Di Balik Cerita “Sarang Narkoba”
Dulu Gang Jemaah Dikenal Sebagai Kawasan Bong
Sejumpah penangkapan kepolisian maupun BNN terhadap pemakai, kurir hingga bandar narkoba, sering berujung pada lokasi Gang Jemaah 2.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Gang Jemaah 2. Bagi masyarakat Banjarmasin, gang yang berada di Kelurahan Pekauman, Banjarmasin, Selatan, Kalsel, ini selalu diidentikkan dengan sarang narkoba .
Beberapa kali penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian maupun BNN terhadap pemakai, kurir hingga bandar narkoba, sering berujung pada lokasi Gang Jemaah 2, sebagai tempat tinggal alias alamat si pelakunya.
Sejumlah nama yang cukup populer terkait narkoba mungkin masih lekat dalam ingatan kita. Sebut saja nama Udin Coro, salah satu bandar narkoba yang pernah ditangkap sekitar awal 2000-an.

banjarmasinpost.co.id/apunk
Petugas mengerahkan anjing pelacak narkoba saat penggerebekan di Gang Jemaah, Pekauman, Banjarmasin, Kamis (3/3/2016)
Kemudian tiga kakak beradik, Aman, Alan, Yuni, dikenal sebagai bandar narkoba yang cukup licin. Bahkan, nama Aman alias Aman Bisul termasuk dalam jaringan narkoba internasional.
Dalam hal dunia kriminalitas, kawasan Gang Jemaah 2 sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Jauh sebelum 'terkenal' sebagai sarang narkoba, kawasan itu sudah terkenal dengan berbagai tindak kriminalitas, mulai copet, mabuk-mabukan (minuman keras), pencurian, premanisme, prostitusi, dan perjudian.
Namun, dari sejumlah jenis kriminalitas tersebut, yang paling terkenal di kawasan ini adalah perjudian.
Jauh sebelum narkoba marak, tepatnya sekitar 1970-an hingga 1990-an perjudian di kawasan ini sangat terkenal. Saat itu orang belum mengenal nama Jemaah 2. Kawasan itu lebih dikenal dengan sebutan 'Bong'.
Nama Bong sendiri ada sejarahnya. Kawasan itu dulunya banyak makam milik warga keturunan Tionghoa. Bong merupakan sebutan untuk makam warga Tionghoa.

banjarmasinpost.co.id/apunk
Petugas bersenjata berjaga di Gang Jemaah saat penggerebekan, Kamis (3/3/2016)
Sekitar 1980-an kuburan Cina yang masih tersisa di kawasan Gang Jemaah hanya sekitar 5 buah. Itupun letaknya terpisah-pisah. Kuburan itu pun sudah tidak jelas lagi bentuknya. Yang tersisa hanya berupa lantai semen berukuran 1,5 x 2 meter setinggi setengah meter.
Di atas bekas kuburan Cina itu lah kadang menjadi tempat orang untuk membuka lapak judi. Kala itu, judi yang marak adalah main kartu remi atau 41, dan dum-duman (domino), buntut (sekarang togel), kartu cheki.
Kala itu, perjudian bukan hal aneh di sini. Dari mulai anak-anak hingga orangtua seakan sudah terbiasa melakukan perjudian. Untuk taruhan besar, biasanya para penjudi memilih tempat tertutup, seperti rumah-rumah warga (tidak semua rumah warga bisa digunakan).
Sedangkan untuk taruhan kecil, biasanya lebih banyak dilakoni oleh anak-anak yang dilakukan dilakukan di pelataran rumah. Biasanya, awalnya mereka memakai kelereng sebagai taruhan. Tapi, ujungnya tetap menggunakan uang.
Dalam menggunakan rumah untuk berjudi, termasuk pelataran, biasanya ada sewa yang dikenal dengan istilah 'cokan'. Sistemnya, siapa yang menang dalam satu putaran harus membayar sejumlah uang kepada pemilik rumah. Jumlahnya biasanya tidak banyak, paling besar sekitar 5 persen dari jumlah uang yang dimenangkan.
