Ditemukan Kerugian Rp 285,78 miliar di 68 Daerah
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Harry Azhar Azis mengungkapkan dalam
Penulis: | Editor: Eka Dinayanti
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Harry Azhar Azis mengungkapkan dalam pemeriksaan atas laporan keuangan pemetintah daerah, BPK menemukan antara lain ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian daerah senilai Rp285,78 miliar di 68 pemerintah daerah.
"Kerugian tersebut karena bekerja tidak sesuai ketentuan, kekurangan volume pekerjaan dan kelebihan pembayaran dalam belanja modal, serta biaya perjalanan dinas dan pembayaran honorium melebihi standar," kata Harry Azhar saat menyerahkan Ikhtira Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2014 kepada DPD RI.
DPD RI mengadakan sidang paripurna luar biasa dipimpin Ketua DPD Irman Gusman didampingi Wakil Ketua Farouk Muhammad dan GKR Hemes, Rabu (8/4).
Menurut Harry, masalah tersebut antara lain, pencairan rekening kas daerah tahun 2013 tanpa menggunakan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) senilai Rp 36 miliar di kabupaten Memberanom Raya dan pengeluaran belanja barang dan jasa tidak sesuai ketentuan senilai Rp8 miliar di Sulawesi Utara.
BPK juga menemukan potensi kerugian daerah senilai Rp 1,29 tiliriun yang terjadi di 43 pemerintah daerah karena aset berupa mesin peralatan, dan aset lainnya tidak diketahui keberadaannya.
"Dalam masalah ini, kota Palangkaraya mengalami potensi kerugian besar senilai Rp 1,18 triliun," ujarnya.
Dalam Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT), BPK menemukan masalah dalam pengelolaan pendapatan daerah, terdapat kekurangan penerimaan di 27 pemerintah daerah senilai R0 132,23 miliar, meliputi antara lain penerimaan negara/daerah yang belum diterima/disetor ke kas negara/daerah dan pengenaan tarif pajak/pendapatan negara bukan pajak yang lebih rendah dari ketentuan, jelasnya.
Dalam pengelolaan belanja daerah, BPK menemukan antara lain kekurangan volume pekerjaan, kelebihan pembayaran, belanja tidak sesuai dengan ketentuan dan spesifikasi barang tidak sesuai dengan kontrak senilai Rp275,52 miliar.
Dari pemeriksaan atas pengelolaan BPD dan BPR, BPK menemukan proses kredit tanpa didukung analisis kredit yang memadai. Ada pinjaman yang nilai agunannya dibawah nilai pinjaman, jaminan tidak disertai dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan dana pinjaman digunakan tidak sesuai dengan perjanjian.
Hal ini mengakibatkan potensi kerugian BPD dan BPR senilai Rp151,80 miliar.
Ditambahkan, hasil pemeriksaan dalam kinerja atas penyediaan air bersih di 103 pemerintah daerah, BPK menyimpulkan pada umumnya penyediaan air bersih melalui PDAM pada pemerintah daerah belum mencapai target.
Masalah yang perlu menjadi perhatian antara lain, pemerintah daerah belum menetapkan kebijakan dan strategi (Jakstra) pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) dalam bentuk dokumen yang ditetapkan.
Dalam peraturan daerah PDAM belum memiliki data base pelanggan yang akurat dan mutakhir. pemerintah daerah tidak melakukan fit and proper test dalam perekrutan calon direksi PDAM dan upaya menurunkan tingkat kehilangan air belum dilaksanakan dengan baik, jelas ketua BPK itu.