Radikalisme Akan Tetap Ada Selama Adanya Ketidakadilan

Prihatin dengan maraknya agama dijadikan sebagai komoditi politik dan radikalisme, Senin (29/6/2015), diadakan diskusi antar iman

Penulis: Milna Sari | Editor: Eka Dinayanti
banjarmasinpost.co.id/milna
dialog antar umat beragama 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Prihatin dengan maraknya agama dijadikan sebagai komoditi politik dan radikalisme, Senin (29/6/2015), diadakan diskusi antar iman mengenai agama di ruang publik tentang menjawab teror ISIS dan pencitraan pilkada di Aula Sasana Sehati, Gereja Katedral, Banjarmasin.

Hadir tiga tokoh lintas agama, yaitu dari Katolik, Prof Frans Magnis Suseno, dari Kristen, Pendeta Uwe Hummel, dan Guru Besar IAIN Antasari, Prof H Mujibburahman.

Bukan cuma dihadiri umat katolik, diskusi ini juga dihadiri umat muslim Banjarmasin, dan umat beragama lain.

"Dengan adanya buka bersama dan diskusi ini menunjukkan kerukunan umat beragama," ujar Frans Magnis Suseno.

Menurutnya extrem fanatik, berawal dari kemuakan masyarakat terhadap perkembangan. Oleh karena itu muncullah keinginan untuk mencari sesuatu yang keras atau radikal.

"Kalau negara ini tidak membuat kecewa, tidak membikin malu, dan tidak korup, tidak akan muncul pergerakan itu. "Saya yakin orang yang memiliki keinginan untuk membangun Indonesia tidak akan menjadi radikal," tegasnya.

Setuju dengan pendapat tersebut, narasumber dari Islam, Mujiburrahman mengatakan radikalisme berasal dari politik. Menurutnya ISIS berasal dari kepentingan politik, bukan dari agama.

"Selama adanya ketidakadilan, globalisasi, maka gerakan ektrimisme ini akan terus ada, bisa dari ideologi sekuler bisa juga mengatasnamakan agama," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved