Selamat Datang Legislator Baru

KALIMAT ini tepat kita ucapkan kepada rekan-rekan anggota DPRD Kabupaten yang baru saja dilantik

Editor: Dheny Irwan Saputra

Oleh: Rifqynizamy Karsayuda

KALIMAT ini tepat kita ucapkan kepada rekan-rekan anggota DPRD Kabupaten yang baru saja dilantik beberapa waktu lalu. Dalam minggu-minggu ke depan, seluruh anggota DPRD Kabupaten/Kota yang belum melaksanakan prosesi serupa, juga akan menyusul. Caleg terpilih DPRD Provinsi Kalsel dijadwalkan akan dilantik pada 9 September 2014 mendatang.

Kita patut mengucapkan selamat kepada mereka, lantaran kontestasi Pemilu 9 April 2014 lalu tentu tak mudah. Selain jumlah partai politik peserta pemilu yang jumlahnya jauh mengecil dibanding Pemilu 2004 dan 2009, jumlah caleg dari parpol juga dibatasi jumlahnya berdasarkan jumlah kursi di daerah pemilihan setempat.

Kontestasi itu juga menjadi semakin rumit lantaran sistem pemilu kita menganut sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak.

Dalam konteks ini, saya pernah menulis di "Coretan Ketatanegaraan", bahwa sesama caleg dari parpol yang sama bukan hanya berposisi sebagai mitra peraup suara papol, melainkan juga sebagai lawan meraih suara terbanyak.

Uforia menjadi "pejabat" baru boleh jadi akan menghinggapi rekan-rekan kita yang baru dan akan dilantik ini. Uforia demikian adalah hal yang manusiawi, namun pada ranah yang lain tantangan legislator baru tidaklah mudah.

Stigma publik akan madulnya kinerja lembaga legislatif selama ini adalah tantangan yang tak kecil. Setiap legislator baru idelanya memiliki agenda perjuangan berdasarkan aspirasi konstituen di daerah pemilihannya dan persoalan daerah yang telah ia petakan.

Ruang perjuangan di DPRD untuk membentuk Perda, membahas dan menetapkan RAPBD, serta mengawasi kinerja eksekutif daerah adalah ruang yang amat signifikan untuk merealisasikan agenda perjuangan itu.

Penelitian yang pernah saya lakukan bersama rekan-rekan di Pusat Studi Ketatanegaraan dan Kebijakan Publik (PUSAKA PUBLIK) menyimpulkan, kinerja DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota di Kalsel dalam menjalankan fungsi legislasi masih amat lemah.

Indikator yang dilihat dalam penelitian yang digagas PUSAKA PUBLIK itu antara lain: komposisi Perda yang berasal dari masalah yang terkait dengan otonomi dan kebutuhan lokal dibanding dengan Perda yang merupakan kewajiban dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, jumlah perda yang dihasilkan, substansi Perda dan sejauhmana keterlibatan publik dalam pembentukan Perda.

Berdasarkan indikator-indikator itu, PUSAKA PUBLIK menyimpulkan sebagian besar Perda yang dibuat adalah Perda yang kehadirannya lantaran tuntutan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Untuk indikator ini angka 15% Perda yang hadir karena kebutuhan otonomi dan masalah-masalah khas lokal, sementara 85% nya merupakan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Begitupula dilihat dari jumlah Perda, rata-rata DPRD kita tak mampu memenuhi target dalam Program Legislasi Daerah yang ia susun sendiri. Kemampuan kinerjanya hanya pada kisaran 65%-80%. Itu artinya banyak raperda yang tak terbahas atau tak mampu ditetapkan menjadi Perda.

Hasil penelitian itu juga menemukan, bahwa banyak sekali substansi Perda yang dibuat secara serampangan. Keberadaan naskah akademik dalam penyusunan Perda, nampaknya tak dijadikan media yang serius untuk membedah persoalan sebelum Perda dibuat.

Kesan yang kami tangkap dari beberapa naskah akademik yang kami pelajar justru memperlihatkan bahwa naskah itu sendiri dibuat seadanya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved