Kasihan, Pengungsi Rohingya Berjejalan di Kamp Banglades

Di wilayah tak lebih dari dua kilometer persegi saja terdapat 20.000 pengungsi Muslim Rohingya asal Myanmar di daerah Leda, Teknaf, Cox's Bazar,

Editor: Ernawati
Reuters via KOMPAS.com
Para pengungsi Rohingya, sebagian adalah anak perempuan, yang memasuki Banglades untuk menghindari kekerasan di Rakhine, Myanmar, Senin (21/11/2016).(Reuters) 

Praktis di barak ini hanya dihuni perempuan dan anak-anak karena suami Khadija buruh di kota dan tidak setiap minggu pulang.

Keberadaan anak kecil tampak di mana-mana, sebagian tak berpakaian dan sebagian berpakaian lusuh tanpa alas kaki pula walaupun lingkungan tempat tinggal becek.

Keputusan politik Myanmar, yang mayoritas penduduknya Buddha, sejauh ini belum ada terkait pemecahan status Rohingya.

Di Myanmar, kelompok minoritas Rohingya itu tidak diakui sebagai warga negara tetapi dianggap sebagai pendatang asal Bangladesh meskipun mereka telah hidup di Myanmar secara turun temurun.

Myanmar tidak mengenal istilah Rohingya dan menggunakan sebutan 'orang-orang Bengali'.

Di Banglades, mereka juga tidak dianggap sebagai warga negara.

Menurut Bank Dunia, negara itu baru saja masuk kategori pendapatan menengah ke bawah dengan pendapatan per kapita antara 1.006 dollar dan 3.955 dollar AS atau sekitar Rp 13,5 juta hingga Rp 53 juta, status yang sudah diduduki Indonesia sejak 1990-an.

Kondisi ekonomi itu tak membantu memudahkan pemerintah setempat dalam mengurus pengungsi, kata Bupati Cox's Bazar, Mohammad Ali Hossain.

"Negara kami tidak kaya. Rata-rata penghasilan kami sangat rendah tetapi kami kesulitan mengubah nasib kami. Sumber daya di daerah-daerah terutama Cox's Bazar, tidak cukup.”

“Sebagian besar kawasan terdiri dari hutan dan perbukitan. Lingkungan setempat dirusak oleh orang-orang ini, pohon-pohon dan kawasan perbukitan rusak dan oleh karenanya lingkungan kami tercemar."

Selain lingkungan, lanjutnya, layanan kesehatan juga digunakan di luar kapasitas.

"Bahkan fasilitas kesehatan kami begitu terbatas. LSM setempat dan asing menyediakan sebagian bantuan tetapi tak cukup sehingga satu persoalan menimbulkan masalah lain yang kami hadapi," tegas Mohammad Ali Hossain di Cox's Bazar.

Perawatan untuk luka di Myanmar

Masalah sanitasi dan kesehatan menjadi prioritas mendesak terutama di musim hujan seperti sekarang.

"Mereka sangat rentan, mereka terusir dari negara lain. Mereka tinggal di penampungan sementara jadi terdapat banyak persoalan kesehatan seperti layanan ibu melahirkan, penyakit-penyakit umum, seperti penyakit kulit, kekurangan air, rumah yang terkontaminasi," kata Koordinator Kesehatan Organisasi Migrasi Internasional (IOM), dr Niranta Kumar Dash.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved