OTT KPK di Jatim
Romahurmuziy Jadi Ketum Partai Kelima yang Terjerat Kasus Korupsi, Kedua dari PPP
Dalam kasus ini, Romy diduga sudah menerima uang dengan total Rp 300 juta dari dua pejabat Kementerian Agama di Jawa Timur.
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy menambah daftar politisi Indonesia yang dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi.
Dilansir Banjarmasinpost.co.id dari Kompas.com, pada Sabtu (16/3/2019), KPK mengumumkan penetapan tersangka terhadap anggota DPR itu.
Dalam kasus ini, Romy diduga sudah menerima uang dengan total Rp 300 juta dari dua pejabat Kementerian Agama di Jawa Timur.
Mereka adalah Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muafaq Wirahadi.
Uang itu diduga sebagai komitmen kepada Romy untuk membantu keduanya agar lolos dalam seleksi jabatan di wilayah Kemenag Jawa Timur.
Baca: Romahurmuziy Diberhentikan dari Ketua Umum PPP, Suharso Manoarfa Diangkat Jadi Plt Ketum
Romy dianggap mampu memuluskan mereka ikut seleksi karena ia dianggap mampu bekerja sama dengan pihak tertentu di Kemenag. Ia bersama pihak tertentu dinilai mampu memengaruhi hasil seleksi.
Pada waktu itu, Haris melamar posisi Kakanwil Kemenag Jawa Timur. Sementara itu, Muafaq melamar posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.
Romy yang menjadi Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu menjadi ketua umum partai kelima yang dijerat KPK dalam kasus korupsi.
Selain Romy, siapa saja empat ketua umum partai lainnya?
1. Setya Novanto
KPK menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Novanto dianggap memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek pengadaan e-KTP.
Novanto disebut mengintervensi proyek pengadaan tahun 2011-2013 itu bersama-sama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Novanto yang pada saat itu masih menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR memengaruhi proses penganggaran, pengadaan barang dan jasa, serta proses lelang.
Ia divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018).
