PR Besar PBSI

Ya, Indonesia harus mengakui keunggulan Denmark dengan skor 2-3. Hasil ini memang cukup menyakitkan.

Editor: BPost Online
Net
Ilustrasi 

ANTIKLIMAK. Mungkin itulah yang ditampilkan para pemain tunggal Indonesia pada partai final melawan Denmark, pada Piala Thomas 2016 di Kunshan, China, Minggu (22/5). Tiga kekalahan di partai tunggal membuat pupus tim Merah Putih merengkuh kembali meraih piala supremasi bulutangkis beregu putra tersebut.

Ya, Indonesia harus mengakui keunggulan Denmark dengan skor 2-3. Hasil ini memang cukup menyakitkan. Karena, ketika di semifinal melawan tim tangguh Korea, Indonesia begitu perkasa, menang 4-1.

Berdasarkan catatan, kekalahan dari Denmark di partai final, merupakan kali pertama bagi Indonesia. Kedua negara sudah empat kali bertemu empat kali di final yakni pada 1964, 1973, 1979 dan 1996, yang kesemuanya dimenangkan Indonesia.

Bagi Denmark, kemenangan mereka kali ini menjadi sangat berarti. Sebab, untuk kali pertama tim terkuat dari daratan Eropa ini mengukir sejarah, meraih Piala Thomas.

Denmark juga menjadi negara kelima menjuarai kejuaraan bulu tangkis internasional beregu pria setiap dua tahun sekali, yang pertama kali digelar pada 1948-1949.

Sepanjang sejarahnya, baru lima negara yang pernah menjadi juara yakni Republik Rakyat Tiongkok (China), Malaysia (Malaya), Indonesia dan Jepang, serta terakhir Denmark. Indonesia masih memegang rekor sebagai peraih juara Piala Thomas terbanyak yakni 13 kali, diikuti China (9), Malaysia (5), Jepang (1) dan Denmark (1).

Secara keseluruhan, Indonesia juga menjadi negara paling sering tampil di final, yakni sebanyak 19 kali --13 juara dan 6 kali runner up. Sedangkan, Denmark sembilan kali tampil di final --sekali juara dan 8 kali runner up.

Kembali soal kegagalan Indonesia, kita harus mengakui pemain Denmark sejak awal memang menang dari segi pengalaman. Para pemain tunggal Indonesia, kecuali Tommy Sugiarto, tampaknya masih perlu banyak jam terbang.

Seperti diketahui, Anthony Sinisuka Ginting dan Ihsan Maulana Mustofa yang diturunkan di partai tunggal kemarin, dikalahkan dengan mudah oleh pemain Denmark. Anthony dikalahkan Jan O Jorgensen 17-21, 12-21, sedangkan Ihsan ditaklukkan Hans-Kristian Vittinghus 15-21, 7-21.

Kedua pemain tunggal Indonesia tersebut boleh dikatakan terlalu muda untuk tampil di turnamen sekelas Piala Thomas tersebut. Anthony misalnya, baru berusia 19 tahun (lahir 20 Oktober 1996), sementara Ihsan berumur 20 tahun (18 November 1995).

Namun, kita patut berterima kasih kepada pengurus Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), yang telah berani menurunkan pemain mudanya di ajang Piala Thomas tahun ini. Pencapaian hingga ke final, juga merupakan hasil yang menggembirakan, dan bahkan bisa dibilang mengejutkan.

Untuk sektor ganda yang menghasilkan dua poin bagi Indonesia saat melawan Denmark, melalui Muhammad Ahsan/Hendra Setiawan dan Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi, memang cukup solid dan diharapkan terus meningkat.

Kita berharap, para pemain muda kita, termasuk pemain tunggal tim Thomas lainnya, Jonatan Christie yang kelahiran 15 September 1997, atau baru berumur 18 tahun, akan semakin matang, sehingga lebih siap menyongsong Piala Thomas berikutnya.

Ini, menjadi PR besar bagi PBSI. Masyarakat Indonesia tentu sangat merindukan tim Merah Putih dapat kembali berjaya dan merengkuh Piala Thomas. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Akhir Bahagia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved