Kalah dari Pencopet

SETELAH sekian puluh tahun kita diceraiberaikan oleh perbedaan kepentingan, kini ibarat tersentak, bahkan hampir tidak percaya.

Editor: Dheny Irwan Saputra
zoom-inlihat foto Kalah dari Pencopet
dokbpost
H Pramono BS

Oleh: Pramono BS

SETELAH sekian puluh tahun kita diceraiberaikan oleh perbedaan kepentingan, kini ibarat tersentak, bahkan hampir tidak percaya.

Musibah jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 telah menyadarkan kita akan arti kebersamaan. Pencarian besar-besaran oleh Basarnas, TNI/Polri, dan masyarakat langsung dilakukan sejak terbetik kabar putusnya kontak antara pilot pesawat dan menara pengawas.

Bahkan, lembaga SKK Migas tidak ketinggalan. Mereka mengirim dua kapal tanker ke lokasi untuk suplai bahan bakar bagi kapal-kapal penolong. Luar biasa.

Bukan itu saja, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga turun tangan meski saat itu masih berada di Papua. Dia menunjuk Wapres Jusuf Kalla sebagai ketua tim pencarian yang mengoordinasikan semua unsur.

Jokowi juga lantas terbang ke Surabaya untuk meninjau pelaksanaan evakuasi dan menemui keluarga korban. Terasa sekali ada kehadiran negara dalam situasi yang sangat menyedihkan ini. Ada suasana kebatinan yang tidak pernah terbayangkan.

Kebersamaan itu membuktikan ampuhnya gotong royong yang sudah mulai luntur. Gotong royong adalah ciri khas kebersamaan bangsa, tidak hanya di level terbawah tapi juga di level atas.

Negeri ini sudah lama terasa kering dari rasa persaudaraan, kegotongroyongan dan kebersamaan antara pemerintah dan rakyat. Rakyat tidak peduli terhadap omongan pemerintah karena banyak yang tidak sesuai kenyataan.

Pemerintah semakin jauh, tidak pernah terasa kehadirannya pada saat-saat rakyat membutuhkan. Antarinstansi pemerintah saling menonjolkan egonya. Seperti gubernur zaman sekarang yang kesulitan  mengendalikan bupati/wali kota.

Diakui atau tidak, kepentingan politik telah melahirkan suasana seperti itu. Pemilihan kepala daerah melahirkan permusuhan antarpendukung. Sedikit saja ada benturan terjadi gesekan antarkelompok, antarkampung, bahkan antarpemerintah daerah yang berebut tapal batas. Tidak ada kebersamaan lagi.

Rivalitas antarkelompok di DPR juga telah menyeret munculnya rivalitas antara pemerintah dan DPR. Mereka tidak membentuk wadah yang bisa melahirkan kebersamaan pandangan soal kebangsaan tapi justru perpecahan seperti Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Karena KMP memiliki suara mayoritas di DPR maka DPR terkesan menjadi lawan pemerintah yang didukung KIH. Apapun yang dilakukan pemerintah sedapat mungkin dijegal.

Baru saja anggota DPR Fraksi Golkar Bambang Soesatyo mengritik pemerintah yang tidak mau berkoordinasi dengan DPR menyangkut berbagai rencananya. Katanya, segala langkah besar yang akan dilakukan pemerintah tidak akan bisa berjalan tanpa mendapat persetujuan DPR. Jadi siap-siap saja RAPBN 2015 Perubahan ditolak. Mengapa dia tidak mengoreksi diri, apa yang telah menyebabkan DPR tidak berfungsi?

***

Itulah potret kita, gambaran bangsa ini. Bangsa yang masih mengutamakan dendam daripada damai, masih mengutamakan kepentingankelompok daripada kepentingan bangsa, masih mengutamakan perutnya sendiri daripada memikirkan kemelaratan rakyat.

Nelayan menangis karena ikannya dikuras pencuri asing yang bebas merajalela. Baru sekarang ada perintah menenggelamkan kapal pencuri ikan dari presiden.

Petani juga menangis setiap panen harga jatuh, setiap paceklik mereka yang menanam padi justru kelaparan duluan. Petani tebu menangis karena gulanya tidak terserap pasar akibat permainan pengusaha gula rafinasi yang menjual gula mentah itu ke pasar dengan harga murah, padahal seharusnya hanya untuk industri makanan dan minuman. Gula rafinasi didapat dari impor yang di salahgunakan, mestinya tidak boleh dikonsumsi secara langsung.

Pedagang kecil sekarang kesulitan meningkatkan usahanya, warung-warung kecil tutup karena kalah dari  minimarket atau swalayan yang menjamur sampai ke kampung-kampung.

Zaman dulu, pencopet punya ‘kode etik’ yakniambil dompetnya tapi jangan sentuh orangnya. Sekarang dua-duanya diambil, ya nyawa ya harta. Korupsi nggak tanggung-tanggung, seperti kapal keruk, semua disabet. Bibit sapi sampai dagingnya dikorupsi, impor garam dipalak, segala jenis impor, dan bahan bakar minyak (BBM) dipermainkan.

Rakyat berharap pada 2015 ini bisa dihadirkan kehidupan yang lebih nyaman. Rakyat telah menunjukkan keinginannya untuk mendapatkan seorang pemimpin pembaharu yang tidak hanya duduk di kursi tapi dekat dengan rakyat, trengginas dan jujur.

Masak kita mau kalah dari pencopet yang masih punya rasa kebersamaan. Kalau kita mau apapun bisa, contoh kecilnya penanganan musibah AirAsia. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Akhir Bahagia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved