Revisi UU Pilkada dan Parpol Dicurigai untuk Gagalkan Pilkada Serentak

Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dan UU Partai Politik dicurigai sebagai upaya untuk menggagalkan pilkada serentak

Editor: Eka Dinayanti
kompas.com
ilustrasi 

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dan UU Partai Politik dicurigai sebagai upaya untuk menggagalkan pilkada serentak yang rencananya digelar pada Desember tahun ini. Revisi ini dinilai akan menghambat pelaksanaan pilkada serentak yang rangkaiannya dimulai Juni mendatang.

Pada Juni nanti, Komisi Pemilihan Umum dijadwalkan membuka pendaftaran calon kepala daerah oleh partai politik. "Saya agak curiga revisi UU Pilkada adalah bagian untuk gagalkan pilkada serentak, kalau sesuai jadwal, Juni sudah berjalan. Karena lama-lama ini diundur lagi jadi Juli karena enggak ada kepastian di DPR," kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jerry Sumampouw di Jakarta, Rabu (13/5/2015).

Menurut Jerry, keputusan DPR yang membuat panitia kerja revisi dua undang-undang tersebut akan menjadikan persoalan lebih panjang. Apalagi jika ada anggota fraksi yang tidak memahami isu pilkada namun ditempatkan sebagai anggota panja.

"Lalu prosesnya akan lama, lalu muncul rekomendasi panja, partai yang ikut sesuai pengadilan terakhir yang tidak sesuai dengan undang-undang. Betapa pun salahnya SK Kemenkumham, tapi yang harus diacu sebagai kepengurusan yang sah adalah SK Kemenkumham meskipun salah, sejauh belum ada yang gugat dan batalkan putusan ini," tutur dia.

Tak hanya sampai disitu, revisi undang-undang juga memerlukan persetujuan pemerintah. Jerry ragu pemerintah akan menyetujui revisi UU yang disinyalir mengakomodasi kepentingan satu kubu partai politik tersebut.

"Usulan revisi akan mbuat pilkada serentak gagal karena tidak ada kepastian regulasi, kelihatannya DPR agak enggan bahas ini karena KPU lebih ikuti undang-undang ketimbang DPR," sambung Jerry.

Sebelumnya, KPU telah menyetujui draf peraturan KPU mengenai parpol yang bersengketa. KPU memberikan syarat untuk parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada.

Pada rapat antara pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU, dan Kemendagri, Senin (4/5/2015) lalu, DPR meminta KPU untuk menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada. (Baca: PDI-P Tolak Revisi UU Jika untuk Layani Golkar-PPP yang Berkelahi)

Namun, KPU menolak karena tidak ada payung hukum yang mengatur hal itu. Akhirnya, DPR sepakat untuk merevisi UU Parpol dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved