Jelajahi Rumah Adat Banjar di Teluk Selong Ulu
Kedua rumah ini masih dihuni pemiliknya dan masih tampak terawat dengan baik kendati usianya sudah ratusan tahun.
Penulis: Yayu Fathilal | Editor: Yamani Ramlan
Ada berbagai batu berharga seperti safir, kecubung, akik dan red borneo yang dijualnya antara Rp 50.000 hingga Rp 100.000. Ada juga kaus Banjar seharga Rp 50.000 hingga Rp 60.000, tas bermotif arguci khas Banjar dijualnya Rp 50.000 hingga Rp 60.000, tempat tisu berbahan kain sasirangan Rp 25.000, dompet manik Rp 15.000, dan berbagai minuman ringan.
Di dekat kios kecil ini juga ada foto-foto keluarga penghuninya dan silsilah keturunan mereka.
Rumah bertipe ini, dalam adat Banjar biasanya dihuni oleh orang-orang terpandang seperti bangsawan atau saudagar kaya.
Seperti HM Arif, sang pemilik awal rumah ini, dulu adalah seorang saudagar kaya di kampungnya ini. Dulu dia pedagang berlian yang berniaga hingga ke Singapura, India dan Jerman. Tak heran jika kemudian dia bisa memiliki rumah bertipe ini.
Rumah adat ini masih satu halaman dengan rumah adat yang satu lagi, yaitu Gajah Baliku. Posisinya berbelakangan saja, dengan rumah Gajah Baliku di bagian depan.
Pemilik rumah adat Gajah Baliku ini juga masih keturunan HM Arif dan Hj Fatimah, yaitu keponakan Fauziah. Sayangnya, rumah itu sedang kosong ditinggal penghuninya mudik lebaran ke Kalimantan Tengah sehingga tak bisa ikut melihat-lihat ke dalamnya. Pun dengan beberapa turis yang sedang berkunjung kala itu.
Salah satu pengunjung, Fahrozi dari Solo, Jawa Tengah mengaku senang bisa ke lokasi rumah adat Banjar ini. Sebagai orang Jawa, dia jadi lebih mengetahui seperti apa rumah adat Banjar, khususnya yang bertipe Bubungan Tinggi.
Pengunjung lainnya, Ning Maslihah juga dari Solo, tampak terpesona dengan perabotan bernama tantaran di dekat tempat tidur tadi.
"Jadi tahu saja itu apa, ternyata buat tempat menggantungkan baju bagi pengantin barunya orang Banjar ya," komentarnya.
Budiman dari Martapura, baru kali pertama ke rumah adat ini. Walau rumahnya dekat dengan lokasi ini, dia mengaku baru mengetahui secara detil interior rumah adat Banjar ini saat berkunjung kemari.
"Kalau rumah Bubungan Tinggi saya sudah tahu dari dulu, tetapi untuk detil ruangannya seperti apa, bentuk dapurnya, ruang tamunya, ranjang pengantinnya, dan sebagainya, baru tahu sekarang," akunya.
Rumah-rumah adat Banjar ini sangat dikenal di Kabupaten Banjar. Tak susah mencarinya, karena lokasi ini dijadikan tujuan wisata oleh Pemerintah Kabupaten Banjar dan posisinya pun di tepi jalan.
Kedua rumah ini tampak mencolok perbedaannya karena dipagari kayu ulin dan halamannya disemen. Sekilas tampak seperti museum, namun sebenarnya rumah adat yang masih didiami penghuninya.
Kondisinya, walau terawat, namun ketika memasuki area halamannya, pengunjung harus berhati-hati, sebab jalannya ada yang rusak dan berlubang. Beberapa bagian pagarnya pun ada yang hilang dan patah.
Masuk ke lokasi wisata ini gratis. Pengunjung juga tak dipungut biaya parkir. Pemiliknya hanya menyediakan sebuah kotak sumbangan di bagian depan rumah bagi pengunjung yang ingin menyumbang uang secara sukarela untuk perawatan rumah tua ini.