Berita Nasional
Kasus Novel Baswedan Mirip Jamal Khashoggi, Kuasa Hukum : Presiden Jokowi Harus Tampil
Kasus Novel Baswedan Mirip Jamal Khashoggi, Kuasa Hukum : Presiden Jokowi Harus Tampil
BANJARMASINPOST.CO.ID - Kuasa hukum Novel Baswedan, Haris Azhar meminta Presiden Jokowi agar lebih aktif untuk terjun langsung dalam penanganan kasus penyiraman air keras. Bahkan kasus terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu dibandingkan mirip dengan yang dialami Jamal Khashoggi.
Haris mengatakan, peran Presiden Jokowi dibutuhkan karena kasus Novel Baswedan ini berskala besar.
"Kami sudah lakukan investigasi, memang kasus ini bukan cuma 'kakap' ya, 'raksasa kakap'. Jadi memang Presiden harus tampil," kata Haris saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019).
Ia membandingkan kasus Novel Baswedan dengan kasus pembunuhan jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi.
Baca: Detik-detik Prabowo Subianto Tenangkan Pendukungnya Saat Sebut Program Pemerintah Presiden Jokowi
Baca: Vanessa Angel Dijemput Mobil Pelat Merah Sebelum Temui Pemesan? Pengacara Muncikari Ungkap Fakta Ini
Baca: Respons Tompi Saat Pidato Kebangsaan Prabowo Jelang Pilpres 2019 Singgung Gaji Dokter
Baca: Jawaban Ivan Gunawan Saat Ruben Onsu Bocorkan Tantangan Ayu Ting Ting Menikahinya di 2019
Baca: Polisi Sebut Potensi Vanessa Angel Jadi Tersangka Usai Pemeriksaan Prostitusi Online 9 Jam
Khashoggi dibunuh pada 2 Oktober di Konsulat Saudi di Istanbul. Khashoggi, yang notabene mantan penasihat pemerintah, melarikan diri dari Saudi dan tinggal di Amerika Serikat (AS) sejak September 2017.
Dalam ulasannya di The Post, jurnalis berusia 60 tahun itu acap mengkritik kebijakan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS).
Haris menjelaskan, selama kasus tersebut bergulir, para elite negara menjadi tokoh yang memberikan komentar, seperti Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Raja Salman.
Aktivis HAM tersebut menilai, tindakan seperti itu menunjukkan keseriusan pemerintah menyelesaikan kasus tersebut.
"Jadi memang abstraksinya enggak bisa di level polisi. Memang apakah itu polisi enggak kerja di Turki? Enggak, kerja juga. Tapi ada back up politik untuk menunjukkan keseriusan penanganan kasus tersebut," ujar dia,
Oleh karena itu, Haris menilai, seharusnya yang dibentuk untuk kasus Novel adalah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
Ia mencontohkan TGPF untuk kasus aktivis HAM Munir Said Thalib. Tim tersebut dibentuk oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan hasilnya digunakan oleh SBY.
"TGPF itu dibentuk oleh SBY dan SBY pakai hasilnya. Dia panggil polisi, dia panggil Kapolri, Jaksa Agung, dan lain-lain, dia minta dijalankan berdasarkan hasil temuan TGPF dan dijalankan berdasarkan KUHAP," terang Haris.
Ia pun mengaku pesimistis kasus Novel dapat terselesaikan karena tim gabungan yang dibentuk untuk mengusut kasus tersebut merupakan produk dari pihak kepolisian.
Maka dari itu, yang dapat dilakukan oleh Presiden adalah mengevaluasi kinerja kepolisian. Haris menegaskan, langkah itu adalah kewenangan Presiden sebagai atasan kepolisian dan bukan merupakan bentuk intervensi hukum.
"Salah satu catatan pentingnya adalah presiden harus evaluasi. Enggak boleh intervensi iya, tapi evaluasi penting. UU Nomor 2 Tahun 2002 soal Kepolisian Republik Indonesia, jelas presiden adalah atasan dari Polri," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kuasa Hukum: Kasus Novel "Raksasa Kakap", Presiden Jokowi Harus Tampil"
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/novel-baswedan-terbaru_20180222_153005.jpg)