Berita Banjarmasin
Anggota DPR RI Asal Kalsel Ini Tak Sepakat dengan Istilah Persekusi, Begini Penjelasannya
Habib melihat bahwa tindakan masyarat yang menangkap pelaku penistaan kemudiaan dibawa ke kantor polisi adalah bentuk partisipasi masyarakat
Penulis: Rendy Nicko | Editor: Murhan
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Anggota Komisi III DPR RI Habib Aboe Bakar Alhabsyi menyatakan tidak sepakat dengan istilah persekusi yang sekarang banyak dipakai.
Hal ini diungkapkan oleh Habib Aboe Bakar Alhabsyi dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR yang diselenggarakan di Hulu Sungai Tengah, Jumat (16/6/2017). Aboe Bakar menilai bahwa istilah tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan kondisi masyarakat.
“Menurut istilah kamus, persekusi itu memburu secara sewenang-wenang untuk disiksa atau ditumpas. Saya rasa itu terlalu keji untuk menggambarkan tindakan masyarakat. Saya rasa gak ada kejadian seperti itu di republik ini, karena masyarakat Indonesia sangat toleran dan cinta damai,” ujarnya saat menjawab pertanyaan peserta sosialisasi.
Habib melihat bahwa tindakan masyarat yang menangkap pelaku penistaan kemudiaan dibawa ke kantor polisi adalah bentuk partisipasi masyarakat dalam menjaga ketertiban.
“Sudah dari zaman dulu masyarakat itu membantu aparat, jika ada pencuri mereka membantu aparat dengan siskamling. Jika ada pencopet mereka bantu menangkap dam membawanya ke pos polisi,” terang Habib Aboe.
Menurut dia, apa yang dilakukan masyarakat adalah bentuk kontrol sosial. Misalkan jika di kampung ada kedapatan orang mesum, pastilah masyarakat akan melakukan penggerebekan. Setelah itu dibawa ke kantor polisi.
"Masak seperti itu akan kita sebut dengan persekusi, sebenarnya kan sama semangatnya yaitu ingin menjaga ketertiban. Hanya saja satu kasusnya perbuatan mesum, sedangkan pada kasus yang lain mungkin penistaan atau penghinaan melalui media sosial,” papar Legislator Dapil Kalsel I tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Habib Aboe Bakar mengingatkan bahwa secara alamiah masyarakat Indonesia sedang memiliki kebiasaan menjaga norma yang hidup di masyarakat.
“Ini sebenarnya kan norma yang hidup di masyarakat, supaya tidak ada orang seenaknya saja menista. Ini norma kehidupan berbangsa dan bernegara yang sudah lama ada di Indonesia. Hanya saja sekarang berkembang, kasusnya kerap muncul di media sosial. Saya melihat ini adalah pola imunitas masyarakat Indonesia, jadi jangan dilabeli sebagai persekusi,” tukasnya.
Jika aktivitas masyakarat dalam menjaga keamanan dan ketertiban dilabeli persekusi, Habib Aboe mengkhawatirkan masyarakat tidak peduli lagi dengan kontrol sosial. Nantinya semua persoalan yang ada di masyarakat diserahkan pada polisi, dan mereka tidak mau lagi berperan serta dalam menjaga ketertiban karena takut dilabeli persekusi.
