Pakan Ternak Langka
Peternak ini Sebut Beberapa Faktor Penyebab Naiknya Pakan Ternak
Samsul Rizal, peternak plasma ayam layer Kalsel, dihubungi via ponsel, Kamis (27/9) siang, berujar, kelangkaan jagung
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Samsul Rizal, peternak plasma ayam layer Kalsel, dihubungi via ponsel, Kamis (27/9) siang, berujar, kelangkaan jagung pakan merupakan persoalan nasional yang tentu berimbas kenaikan harga pakan di daerah.
"Umumnya pakan di Kalsel masih bergantung dengan pabrikan yang ada di Jawa. Jadi, imbasnya akan dirasakan dengan kenaikan pakan di Kalsel," katanya.
Bahkan, kata Samsul yang tergabung dalam Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar), kenaikan harga pakan sudah empat kali dalam empat bulan.
Baca: Putra Sandra Dewi, Raphael Moeis Dibilang Mirip Aktor Korea, Kim Bum, Masa Sih?
“Harga pakan terjadi kisaran Rp 300 hingga Rp 500 perkilogram," jelasnya.
Disinggung memilih pakan alternatif, Samsul mengaku hal itu tentu tidak bisa dilakukan peternak sepertinya.
Terlebih dengan jumlah populasi ayam yang besar, sehingga terpaksa harus bertahan dengan kondisi yang ada.
"Tidak bisa. Berbeda dengan peternak rakyat yang 1.000 atau 500 ekor, mungkin mampu menggunakan pakan alternatif lain. Tapi bila ratusan ribu, jelas tidak mampu. Karena tidak ada pilihan, ya kita pun hanya pasrah," cetusnya.
Baca: Curahan Hati Inul Daratista untuk Orang Besar yang 15 Tahun Membuatnya Sakit Hati
Tidak hanya pakan, kenaikan juga terjadi pada bibit ayam. Bahkan selama 20 tahun dia menggeluti usaha ternak, hanya kali ini menemui bibit ayam seharga Rp 7.000 per ekor.
"Pastinya itu juga akan berdampak pada harga ayam besarnya," pungkas Samsul.
Lebih jauh disebutkan dia, ada beberapa faktor penyebab kenaikan pakan ternak.
Di antaranya menguatnya dolar sehingga meningkatnya biaya impor terhadap bahan baku jagung pakan.
Kedua, merosotnya hasil panen petani jagung di sejumlah daerah.
Baca: Masih Gagal Registrasi di Link sscn.bkn.go.id? Berikut Video Tutorial yang Bantu Daftar CPNS 2018
Sehingga kondisi itu menyulitkan para pabrikan pakan mencari bahan baku.
"Seperti Kalsel atau sebut saja di Pelaihari. Di sana petani jagung biasanya panen Februari-Maret dan Juni-Juli. Dari hasil panen Juni-Juli tadi, mereka biasanya memperoleh 7 sampai 8 ton per hektare, namun menurut informasi hanya dua ton," beber Samsul.
Meski begitu, Samsul melihat kondisi itu sebetulnya tidak terlalu berpengaruh terhadap peternak ayam di Kalimantan.
“Bila dibanding peternak di Jawa, harga jual ayam hancur-hancuran atau hanya mencapai Rp 13 ribu hingga Rp 14 ribu. Peternak Kalsel justru masih bisa mencapai harga jual Rp 24 ribu hingga Rp 25 ribu,” pungkasnya.