Berita HST
Veteran Pejuang 45 Tertua yang Tersisa di HST Ini Sering Sakit Hati Lihat Generasi Muda Karena Ini
Pejuang 45 tertua yang tersisa itu, terlibat langsung berperang gerilya melawan penjajah Belanda di Bumi Murakata.
Penulis: Hanani | Editor: Elpianur Achmad
BANJARMASINPOST.CO.ID, BARABAI - TUBUH Kurus itu berjalan tertatih-tatih. Mengenakan setelan baju abu-abu, berpeci kuning, dengan kaca mata bertengger dihidung, H Antamas (92) menebar senyum. Menyapa rekan sesama pejuang kemerdekaan tahun 1945.
Moment memperingatai hari pahlawan, merupakan ajang silaturahmi dan kumpul-kumpul para sesepuh di HST tersebut. Tubuh yang kian renta dan kesehatan yang kian menurun, membuat tokoh pejuang jarang bertemu.
Bahkan, salah satu teman seperjuangan mereka, Kurdi Marhasan, kemarin tak bisa hadir, karena kondisi fisiknya yang kian lemah. Para tokoh pejuang itu, hidup dengan mengandalkan gaji Rp 1, 5 Juta per bulan, yang diberikan secara rutin oleh pemerintah.
“Saya saja merasakan, kondisi fisik kian lemah. Hanya semangat yang memotivasi saya menghadiri acara ini,”tutur H Antamas, Kepada BPost, Jumat (10/11/2017) usai upacara hari Pahlawan dan Tabur Bunga di Makam Taman Kesuma Bangsa, Pagat. H Antamas adalah satu dari sejumlah pejuang kemerdekaan di HST yang masih hidup.
Baca: NEWSVIDEO: Pabrik Wood Pellet Senilai Rp 36 Miliar Tak Kunjung Beroperasi
Pejuang 45 tertua yang tersisa itu, terlibat langsung berperang gerilya melawan penjajah Belanda di Bumi Murakata. Sepanjang hidupnya, Antamas menjalani masa-masa sulit bersama rekan-rekannya saat melawan penjajah Belanda.
“Yang namanya keluar masuk hutan, dan hidup dalam keprihatinan sudah biasa bagi kami. Bahkan, makan hanya sekali seharipun sering kami alami. Saat harus bermalam di hutan, untuk mengatur siasat perang,”kata Antamas dengan suara terbata-bata.
Menurutnya, kondisi tertindas dan terjajah zaman itu, menimbulkan kesadaran yang kuat. Para pemuda harus melawan dan berjuang merebut kemerdekaan. “Tiga setengah abad dijajah, membuat kita sangat sengsara. Hasil pertanian dirampas, membuat rakyat kelaparan. Sekolahpun tak bisa,”kenang H Antamas yang kini tinggal di Desa Bulayak, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Baca: Polres Banjar Turut Awasi Dana Desa, Bupati Minta Pambakal Tidak Perlu Takut Diawasi Polisi
Sampai zaman kemerdekaan pun, para pejuang veteran, jelas dia belum bisa hidup sejahtera. Masa muda mereka yang dihabiskan di medan perang membuat mereka tak berkesempatan mengenyam pendidikan yang layak. Setelah sepuh, merekapun hanya mengandalkan gaji veteran tersebut. Kebanyakan pejuang veteran tinggal di rumah anak-anaknya.
“Sekarang masih ada rekan-rekan kami yang hidup prihatin,tergoleklemah tak berdaya dan tinggal di rumah anaknya,”tuturnya. H Antamas, beberapa bulan lalu mengalami musibah kebakaran, yang membuat rumahnya ludes jadi arang. Tak hanya rumah. Seluruh harta bendanya termasuk pakaian, juga dillap api.
“Makanya, saatmenghadiri acara hari pahlawan tadi, saya tak pakai seragam veteran, karena terbakar dan belum bisa membeli,”ungkapnya. Dengan bantuan Rp 4 juta dari Pemkab HST, H Antamas pun membangun rumah sederhana di lokasi rumahnya yang terbakar.
Baca: Setya Novanto Kembali Jadi Tersangka e-KTP, Partai Golkar: Pertama Prihatin, Kedua Hormati Hukum
Antamas membandingkan, kehidupan para pemuda zaman sekarang, jauh lebih baik secara ekonomi dan sosial. Hanya saja, dia menyesalkan, banyaknya generasi muda yang mengonsumsi narkoba. Seperti sabu dan zenith yang sekarang lagi marak di masyarakat. “Kami yang terlibat langsung merebut kemerdekaan negeri ini, merasakan sakit hati melihat anak-anak, remaja hingga orang dewasa direcoki narkoba,”ungkapnya.
Diapun yakin, ada upaya pihak asing yang ingin menghancurkan Bumi Pertiwi dengan penjajahan gaya baru tersebut yang sering disebut Proxy War. “Saya berharap, pemerintah dan penegak hukum serius memberantas narkoba dengan tak memberi toleransi sedikitpun pada pemasok maupun pengedarnya,” katanya.