Berkah Ramadan
TAUSIYAH : Orang yang Masuk Kategori Khawasul Khawas Bisa Raih Lailatul Qadar
Ditambahkannya, puasa itu ada tingkatan, yakni puasanya orang awam, khawas dan khawasul khawas.
Penulis: Edi Nugroho | Editor: Murhan
BANJARMASINPOST.CO.ID - Ibadah puasa itu tak hanya menahan dari lapar dan dahaga. Saat menjalankan ibadah puasa, mulut, pendengaran dan penghilatan harus ikut puasa.
Mulut dijaga untuk tidak berkata-kata yang tidak baik dan mubazir. "Demikian pula mata pun dijaga untuk melihat hal-hal yang baik dan tidak dilarang agama," kata Dosen Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Bayani Dahlan, Sabtu (10/6/2017).
Menurut anggota Komisi Hubungan Antara Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel ini, lebih dari dua belas kali di Alquran disebutkan puasa itu lebih ke puasa rohani, puasa penghilatan dan pikiran.
"Kalau cuma puasa menahan lapar dan dahaga itu puasanya orang awam saja. Jadi puasa itu juga lebih ditekankan untuk lebih ke puasa secara spiritual, bukan hanya menahan makan dan minum," katanya.
Ditambahkannya, puasa itu ada tingkatan, yakni puasanya orang awam, khawas dan khawasul khawas. Puasanya orang awam itu lebih menahan lapar dan minum. Nah, tingkatan kedua puasa khawas itu lebuh menahan panca indera dan pikiran.
"Sementara puasa tingkatan ketiga yakni khawasul khawas atau selama Ramadan ini umat Islam selalu menjalin kontak sebagai seorang hamba dengan sang khalik. Ini merupakan tingkatan tertinggi puasa," ujarnya.
Ditambahkannya, puasa Ramadan ini hanya merupakan latihan sebelum pertandingan. Pertandingan sesungguhnya itu usai Ramadan atau sebelas bulan berikutnya. Jadi sebelas bulan usai Ramadan ini minimal harus bisa mempertahankan apa yang bisa diperoleh selama Ramadan.
Umat Islam, sambungnya, diharapkan bisa mengambil berkah-berkah pada ramadhan ini. Seperti pada sepuluh malam terakhir akan ada malam al qadar.
"Malam itu dari banyak pendapat ulama bukan lebih ke situasi fisik awam yang gelap dan sejenisnya. Namun lebih ke perubahan spiritual dalam diri umat Islam sehingga menjadi manusia yang bertakwa," ujarnya.
Beribadah pada malam al qadar, sambungnya, lebih baik dari 1.000 bulan dan kebaikan serta keberkahannya setara dengan 83 tahun.
Dari para pendapat ahli tafsir, lailatul qadar itu adanya di antara 10 hari terakhir Ramadan.