direktur RS, Rian Tangkudung menjamin pelayanan tetap diberikan. “Saya menjamin aksi itu tidak mengganggu pelayanan.  Pasien dan masyarakat tidak perlu khawatir. Itu hanya aksi solidaritas saja,” ucap dia.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalsel, Achmad Rudiansyah menyerukan agar dokter yang bertugas di instansi pemerintah seperti puskemas dan RSUD tetap melaksanakan tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

“Kasihan masyarakat. Mereka sangat mengharapkan pelayanan dokter. Kami juga prihatin terhadap kriminalisasi terhadap dokter, aksi solidaritas juga sah-sah saja, tetapi jangan dilakukan di instansi pemerintah,” ucap dia.

Ada sanksi bagi dokter PNS yang ikut aksi? Dia menyerahkan soal itu kepada pimpinan masing-masing.

“Tentu ada  mekanisme yang mengatur dan pimpinan agar mengawasi anak buahnya,” kata Rudiansyah.

Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengingatkan agar para dokter tidak melupakan tugas mulianya.

“Aksi mogok harus dihormati. Tetapi jangan sampai menelantarkan pasien dan calon pasien karena itu berpotensi melanggar hak azasi manusia (HAM),” katanya.

Kritikan juga dilontarkan pengamat hukum dari Universitas Indonesia (UI) Gandjar Bondan. “Para dokter itu contoh orang terdidik bertindak tak mendidik. Ambil langkah hukum. Yang bersangkutan ajukan peninjauan kembali (PK).,” ujarnya.

Gandjar menilai aksi mogok itu sebagai wujud solidaritas yang salah, tidak proporsional, dan salah alamat. “Terlebih masyarakat jadi korban, kepentingan umum terabaikan. Pada prinsipnya tidak ada pekerjaan atau profesi yang tidak bisa dipidana atau kebal hukum,” tegas dia.

Meski mendapat kecaman, anggota majelis hakim kasasi kasus itu, Sofyan Sitompulbersikukuh vonis yang mereka berikan sudah tepat. “Sudah adil, sudah sesuai. Soal aksi dokter, no comment. Saya rasa tidak perlu mengomentari,” kata dia. Selain Sofyan, anggota majelis hakim adalah Dudu Duswara sementara ketuanya adalah Artidjo Alkostar.

Komisi Yudisial (KY) pun pasang badan terhadap vonis itu. Mereka menegaskan dokter bukanlah profesi kebal hukum sehingga bisa dipidana jika melakukan kelalaian. “Dokter, hakim, notaris atau profesi lainnya mungkin saja melakukan kelalaian dalam bertugas. Di luar negeri ada dokter dan perawat yang dipidana,” kata Komisioner KY, Taufiqurrahman Sahuri.

(wid/tur/has/han/tribunnews/tm/dtn/lp6)

Kronologi mogok terbatas dokter

- 10 April 2010: Julia Fransiska Makatey (25) yang hamil anak keduanya opname di RS Prof Kandow berdasar rujukan puskesmas. Saat ditu dia didiagnosis pada kondisi pembukaan dua (pihak keluarga menyebut sudah pembukaan delapan). Selang delapan jam kemudian, tidak ada perkembangan. Yang terjadi justru muncul tanda gawat janin yakni mekonium (bayi mengeluarkan feses). Diputuskan operasi sesar.  Saat sayatan pertama operasi dilakukan, pasien mengeluarkan darah berwarna kehitaman. Dokter menyatakan, itu adalah tanda bahwa pasien kurang oksigen. Operasi mengeluarkan bayi tetap dilakukan. Pascaoperasi, kondisi pasien terus memburuk. Sekitar 20 menit kemudian, pasien meninggal.

- 22 September 2011: Kasus bergulir ke ranah hukum. Namun, majelis hakim PN Manado menyatakan tiga terdakwa yakni Ayu, Hendy dan Hendry tidak bersalah. Mereka divonis bebas. Pasalnya, berdasar hasil autopsi, penyebab kematian pasien adalah terjadinya emboli udara, sehingga mengganggu peredaran darah yang sebelumnya tidak diketahui oleh dokter. Emboli udara atau gelembung udara ini berada di bilik kanan jantung pasien. Jaksa mengajukan kasasi.

- 18 September 2012: Majelis hakim kasasi menjatuhakn vonis 10 bulan untuk Ayu, Hendy dan Hendry. Mereka lantas dimasukkan ke daftar pencarian orang (DPO).

- 8 November 2013: Ayu dieksekusi di tempat praktiknya  RS Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan, Kaltim.

- 23 November 2013:  Hendry ditangkap pada 23 November 2013 di rumah kakeknya,  Siborong-borong, Sumut.

- 27 November 2013: Aksi mogok terbatas paad dokter berdasar seruan IDI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved