Banjarmasin Post Edisi Cetak
Puisi: Di Tanah Nainawa
Ada ratusan nama tertulis di dinding dan kaca Sebagian, berkata tentang kemenangan Dan sebagiannya lagi berteriak tentang kesediha
Di Tanah Nainawa
Karya: Ainul Amien
I
Ada ratusan nama tertulis di dinding dan kaca
Sebagian, berkata tentang kemenangan
Dan sebagiannya lagi berteriak tentang kesedihan
Setiap kali hujan datang
Lautan darah mengalir, membasahi rumah-rumah
Perkantoran, dan juga warung makan
Hingga terlihat samar; laut dan daratan
Di antara Baunya yang paling kukenal, adinda!
:ketika memar musim kemarau
membakar sisa kain dan pakaian
yang tak jarang meyusup ke jantung kita yang tenang
Di tanah ini, adinda. Kita semestinya bercerita
Bahwa kelak, akan ada jarak yang membuat kita saling berteriak
II
Aku yang duduk di depan jendela
Memandang ceria langit kita
Dari kedalaman cinta pada sebuah taman kota
Awan berarak, dan matahari yang tegak
Lihatlah, adinda! Bahwa di sana, ada ribuan jiwa sedang terseyum pada kita
Biru langit dan merah darahnya,
Rupanya tak sia-sia membuatku tetap percaya
Seperti guratan nyawa yang melayang di tanah Karbala
Atau ciuman Nainawa yang mengajariku tentang setia.
Episode Malam ke-3
Seusai aku meneguk hitam kopi
Kau pun bertanya, tentang nama-nama dari sebuah cerita
Itukah dia yang tak sengaja kuucap
Lantaran mulutku masih belum sanggup untuk menyesap.
ada selusin cerita yang kau dengarkan
ada ribuan kata yang kau temukan
semuanya hanya sebatas hasrat.
tapi hanya ada satu yang benar-benar nyata
yakni, senyum yang teramat singkat
Di Langit Hungaria
Seekor burung tak bernama,
terbang dan hinggap di antara awan tebal
Ia coba mengalihkan perhatian
Pandangan orang-orang.
Hingga seorang nenek tua datang kepadaku
dan bertanya tantang “kebetulan” itu
Aku pun mulai tak tahan,
lantaran angin yang mendesir di bawah jantungku
Mulai tertawa dan menganggap itu adalah sandiwara.
Padahal, di langit Hungaria, peristiwa itu bermula
Ada jutaan tanda tanya yang tersisa.
Bising, dan dingin tak bisa dipilah
Resah dan gelisah menjadi hal lumrah
Lalu siapakah yang salah?
Berkali-kali aku mencoba menerka
Siapa tahu ada yang tiba-tiba datang
Tapi itu bukanlah kebetulan,
Melainkan spekulasi kenyataan dari sekenario besar
tentang kisah sang pemenang
yang gagal angkat pedang
Mancek
Kutemukan ribuan bulir kehidupan
Dari daun-daun yang kau tanam di ladang
Lumpur yang kau buat dari hasil kekesalan
Adalah penghayatan yang sempurna bagi ibu,
Bukan sebuah ujian dari deretan orang lapar
Tapi, keyakinan yang hanya ada dalam sebulir pengharapan
Dari padi-padi yang kau buang.
