Berita Banjarmasin
Rektor ULM Profesor Sutarto Hadi Dukung Kemenristek Dikti Rekrut Tenaga Asing, Ini Alasannya
Kemenristek Dikti terus mematangkan rencana penggunaan rektor asing di perguruan tinggi di Indonesia.
Penulis: Nia Kurniawan | Editor: Eka Dinayanti
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Kemenristek Dikti terus mematangkan rencana penggunaan rektor asing di perguruan tinggi di Indonesia.
Setelah Presiden menyetujui wacana tersebut, Menristek Dikti Mohamad Nasir mengaku telah memetakan perguruan tinggi mana saja yang dijajaki rektor asing.
Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Prof. Dr. H. Sutarto hadi, M.Si., M.Sc pada intinya setuju dan mendukung langkah Kemenristek Dikti itu.
Lantas apa dasarnya dia mendukung? Rektor yang gemar menulis dan baru saja meluncurkan buku Membingkai Bayang-Bayang ini menceritakan pada Oktober 2017 yang lalu dia berkunjung ke Glasgow Caledonian University (GCU) di Skotlandia dalam rangka proyek kerja sama beberapa perguruan tinggi di Indonesia dengan beberapa perguruan tinggi di Eropa yang didukung oleh Program Erasmus+ Komisi Eropa.
"Proyek kerja sama yang diberi nama INDOEDUC4ALL ini bertujuan memperbaiki akses, menjamin kenyamanan belajar dan mengembangkan kesempatan bekerja bagi mahasiswa difabel. Saya tidak akan bercerita tentang proyek tersebut, tapi tentang dosen asing yang saat ini ramai diperguncingkan," kata dia.
Baca: Momen Ivan Gunawan Nyatakan Cinta ke Ayu Ting Ting dan Cium Eks Enji Baskoro, Nasib Shaher Sheikh?
Baca: Nasib Luna Maya Setelah Tepati Janji ke Reino Barack, Dilamar Faisal Nasimuddin?
Baca: Sayembara Fantastis Hotman Paris Balas Tantangan Farhat Abbas Soal Bukti Video Porno & Foto Mesum
Baca: Galih Ginanjar Malah Bongkar Jasanya ke Ayah Fairuz A Rafiq, Video Suami Barbie Kumalasari Viral
Lanjut dia, Ada satu hal yang unik dari kunjungan ke GCU tersebut.
Ternyata rektornya adalah Prof. Dr. Muhammad Yunus, seorang muslim penerima Nobel Perdamaian berkebangsaan Bangladesh.
Seorang muslim menjadi rektor di universitas dengan latar belakang Kristen yang kental.
Yunus sebelumnya adalah seorang profesor ekonomi di Universitas Chittagong di mana dia mengembangkan konsep kredit mikro dan keuangan mikro.
"Ketika Kemenristekdikti menggagas akan mengundang dosen asing untuk mengajar di universitas-universitas di Indonesia, reaksi yang muncul luar biasa. Pada umumnya menolak dengan berbagai argumentasi. Sebelum ini, Menristekdikti juga mengusulkan untuk mengangkat orang asing sebagai rektor PT di Indonesia. Penolakan juga sangat kencang. Saya membayangkan seandainya ada seorang profesor asing beragama (katakanlah Kristen) menjadi Rektor di PTN kita, reaksi yang akan muncul pasti bikin heboh," katanya.
Dikatakannya lebih lanjut, Dosen sebagai tenaga profesional dapat mengajar di mana saja.
Apalagi mereka yang memiliki keahlian khusus, akan menjadi rebutan universitas dan lembaga riset terkemuka dunia.
Justru dengan semakin kuatnya tenaga dosen dan peneliti, universitas akan melahirkan inovasi yang memberikan keunggulan kepada universitas tersebut.
Negara juga akan memperoleh keuntungan besar dengan penemuan iptek.
Bangsa yang menguasai iptek akan menjadi bangsa pemenang, memiliki nilai tambah teknologi dari produk yang mereka hasilkan, dan pada gilirannya akan menghasilkan devisa bagi negara.
Negara dan bangsa yang tidak memiliki teknologi hanya akan menjadi bangsa pemakai dan pengguna teknologi.
Devisa akan banyak dihabiskan untuk belanja teknologi untuk kebutuhan dalam negeri.
"Berbagai produk industri kita saat ini, khususnya dalam bidang pangan dan obat-obatan banyak bergantung dari komponen impor yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri. Pada saat nilai tukar rupiah melemah, dampaknya terhadap biaya produksi sangat besar, bahkan dapat membuat pabrik gulung tikar. Biaya bahan baku dengan komponen impor tentu sangat rentan bagi industri pangan dan farmasi dalam negeri. Ini terjadi karena kita tidak mampu menghasilkan bahan-bahan yang patennya dimiliki bangsa sendiri," katanya.
