Pembangunan Mal Podomoro Land Balikpapan Didemo Warga
Sejumlah masyarakat yang mengatasnamakan warga RT 05 dan RT 06, Kelurahan Klandasan Ilir, Kecamatan Balikpapan Kota, melakukan aksi protes
BANJARMASINPOST.CO.ID, BALIKPAPAN - Sejumlah masyarakat yang mengatasnamakan warga RT 05 dan RT 06, Kelurahan Klandasan Ilir, Kecamatan Balikpapan Kota, melakukan aksi protes pembangunan mal.
Pantauan Tribunkaltim.co Jumat (20/5/2016), pada pukul 23.00 Wita, aksi protes tersebut dilampiaskan di pinggir jalan besar Jalan Jenderal Sudirman, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
Hampir ada puluhan warga yang turun ke jalan, yang sebagian besar adalah orang dewasa baik itu wanita maupun pria. Polisi-polisi dari kesatuan Polres Balikpapan menjaganya.
Saat ditemui Tribunkaltim.co, Suhartono Ketua RT 05, yang mewakili warga menjelaskan, sudah tiga tahun warga terganggu dengan keberadaan pembangunan mal perbelanjaan yang digarap PT Agung Podomoro Land (APL) dan PT Pandega Citraniaga.
"Warga selalu kena bising pengerjaan proyek setiap hari sampai malam dini hari masih berisik. Jalan kami juga sering berdebu," ungkap pria berkacamata ini.
Ketika Tribunkaltim.co menyusuri proyek pembangunan itu, pada pukul 23.30 Wita, gedung garapan PT Agung Podomoro Land dan PT Pandega Citraniaga sedang tidak melakukan aktivitas kerja.
Lokasinya ada di seputaran area komplek belakang Plaza Balikpapan Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Klandasan Ilir, Kota Balikpapan.
Tampak di bangunan ini sudah ada papan informasi bahwa pembangunan ini sudah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sejak 28 Mei 2014.
Di lokasi, ketika ditemui Tribunkaltim.co, Yayuk, Manager Legal PT Agung Podomoro Land dan PT Pandega Citraniaga menjelaskan, pengerjaan proyek sudah dilakukan di lokasi yang ditentukan, tidak sampai ke batas permukiman warga.
"Jaraknya tidak terlalu dekat, masa terdengar sampai rumah? Kami tidak lagi lakukan pemasangan tiang pemancang. Tidak berisik," tuturnya.
Menanggapi hal itu, Lurah Klandasan Ilir Tarzo, menjelaskan, persoalan polemik warga dengan pengembang sudah berlangsung lama.
Pernah juga dilakukan mediasi di kantor camat tetapi belum menemui solusi yang tepat sebab masing-masing merasa memiliki opini yang kuat dan berdasar.
"Warga maunya pembangunan jangan 24 jam nonstop, supaya tidak berisik. Sementara pengembang merasa kerjaan tukang sudah sesuai aturan. Tidak ganggu sekelilingnya," ungkapnya.
