Mengurai Akar Persoalan Pemberantasan Korupsi
Telah menjadi rahasia umum apabila pemerintah tidak terlalu berani menggebuk para koruptor.
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Terus munculnya koruptor baru ditengah gencarnya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jelas menunjukkan adanya ketidakberesan.
Karenanya, mesti dicari akar persoalannya, apakah berasal dari internal KPK, pemerintah atau karena adanya faktor lain.
Boleh jadi, banyaknya kasus korupsi yang ditangani oleh KPK sejatinya juga menunjukkan ketidakberhasilan KPK terkait kinerjanya di sisi yang lain yaitu terkait kewenangan pencegahan (pasal 6 huruf d UU KPK).
Tapi, perlu digaris bawahi bahwa kewenangan pencegahan korupsi sebagaimana yang dimandatkan UU KPK, sejatinya di lapangan tidak bisa sepenuhnya dikontrol oleh KPK.
Mengutip pandangan Prof Mahfud MD, pencegahan korupsi atas anggaran negara misalnya, hanya bisa dilakukan oleh pejabat pengguna anggaran di setiap instansi terkait.
Itulah sebabnya, dalam konteks terus munculnya koruptor baru, ketidakberhasilan KPK dalam menjalankan kewenangan pencegahan korupsi pun menjadi tidak dapat dipersalahkan sepenuhnya.
Di lain sisi, terkait pemerintah sudah menjadi rahasia umum apabila pemerintah tidak terlalu berani menggebuk para koruptor. Bukti yang tidak bisa dimungkiri yakni pemerintah acapkali bermurah hati dalam memberikan pengurangan masa hukuman (remisi) dan pembebasan bersyarat kepada para koruptor.
Mengonfirmasi hal itu, mantan jaksa Urip Tri Gunawan yang mendapat vonis dua puluh tahun penjara, hanya perlu menjalani sembilan tahun masa penjara sebelum akhirnya dapat menghirup udara bebas di luar lembaga pemasyarakatan (lapas).
Kecuali Urip Tri Gunawan, jika ditelisik masih banyak koruptor lainnya yang juga merasakan mudah dan murahnya pemberian remisi dan pembebasan bersyarat dari pemerintah.
Namun demikian, ketidakberesan yang bersumber dari pemerintah ini pada hakikatnya bisa saja “diobati” apabila pemerintah betul-betul berkomitmen dalam memberantas para koruptor.
Semisal, dengan mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) baru yang jauh lebih memperketat lagi syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor.
Itulah penggalan opini tentang persoalan korupsi yang dikupas oleh Pangki t Hidayat (direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education).
Selengkapnya simak di koran Banjarmasin Post edisi Sabtu (15/07/2017).
