Lebaran 2018

Membayar Utang Puasa Ramadhan Secara Fidyah Boleh dengan Uang, Begini Penjelasannya NU

Bisa dipilih salah satunya saja sesuai dengan kemampuan masing-masing dan syarat-syarat yang berlaku sesuai aturan Islam.

Penulis: Yayu Fathilal | Editor: Didik Triomarsidi
Istimewa
Membayar Fidyah 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Bulan puasa Ramadhan dan Idul Fitri telah berlalu.

Kini, saatnya umat Islam yang memiliki utang puasa Ramadhan membayar puasanya.

Caranya ada dua, yaitu mengganti puasa dan membayar fidyah.

Bisa dipilih salah satunya saja sesuai dengan kemampuan masing-masing dan syarat-syarat yang berlaku sesuai aturan Islam.

Baca: Cara Membayar Fidyah Utang Puasa Ramadhan, Niatnya dalam Bahasa Arab dan Indonesia

Jika dengan cara membayar fidyah, ada tata cara atau panduannya tersendiri.

Bisa membayarnya dengan makanan, namun ada juga yang mengatakan boleh menggantinya dengan uang.

Baca: Shaheer Sheikh Lebaran Idul Fitri Bareng Keluarganya di India, Kuliner Ini Disajikan Tiap Lebaran

Dilansir dari sebuah artikel diterbitkan pada 30 September 2008 di situs resmi Nahdlatul Ulama, NU Online ditulis oleh Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Mas’ail PBNU, KH Arwani Faishal disebutkan bahwa dalam bahasa Arab kata “fidyah” adalah bentuk masdar dari kata dasar “fadaa”, yang artinya mengganti atau menebus.

Baca: Ikut Berhari Raya Idul Fitri 2018, Haruka Nakagawa Eks Anggota JKT48 Cantik Tampil Berhijab

 Adapun secara terminologis (istilah) fidyah adalah sejumlah harta benda dalam kadar tertentu yang wajib diberikan kepada fakir miskin sebagai ganti suatu ibadah yang telah ditinggalkan.

Misalnya, fidyah yang diberikan akibat ditinggalkannya puasa Ramadhan oleh orang lanjut usia yang tidak mampu melaksanakannya atau oleh keluarga orang yang belum sempat meng-qadha atau mengganti puasa yang ditinggalkannya (menurut sebagian ulama).

Dengan memberikan fidyah tersebut, gugurlah suatu kewajiban yang telah ditinggalkannya.

Bagi wanita yang tidak bepuasa karena hamil atau menyusui maka ia diperkenankan untuk tidak berpuasa.

Jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap kesehatan dirinya sendiri atau pada bayinya maka ia hanya wajib mengganti puasanya setelah bulan Ramadhan dan tidak ada kewajiban membayar fidyah.

Jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap anak atau bayinya saja maka ia wajib meng-qadha dan membayar fidyah sekaligus.

Berapakah besarnya Fidyah?

Untuk dapat mengetahui berapa besar fidyah bagi tiap orang miskin yang harus diberi makan tersebut, dapat dilihat pada beberapa nash hadits yang digunakan sebagai rujukan:

Dalam hadits riwayat Daruquthniy dari Ali bin Abi Thalib dan dari Ayyub bin Suwaid, menyatakan perintah Rasulullah SAW kepada seorang lelaki yang melakukan jimak atau berhubungan badan dengan istrinya di suatu siang di bulan Ramadhan untuk melaksanakan kaffarat atau denda berpuasa selama dua bulan berturut-turut.

Dalam hadits menyebutkan bahwa karena laki-laki tersebut tidak mampu melakukan itu maka ia harus membayar denda 1 araq (sekeranjang) berisi 15 sha' kurma.

1 Sha' terdiri dari 4 mud, sehingga kurma yang diterima oleh lelaki itu sebanyak 60 mud, untuk diberikan kepada 60 orang miskin (untuk mengganti puasa dua bulan). Sedangkan 1 mud sama dengan 0,6 Kg atau 3/4 Liter.

Oleh sebab itu, besamya fidyah yang biasa diberikan kepada fakir miskin sekarang ini adalah 1 mud = 0,6 Kg atau 3/4 liter beras untuk satu hari puasa.

Berbagai pendapat lain yang juga menyatakan besarnya fidyah dengan menggunakan sebuah nash hadits sebagai rujukan dianggap lemah.

Lantaran hadits yang digunakannya telah dinilai oleh Muhhadditsin (para penyelidik hadits) sebagai hadits dha'if.

Sedangkan yang menggunakan dasar qiyas (analogi) pun, kami anggap lemah lantaran bertentangan dengan nash hadits.

Beberapa pendapat lain tentang besamya fidyah tersebut yakni:

1) pendapat yang menyatakan bahwa besarnya fidyah itu sebesar 2,8 Kg bahan makanan pokok, beras misalnya.

Pendapat ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Dawud dari Salmah bin Shakhr, yang menyatakan bahwa dalam peristiwa seorang lelaki berbuat jimak pada siang hari di bulan Ramadhan, Rasulullah SAW menyuruh lelaki itu untuk memberikan 1 wasaq kurma, dimana 1 wasaq terdiri dari 60 sha, sehingga setiap orang miskin akan mendapatkan kurma sebanyak 1 sha.

2) Pendapat yang menyata­kan bahwa besamya fidyah tersebut sebanyak 1/2 sha bahan makanan pokok, dengan dasar hadits riwayat Ahmad dari Abu Zaid Al Madany, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kepada seorang lelaki yang berbuat dzihar (menyamakan isteri dengan ibunya) untuk memberikan 1/2 wasaq kurma kepada 60 orang miskin, dan

3) Pendapat yang menyatakan bahwa besarnya fidyah itu sama dengan fidyah atas orang yang bercukur ketika sedang ihram, yakni sebesar 1/2 sha atau 2 mud.

Tiga pendapat itu dinilai lemah.

Dalil-dalil yang kuat menunjukkan besarnya fidyah yang biasa diberikan kepada fakir miskin sekarang ini adalah 1 mud atau 0,6 Kg atau 3/4 liter beras untuk satu hari puasa.

Bolehkah Fidyah dengan Uang?

Fidyah adalah pengganti dari suatu ibadah yang telah ditinggalkan, berupa sejumlah makanan yang diberikan kepada fakir miskin.

Dengan mengamati definisi dan tujuan fidyah yang merupakan santunan kepada orang-orang miskin, maka boleh saja memberikan fidyah dalam bentuk uang jika orang miskin tersebut sudah cukup memiliki bahan makanan.

Bukankah lebih baik memberikan fidyah dalam bentuk uang, agar dapat dipergunakannya untuk keperluan lain.

Oleh sebab itu, dapat diambil kesimpulan akhir bahwa kewajiban fidyah boleh dilaksanakan dengan mengganti uang, jika sekiranya lebih bermanfaat.

Namun jika ada indikasi bahwa uang ter­sebut akan digunakan untuk foya-foya, maka kita wajib memberi­kannya dalam bent uk bahan makanan pokok. (banjarmasinpost.co.id/yayu fathilal)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved