Melihat Seputar Piduduk Banjar
Serba-serbi Adat Banjar, Piduduk Tak Lengkap Acara Bisa Kacau, Ada yang Kesurupan
Piduduk biasanya selalu ada di tiap upacara tradisional suku Banjar, misalnya penampilan kesenian tradisional, perkawinan adat, dan sebagainya.
Penulis: Yayu Fathilal | Editor: Didik Triomarsidi
Sebelum malabuh, terlebih dahulu dia membuat piduduk berisi garam, pisau, gula merah, tiga liter beras, kelapa tua, selembar uang Rp 5.000, jarum, benang dan beberapa rempah seperti daun jeruk dan serai.
Isi piduduk memiliki simbol dan makna tersendiri.
Misalnya pisau sebagai lambang ketajaman berpikir, diharapkan pelaku atau penerima piduduk bakal memiliki pemikiran yang demikian.
Kemudian jarum dan benang sebagai simbol keeratan hubungan dengan sesama manusia, diharapkan dengan ini hubungan pembuat piduduk dengan penerimanya bakal terus terjalin baik.
Lalu beras disimbolkan sebagai pengganti tenaga di badan yang telah dikeluarkan untuk beraktivitas.
Selain membuat piduduk, sebagai syarat upacara malabuh, dia memasak ketan, telur, menyediakan pisang, kembang, rokok, kopi pahit, kopi manis, air putih dan dupa sebagai sesajen.
Semua benda ini dibuang di sungai atau dalam bahasa Banjar disebut dilabuh.
“Tujuan malabuh ini untuk keselamatan diri, agar rezeki pelakunya dilindungi dan lancar. Saya melakukannya malam usai salat magrib,” akunya.
Sementara piduduk yang diolahnya kemudian dibawanya pulang ke rumah.
“Kalau mau piduduknya ini bisa dimasak untuk dimakan,” ujarnya. (banjarmasinpost.co.id/yayu fathilal)