Berita Jakarta

Sebelum Terjaring OTT, Politisi Golkar dan Ketua Pengadilan Pakai Sandi Unik Ini untuk Bertemu

Pemberian suap itu diduga untuk mempengaruhi putusan banding atas kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD).

Editor: Elpianur Achmad
KOMPAS.com/ MOH NADLIR
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (tengah) didampingi sejumlah pejabat Mahkamah Agung dan Badan Pengawas MA dalam konferensi pers di Gedung KPK, Sabtu (7/10/2017) malam, terkait operasi tangkap tangan terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono dan politisi Partai Golkar Aditya Moha. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Anggota Komisi XI DPR RI Aditya Anugrah Moha dan Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono sebagai tersangka kasus suap, pasca-operasi tangkap tangan pada Jumat (6/10/2017) malam.

Pemberian suap tersebut diduga untuk mempengaruhi putusan banding atas kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Boolang Mongondow.

Adapun terdakwa dalam kasus itu adalah Marlina Moha Siahaan yang merupakan mantan Bupati Boolang Mongondow dua periode 2001-2006 dan 2006-2011, sekaligus ibunda Aditya.

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif mengungkapkan bahwa ada kode atau sandi khusus yang digunakan kedua tersangka dalam bertransaksi.

"Kode yang digunakan mereka, mohon maaf, 'pengajian'. Seperti, 'kapan pengajiannya?', 'tempat di mana'. Ini unik juga, jarang-jarang pakai kode seperti ini," ucap Laode saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (7/10/2017).

KPK kemudian menelusuri bahwa kode itu merupakan kode atau sandi khusus untuk janji bertemu dan bertransaksi. Lembaga antirasuah itu pun segera melakukan OTT.

(Baca: KPK Lakukan OTT di Sulut Jumat Malam, Lima Orang Diamankan, Termasuk Hakim dan Politisi)

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang sebesar 64.000 dollar Singapura (sekitar Rp 633 juta). Laode mengungkapkan bahwa uang tersebut didapat KPK dari dua tempat berbeda.

Dalam operasi tangkap tangan di sebuah kamar hotel di Pecenongan, Jakarta Pusat, KPK mengamankan uang 30.000 dollar Singapura dalam amplop putih dan 23.000 dollar Singapura dalam amplop coklat. Kamar hotel itu merupakan tempat Sudiwardono menginap.

"Uang dalam amplop cokelat diduga sisa pemberian sebelumnya," kata Laode M Syarif.

(Baca: OTT Hakim dan Politisi Golkar, KPK Amankan 64.000 Dollar Singapura)

Menurut Syarif, ini memang bukan pemberian pertama. Pada Agustus 2017, Aditya Moha juga disebut telah menyerahkan 60.000 dollar Singapura kepada Sudiwardono di Manado.

Selain dari kamar hotel, KPK juga mengamankan 11.000 dollar Singapura dari dalam mobil milik Aditya Moha.

Sejumlah uang itu diduga bagian dari commitment fee, dari keseluruhan uang yang mencapai 100.000 dolar Singapura atau setara Rp 1 miliar.

(Baca juga: Lakukan OTT di Sulut, Malam Ini KPK Pastikan Status Polisi Golkar dan Ketua Pengadilan TInggi)

Dalam kasus ini, pasal yang disangkakan kepada Aditya sebagai pihak yang diduga pemberi suap adalah Pasal 6 Ayat 1 Huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai tersangka penerima suap, Sudiwardono disangkakan Pasal 12 Huruf a atau b atau c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berita ini telah dipublikasikan di Kompas.com berjudul: Dugaan Suap, Politisi Golkar-Ketua Pengadilan Pakai Kode "Pengajian"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved