Waduh Kenapa? Artis Sophia Latjuba Sebut Perusahaan Susu Sapi Bohongi Publik
Postingan mengejutkan di akun instagram Sophia Latjuba. Kali ini, Sophia memposting mengenai susu sapi.
Penulis: Restudia | Editor: Ernawati
BANJARMASINPOST.CO.ID - Postingan mengejutkan di akun instagram Sophia Latjuba. Kali ini, Sophia memposting mengenai susu sapi.
Dalam postingannya perempuan yang dikabarkan dekat dengan Ariel NOAH ini mengungkapkan bahayanya mengonsumsi susu sapi.
Sophia menuliskan jika susu sapi bukan untuk manusia, susu sapi hanya pantas untuk dikonsumsi oleh anak sapi.
"Bahayanya susu sapi. Susu sapi ya hanya untuk anak sapi, bukan untuk manusia."
Ibu dua anak ini juga mengaku bingung dengan perusahaan susu yang menggaungkan susu sebagai pencegah osteoporosis.
Menurutnya hal tersebut pembohongan publik karena sebetulnya kandungannya yang berbahaya.
Sebab sapi diambil susunya dalam keadaan sangat stres, karena diperah secara terus-menenus.
"Bingung dengan perusahaan2 susu yg membohongi publik mengatakan susu sapi mencegah osteoporosis. Justru sebaliknya! Susu penuh dgn antibiotik, white blood cells, hormon termasuk steroid, hypothalamic dan thyroid (krn sapi sangat stress pd saat produksi susu), nanah yg keluar dari puting sapi saat diperah dll. Belum lagi penderitaan si sapi saat diperah susunya secara paksa dan terus2an. Be smart and know what you consume. http://www.globalhealingcenter.com/natural-health/dangers-of-cows-milk/," tulis Sophia.

Lalu apa benarkah susu sapi berbahaya? Berdasarkan penelusuran BPost Online, pembahasan mengenai bahayanya susu sapi sejak tahun 2000an.
Dilansir Kompas.com, pembahasan mengenai susu sapi berbahaya dari buku best seller berjudul The Miracle of Enzyme karangan Dr Hiromi Shinya.
Didukung dengan pendapat seorang Guru Besar Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr Waloejo Soerjodibroto.
Ia mengatakan meski belum membaca buku itu sempat menyatakan bahwa pendapat tersebut masuk akal.
Pendapat Hiromi Shinya tersebut sangat kontroversial dan menyesatkan, karena tidak berdasarkan fakta ilmiah dan penelitian, tetapi hanya berdasarkan opini atas pengalaman pribadi.
Namun hingga saat ini dalam pubmed online atau jurnal ilmiah kedokteran yang diakui dan berkualitas di dunia internasional ternyata tidak ada satupun penelitian atas nama Hiromi Shinya
Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia betina.
Susu sapi diolah menjadi berbagai produk seperti mentega, yogurt, es krim, keju, susu kental manis, susu bubuk dan lain-lainnya untuk konsumsi manusia.
Dewasa ini, susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. Untuk umur produktif, susu membantu pertumbuhan mereka.
Untuk orang lanjut usia, susu membantu menopang tulang agar tidak keropos. Susu mengandung banyak vitamin dan protein.
Secara alamiah susu sapi segar telah mengandung sejumlah vitamin, mineral, laktosa (gula susu), asam lemak esensial (asam linoleat dan asam linolenat),
asam amino esensial (triptophan, tirosin), sphingomyelin, laktoferin, serta prebiotik galakto-oligosakarida (GOS) dengan komposisi yang lengkap.
Mengingat khasiat dan kandungan gizinya yang sangat lengkap, susu dikelompokkan sebagai pangan fungsional (functional food).
Dan sebagai pangan fungsional, susu dapat dikonsumsi tanpa batas karena tidak menimbulkan bahaya apapun.
Namun demikian, dalam konsep gizi seimbang, seseorang dianjurkan minum susu sebanyak 2-3 gelas sehari atau setara dengan 500-750ml susu cair.
Kontroversi Hiromi
Dr. Hiromi Shinya adalah seorang ahli bedah gastroenterologi dari Albert Einstein College of Medicine.
Penulisan buku The Miracle of Enzyme ternyata diilhami oleh pengalaman seorang anaknya yang mengalami gangguan saluran cerna yang diperberat oleh susu sapi.
Demikian juga hal ini ditemukan pada sebagian pasien yang dioperasinya.
Dr Hiromi Shinya mengemukakan dampak bahaya susu sapi dapat menimbulkan osteoporosis, luka di usu, polip usus, gangguan enzym, dan berbagai gangguan lainnya.
Sehingga dia tidak merekomendasikan untuk minum susu jangka panjang.
Meski hanya berdasarkan pengalaman pribadi, bila disimak opini tersebut memang mungkin tidak salah.
Tetapi sebenarnya gangguan itu hanya bisa terjadi pada penderita alergi dan hipersensitifitas saluran cerna.
Tetapi tidak akan terjadi pada individu yang sehat. Pada penderita alergi dan hipersensitivitas saluran cerna bila mengkonsumsi susu sapi bisa menganggu berbagai fungsi saluran cerna termasuk ensim pencernaan.
Bahkan dalam penelitian ilmiah yang termuat dalam pubmed dan jurnal ilmiah lainnya menyebutkan bahwa alergi susu sapi bisa berdampak pada kulit, saluran cerna, saluran napas dan berbagai gangguan organ tubuh lainnya.
Reaksi akut (jangka pendek) yang sering terjadi adalah gatal dan anafilaksis seperti bengkak pada bibir, syok, pingsan dengan tensi dan tekanan darah turun.
Sedangkan reaksi kronis (jangka panjang) yang terjadi adalah asma, dermatitis (eksim kulit) dan gangguan saluran cerna.
Pada bayi bisa berdampak colic, gastroesophageal reflux, dan konstipasi (Sulit BAB) berkepanjangan.
Beberapa penelitian lainnya menyebutkan alergi makanan termasuk susu sapi dapat mengganggu perilaku anak seperti gangguan tidur, hiperaktif, gangguan emosi, gangguan konsentrasi, dan memperberat gejala autis.
Tetapi, dampak tersebut hanya bisa timbul pada individu yang mengalami alergi atau intoleransi makanan.
Pada anak sehat atau manusia sehat lainnya tidak berdampak yang ditakutkan. Jadi, pendapat susu sapi membuat berbagai dampak yang mengganggu tidak dapat digenerelisasikan.
Artinya pada kelompok anak tertentu bisa mengganggu berbegai organ tubuh tetap pada sebagian besar anak sehat tidak akan mengganggu bahkan susu sangat bagus kandungan gizinya.
Gangguan yang disebutkan Hiromi tersebut bukan saja disebabkan bukan hanya oleh susu sapi tetapi juga alergi makanan lainnya seperti coklat, kacang, buah tertentu, ikan laut dan sebagainya.
Bila asumsi Hiromi itu digunakan maka coklat, kacang, buah tertentu, ikan laut juga berbahaya bagi kesehatan dan tidak layak untuk dikonsumsi untuk manusia sehat lainnya.
Kontroversi ini juga ditunggangi kepentingan bisnis lainnya. Para oknum pebisnis susu kambing pun memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang keburukan susu sapi. S
usu kambing dianggap sebagai menyembuhkan alergi dan dianggap lebih baik dan dapat untuk pengganti pada anak penderita alergi susu sapi. Memang mungkin saja vitamin susu sapi dan susu kambing tidak jauh berbeda, tetapi kandungan protein penyebab alergi juga tidak jauh berbeda.
Bila penderita mengalami alergi susu sapi tidak bisa diganti susu kambing. Bila penderita alergi susu sapi tidak terganggu dengan susu kambing, maka kebenaran diagnosis alergi susu sapi sebelumnya patut dipertanyakan kebenarannya.
Tetapi memang benar bila seseorang mengalami alergi susu sapi, intoleransi susu sapi, gangguan metabolik, penderita autuism atau gangguan hipersensitif saluran cerna lainnya maka sebaiknya menghindari susu sapi dan mencari alternatif penggantinya.
Tetapi sayangnya, saat ini terdapat kecenderungan berlebihan dalam mendiagnosis alergi susu sapi. Hampir semua anak mengalami gejala alergi langsung divonis sebagai alergi susu sapi padahal belum tentu benar.
Bahkan menurut penelitian di beberapa negara di dunia, prevalensi alergi susu sapi pada anak dalam tahun pertama kehidupan hanya sekitar 2%. Sekitar 1-7% bayi pada umumnya menderita alergi terhadap protein yang terdapat dalam susu sapi.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/sophia-latjuba_20160411_113117.jpg)