Dijelaskannya, Indonesia adalah negara yang besar dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah.
Akankah khanya menjadi penonton.
Saat ini sumber daya alam dikeruk asing kemudian kembali ke Indonesia menjadi produk yang nilainya sudah berpuluh-puluh kali lipat.
Membeli barang yang sejatinya bahan bakunya dari bumi sendiri.
Ini terjadi karena tidak memiliki pengetahuan dan teknologi untuk mengolah bahan baku tersebut.
"Kami di Kalimantan sering menertawakan diri sendiri melihat produk kopi tongkat ali dari Malaysia. Kopi yang berkhasiat untuk vitalitas pria itu bahan bakunya adalah akar pasak bumi yang berasal dari bumi Kalimantan. Setiap hari berton-ton akar pasak bumi diangkut ke luar. Sementara kita menyaksikan ia kembali ke bumi Kalimantan dalam bentuk sachet kopi," kata dia.
Dia juga menjabarkan pengalaman, ketika belajar di Universitas Twente di Belanda, dia berjumpa dengan dosen-dosen bukan orang Belanda.
Ada dari India, Amerika, China, Iran, Bulgaria bahkan dari Indonesia.
"Tidak ada yang merasa terganggu," kata dia.
Justru, dosen-dosen asing ini menjadi kekuatan dan daya tarik.
Menjadi nilai tambah bagi promosi program yang mereka tawarkan ke negara luar.
Mahasiswa dari China merasa nyaman dengan adanya dosen berkebangsaan China.
Mahasiswa dari Timur Tengah menjadi lebih mudah berkomunikasi dengan perantara dosen yang fasih berbahasa Arab.
"Hemat saya, kalau kita ingin go international dan ingin merekrut mahasiswa asing, mulai lah dengan merekrut dosen asing," katanya.
Dijelaskan lebih lanjut Tidak ada yang salah dengan menjadi dosen di universitas di mana pun.
Demikian pula ketika kawan-kawan sesama mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda, setelah tamat beberapa di antara mereka tidak pulang ke Indonesia.
Sutarto menyebut, ada kawan yang menjadi dosen di Lancaster dan Sussex (Inggris), Amerika Serikat, Australia, dll.
Orang Indonesia menjadi dosen di luar negeri adalah hal yang biasa.
Hampir semua perguruan tinggi di Malaysia memiliki pensyarah berkebangsaan Indonesia.
Malaysia adalah negara yang paling banyak merekrut ekspatriat untuk menjadi dosen di universitas mereka.
"Dalam suatu konferensi internasional saya bertemu dengan Prof. Alma Harris, seorang pakar di bidang Manajemen Pendidikan. Setahu saya Alma Harris berasal dari Inggris dan penyelia Journal of School Effectiveness and School Improvement. Saya agak terkesima ketika dia menyebut afiliasinya adalah Universiti Malaya," katanya.
Ditegaskannya, kehadiran dosen bahkan rektor asing tidak seharusnya disikapi secara emosional.
Seolah-olah bangsa ini akan lenyap dari muka bumi dengan masuknya tenaga ahli dari luar.
Justru, kita memerlukan tenaga ahli asing yang dengan keahliannya dapat mendorong tenaga ahli lokal belajar menjadi dosen, pembimbing dan peneliti hebat yang menghasilkan iptek yang inovatif.
Universitas di Indonesia sudah selayaknya menyediakan anggaran yang memadai untuk merekrut dosen asing yang handal sesuai dengan program unggulan masing-masing.
Agar dosen asing dapat bekerja optimal mereka harus didukung tim dosen dan peneliti local yang memiliki kompetensi dan kualifikasi seimbang.
Program pendidikan dan pengajaran, pengabdian kepada masyarakat, serta penelitian dirancang bersama dengan target yang jelas.
Kepakaran dosen asing harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menghasilkan inovasi yang menjadi pengungkit kemajuan bangsa.
"Dengan direkrutnya dosen asing yang gajinya cukup menggiurkan, Kemristekdikti juga sudah harus memikirkan remunerasi yang layak untuk dosen lokal yang setara dengan dosen asing. Apabila kriteria dosen asing yang boleh dan layak mengajar di universitas kita adalah mereka yang memiliki publikasi dengan H-Index di atas 20, konsekuensinya dosen-dosen lokal dengan H-Index di atas 20 juga harus mendapat remunerasi yang seimbang," kata dia.
Seandainya regulasi tidak memungkinkan, mungkin terhalang oleh PMK (Peraturan Menteri Keuangan) tentang penggajian ASN, dosen lokal dengan kualitas global itu diberi kompensasi dana riset yang memadai untuk menjaga produktivitas mereka tetap tinggi.
(banjarmasinpost.co.id/niakurniawan)