Kalsel Menuju 2017
Pertambangan Batu Bara Tak Lagi Menjadi Tulang Punggung Perekonomian Kalsel
Namun sejak harganya tersungkur mulai semester II tahun 2012, si hitam ini seolah kehilangan keseksiannya.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Batu bara memang masih menjadi tulang punggung perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan di 2016.
Namun sejak harganya tersungkur mulai semester II tahun 2012, si hitam ini seolah kehilangan keseksiannya.
Bahkan di 2017 mendatang, sektor pertambangan batu bara diprediksi masih belum bisa mengembalikan kinerja seperti semula. Walaupun memasuki penghujung tahun 2016, tepatnya mulai Agustus 2016, harga emas hitam ini mulai bergerak naik, meskipun relatif kecil 3-5 persen.
Pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan target produksi batu bara tahun depan sebesar 413 juta ton terlampau tinggi untuk diraih, sehingga dikoreksi.
Komentar bernada pesimistis juga masih diutarakan pengusaha yang menggeluti pertambangan batu bara. Harga dinilai masih berpeluang fluktuatif sebab sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dunia.
Sementara saat ini kondisinya belum stabil, sehingga belum bisa diprediksi perkembangan pasar ke depannya.
"Kondisinya masih fifty fifty. Semoga bisa naik terus biar ekonomi ramai seperti dulu lagi. Harga batu bara saat ini vessel kisaran 45 dolar AS per ton," kata pengusaha batu bara, H Tajerian Noor.
Pemegang Izin dan Kontraktor Tambang (Aspektam) Kalsel Muhamad Solikhin menyebutkan untuk batu bara jenis low kalori sudah 40 dolar AS per ton dan kadar middle 45 dolar AS - 50 dolar AS per ton karena terkerek penguatan harga minyak mentah di pasar dunia.
Kondisi pertambangan batu bara saat ini beda dengan beberapa tahun yang lalu. Saat batu bara jaya, roda perekonomian Kalsel berjalan cepat.
Berbagai sektor ikut terdongkrak, sebut saja seperti ritel, usaha jasa, otomotif dan perhotelan. Sebaliknya, saat batu bara terpuruk, sektor-sektor ini pun turut terpuruk. Tingkat okupansi perhotelan menurun dan penjualan otomotif turut anjlok.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalsel bahkan mencatat penurunan ekspor batu bara yang cukup signifikan selama lima tahun terakhir. Sebagai gambaran volume ekspor batu bara di 2015 mencapai 68.130.193.308, sementara Sampai Juli 2016 baru tercatat 2.951.807.817.
Meski tak lagi seksi, batu bara memang masih memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Kalsel hingga saat ini. Bahkan data ekspor impor yang dirilis Badan Pusat Statistik setiap bulan, selalu menunjukkan komoditas batu bara sebagai andalan ekspor.
Seperti data ekspor Kalsel selama Oktober 2016 naik 21,81 persen. Nilai ekspor yang melalui pelabuhan di Kalsel selama Oktober 2016 mencapai 531,16 juta dolar AS. Angka ini naik 21,81 persen dibanding ekspor September 2016 yang mencapai 436,07 juta dolar AS. Dan naik 37,66 persen jika dibandingkan ekspor pada Oktober 2015 yang mencapai 385,85 juta dolar AS.
Dari tiga negara utama tujuan ekspor Kalsel yakni China dengan nilai 239,16 juta dolar AS, India 88,42 juta dolar AS dan Jepang 61,24 juta dolar AS, komoditas utama adalah batu bara.
Harapan pun masih disampirkan pelaku usaha pertambangan batu bara yang masih eksbis. Apalagi dipercaya, cadangan batu bara yang belum terambil masih sangat melimpah di bumi Kalimantan.
