Menanti Bukti Denda Sampah

Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, mengatakan untuk mereka yang kedapatan membuang sampah sembarangan di jalan,

Editor: BPost Online
zoom-inlihat foto Menanti Bukti Denda Sampah
Tribun Jabar

PEMERINTAH Kota Bandung akhirnya benar-benar serius menegakkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (K3) di Kota Bandung. Mulai kemarin (1/12), Pemko memberlakukan denda bagi siapa saja, baik wisatawan maupun warga Kota Bandung, yang membuang sampah sembarangan.

Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, mengatakan untuk mereka yang kedapatan membuang sampah sembarangan di jalan, dendanya Rp 1 juta. Namun, mereka yang coba-coba buang sampah ke sungai, dendanya jauh lebih berat, Rp 50 juta! Adapun warga yang di rumahnya tidak menyediakan tempat sampah juga didenda, tapi Rp 250 ribu saja.

Sikap tegas pemko Bandung, sudah barang tentu patut diapresiasi. Ketegasan seperti ini memang sudah lama ditunggu, lantaran sekalipun semua orang tahu bahwa membuang sampah bukan pada tempatnya itu keliru, tak semua paham dan rela hati untuk berlaku tertib. Karena itulah, sanksi tegas barangkali memang jadi satu-satunya solusi.

Jauh sebelum denda soal sampah ini diberlakukan, sanksi tegas sebenarnya juga sempat diberlakukan pemko dalam masalah PKL. Kita tentu ingat, dulu pemko memberlakukan biaya paksa Rp 1 juta kepada para PKL yang tetap bandel berjualan di tempat terlarang, termasuk para pembeli. Sayang dalam pelaksanaannya, penegakkan sanksi yang sudah diatur dalam Perda Nomor 11 tahun 2005 tentang K3 ini kurang sukses karena pemko kekurangan SDM. Walhasil, sejumlah titik di daerah terlarang, tetap saja ramai PKL, kecuali sedang ada operasi. Denda Rp 1 juta terhadap para pembeli juga tak pernah lagi terdengar diterapkan. Satu-satunya pembeli yang pernah dijatuhi denda adalah seorang pendatang, tahun lalu. Itu pun bukan Rp 1 juta, melainkan hanya beberapa ratus ribu.

Kurang suksesnya penegakkan aturan dalam masalah PKL ini, tentu menjadi bahan kajian bagi Pemko Bandung sebelum berani kembali mengumumkan akan menegakkan denda pada masalah lainnya. Pemko tentu menyadari bahwa menegakkan perda, jumlah personel Satpol PP yang hanya 150-an orang harus ditambah. Sebab dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang harus diawasi, idealnya jumlah personel Satpol PP tak kurang dari 950-an orang.

Namun, untuk menambah personel hingga enam atau tujuh kali lipat, tentu bukan persoalan mudah. Karena itu, solusi yang paling mungkin diambil adalah semacam pelimpahan wewenang pada aparat kewilayahan. Dan, rupanya solusi inilah yang kemudian dipilih Ridwan Kamil.

Agar penegakkan aturan denda untuk para pembuang sampah sembarangan ini berjalan sebagaimana yang diharapkan, pemko membentuk semacam “petugas khusus” yang kemudian diberi nama Prabu, kependekan dari pahlawan urang Bandung. Prabu bertugas melakukan pengawasan langsung, dan operasi tangkap tangan.

Anggota Prabu terdiri dari sejumlah elemen masyarakat mulai dari golongan usia muda hingga dewasa. Anggotanya mulai tingkat SD, SMP SMA hingga perguruan tinggi. Dari tingkat kewilayahan, unsur linmas-lah yang menjadi ujung tombak. Merekalah yang dikerahkan, termasuk nongkrong di tepi sungai sedari subuh, untuk menegur dan menangkap tangan masyarakat yang masih berani mencoba-coba membuang sampah sembarangan.

Namun, agar pemberlakuan aturan ini berhasil mendatangkan efek jera, pemerintah harus memberikan bukti. Setiap hari, sejak aturan ini diberlakukan, harus ada pelanggar yang ditangkap dan dijatuhi denda di sejumlah wilayah berbeda. Sebab, bagi masyarakat biasa, denda Rp 50 ribu pun akan cukup membuat kapok jika memang sungguh-sungguh terbukti diberlakukan.  (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Akhir Bahagia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved