Jenderal & Kancil
KENAIKAN harga Bahan Bakar Minyak (BBM) disikapi macam-macam. Ada yang panik, ada pula yang santai.
Oleh: Pramono BS
KENAIKAN harga Bahan Bakar Minyak (BBM) disikapi macam-macam. Ada yang panik, ada pula yang santai. Para elite politik di DPR bahkan sudah ancang-ancang untuk menjegal Presiden Joko Widodo (Jokowi)dengan mengajukan hak interpelasi.
Demo mahasiswa juga terjadi. Ini sudah seperti ritual manakala ada kenaikan harga BBM atau apa pun yang tidak sejalan dengan harapan mereka. Hanya kenaikan harga rokok yang tidak pernah didemo.
Ada pemandangan menarik yang ‘menjungkirbalikkan’ perlawanan mahasiswa terhadap kenaikan harga BBM. Masyarakat Makassar, Selasa lalu, beramai-ramai menyerbu demonstran yang turun ke jalan.
Perang batu terjadi di kampus Universitas Hasanuddin dan kampus-kampus lain akibat perlawanan rakyat. Rakyat tak kuat lagi melihat aksi mahasiswa yang setiap hari turun ke jalan untuk segala urusan.
Apalagi, demonya senantiasa diwarnai anarkisme dan merusak sarana umum. Serbuan masyarakat ini spontan, tidak ada yang mengomando dan tidak dibayar. Perlawanan ini menunjukkan rakyat tidak merasa terwakili oleh demo-demo tersebut.
Jokowi terlihat tegar menghadapi tekanan banyak pihak. Sudah lama negara ini terbelenggu oleh subsidi BBM yang kian membengkak. Selama lima tahun subsidi BBM mencapai Rp 714 triliun. Kontras dengan anggaran infrastruktur yang hanya Rp 570 triliun dan kesehatan hanya Rp 200 triliun.
Uang untuk subsidi BBM habis dibakar dan sebagian besar dimanfaatkan oleh mereka yang bermobil dan bermotor. Padahal kebijakan subsidi BBM sebenarnya diarahkan untuk rakyat miskin.
Sikap Jokowi harus dihargai, memperlihatkan dia bukan orang lemah. Dia menyatakan akan tegas dan keras jika untuk kepentingan rakyat. Menaikkan harga BBM adalah tugas berat dan penuh risiko, tapi dia berani melakukan.
Dia juga menegaskan siap pasang badan untuk tidak populer, tidak takut terhadap gempuran lawan politik yang sudah ancang- ancang untuk melengserkannya. Sebenarnya banyak pihak berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga BBM sebelum lengser agar tidak membebani pemerintah baru.
Tapi tampaknya dia ingin lengser dengan nyaman dan citra yang kuat sebagai presiden yang prorakyat. Menurut seorang pengamat, Yudhoyono yang berpesta dan Jokowi yang mencuci piring.
Indonesia kini menjadi pengimpor premium dan solar terbanyak di dunia. Impor membengkak karena produksi dalam negeri turun drastis. Tahun 1981 masih 1,6 juta barel per hari, sekarang kurang dari 800.000 barel. Padahal konsumsi minyak justru naik dari 390.000 barel/hari pada 1981 menjadi 1,6 juta barel/hari pada 2014 (Kompas 18/11/2014).
***
Urusan minyak ibarat benang yang kusut. Mafia ikut andil dalam carut marutnya tata niaga migas. Karenanya kita patut mengapresiasi upaya Menteri ESDM Sudirman Said yang akan membongkar kekusutan perminyakan ini dengan membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dipimpin ekonom Faisal Basri. “Sudah cukuplah main-mainnya,” kata Menteri ESDM menyindir.
Profil Faisal Basri tidak asing lagi. Dia dikenal jujur, sederhana dan kritis sehingga kita bisa berharap mafia migas bisa dilibas. “Mafianya ibarat ikan dalam akuarium yang airnya keruh, sulit dilihat,” kata Faisal.
Angka yang disodorkan Faisal Basri, seperti dikutip Kompas, cukup mencengangkan. Dari kebutuhan 1,6 juta barel per hari, sebanyak 700.000 barel dikuasai mafia. Kalau mengabil untung 2 dolar AS saja berarti keuntungannya 1,4 juta dolar AS per hari. Dana sebesar itu bisa untuk membeli kekuasaan mulai dari pemilihan pejabat paling bawah sampai pencapresan.
Jokowi pun memiliki proyek-proyek yang menurutnya bukan pencitraan saja, tapi riil. Misalnya Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Keluarga Sejahtera, tol laut, pembangunan waduk dan irigasi, pencetakan sawah baru untuk menuju swasembada pangan, peningkatan energi listrik, dan pemanfaatan gas yang berlimpah.
Itu semua memerlukan biaya. Padahal hampir satu triliun uang dibakar di jalan-jalan setiap hari. Berapa ribu kilometer jalan, sekolah, puskesmas, bendungan, pelabuhan dan kapal-kapal bisa dibangun?
Jokowi sudah menunjukkan keberaniannya dengan mengumumkan kenaikan harga BBM. Ini hal yang tidak pernah dilakukan presiden sebelumnya. Yudhoyono pernah mengumumkan tetapi saat menurunkan harga BBM menjelang pemilu presiden.
Jokowi bukan seorang jenderal tempur, dia hanya seekor kancil yang dengan kecerdikannya bisa menguasai hutan belantara yang banyak dihuni binatang buas. (*)