Berita Banjarmasin
Mahasiswa ULM Jadi Guru di Negeri Upin Ipin, Selu Sediakan Google Terjemahan Saat Mengajar
Mahasiswi program studi PGSD ini mendapatkan kesempatan mengajar di Johor, Malaysia, tepatnya di Sekolah Kebangsaan Taman Universiti 1
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Mendapat kesempatan mengajar di luar negeri tak bisa dirasakan oleh semua calon guru yang ada di Kalsel. Bisa mengajar murid luar dari Negera berbeda, budaya hingga karakter berbeda adalah suatu kebanggaan.
Dan, Dewi Nurmala merasakan keasyikan mengaja di neri jiran, Malaysia. Meski belum menjadi seorang guru, pengalaman itu sangat dirasakan Dewi Nurmala.
Mahasiswi program studi PGSD ini mendapatkan kesempatan mengajar di Johor, Malaysia, tepatnya di Sekolah Kebangsaan Taman Universiti 1, setelah lulus dalam seleksi. Sekolah Kebangsaan Taman Universiti 1 merupakan sekolah tingkatan sekolah dasar di Malaysia.
Dewi baru saja pulang dari Johor setelah selama 25 hari mengajar di sana. Sejak 16 September lalu dia diberangkatkan ke Johor untuk menjadi tenaga pengajar sekaligus tenaga bantu di sekolah tersebut.
Baca: Pemprov Kalsel Akhirnya Cairkan Dana BOS Daerah, Begini Reaksi Para Guru Honor Usai Terima Gaji
Mahasiswi semester akhir ini mengaku mendapat banyak pengalaman berharga selama belajar sekaligus mengajar di sana. Selain berbeda negara, bahasa dan kebudayaan. Dewi mengaku senang bertemu murid keturunan India Tamil.
“Lucu-lucu, senang bisa melihat langsung bagaimana suasana kelas di Malaysia. Tak hanya sekadar dari nonton Upin Ipin di televisi biasanya,” ujarnya, Kamis (19/10).
Khususnya murid keturunan India, ungkap Dewi, baru pertama kali dia temui. Selama di Indonesia dia belum pernah bertemu murid keturunan India. “Seperti Jarjit di kartun Upin Ipin pakai topi ala India,” ujarnya.
Kata Dewi, sosok kepala sekolah atau Cikgu Besar adalah orang paling dihormati di sekolah. Setiap Cikgu Besar melintas semua penghuni sekolah harus hormat kepada Cikgu Besar.
Baca: Echa Si Anak Tidur 13 Hari, Hari ini Sudah Buka Mata, Begini Kondisinya
Selama mengajar, Dewi menggunakan Bahasa Indonesia dicampur Bahasa Melayu dan Bahasa Inggris. Dia tak hanya mengajar satu mata pelajaran namun berbagai mata pelajaran.
Bahasa Indonesia masih bisa digunakan untuk uraian, sementara untuk istilah-istilah mata pelajaran tertentu dia harus menggunakan Bahasa Melayu. “Selalu sedia Google Terjemahan, karena kalau istilah-istilah itu disebut dengan istilah dalam Bahasa Indonesia mereka akan tidak mengerti,” jelasnya.
Selain itu dirinya juga salut pengaturan organisasi di sekolah. Seorang ketua kelas yang disebut pengetua, wakil yaitu penolong dan murid yang menghandle kegiatan yang melibatkan perpustakaan yaitu pusat sumber dibedakan dengan murid lain.
Ketua, misalnya memakai rompi berbeda dengan pusat sumber dan murid biasa lain. Sementara pusat sumber memakai rompi berbeda dari murid lainnya.
“Kalau mau izin ke toilet mereka harus dapat id card guru yang mengajar. Jadi, kalau terjadi apa-apa guru yang mengajar harus tanggung jawab,” ujarnya.
