Berita Kabupaten Banjar
Kunjungi Geopark Pegunungan Sewu Yogyakarta, Ini yang Dilakukan Rombongan Kalsel
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) terus melakukan berbagai upaya guna meningkatkan status Geopark Meratus menjadi UGG (Unesco Global Geo
Penulis: BL Roynalendra N | Editor: Didik Triomarsidi
BANJARMASINPOST.CO.ID, YOGYAKARTA - Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) terus melakukan berbagai upaya guna meningkatkan status Geopark Meratus menjadi UGG (Unesco Global Geopark).
Tak cuma melalui pembenahan infrastruktur di kawasan Meratus dan penyiapan sumber daya manusia (SDM), tapi juga pada penguatan wawasan insan pers di Kalsel. Terutama mengenai fungsi dan manfaat geopark.
Dalam upaya itu, Pemprov Kalsel melalui Biro Humas dan Protokol (Humpro) mengajak jurnalis Press Room Pemprov Kalsel bertandang ke Badan Pengelola Geopark Pegunungan Sewu, Yogyakarta. Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari dan berakhir, Jumat (01/11/2019).
"Geopark Pegunungan Sewu dipilih karena menjadi salah satu rujukan UGG sesuai hasil simposium Asian Pasific Global Network (APGN) di Rinjani, Lombok, September 2019 lalu," ucap Kepala Biro Humas dan Ptotokol Pemprov Kalsel Kurnadiansyah.
Setidaknya ada tiga tempat yang dikunjungi rombongan Pemprov Kalsel yakni objek wisata Geo Heritage di Lava Bantal di Berbah, Sleman. Lalu, Tebing Breksi, dan Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul (Geopark Pegunungan Sewu).
Di tempat pertama di Kawasan wisata Lava Bantal Berbah, rombongan yang dipimpin Karo Humpro Kurnadiansyah didampingi konsultan Geopark Meratus Jatmika Setyawan melihat dari dekat jejak lava Gunung Api Purba yang berada di aliran sungai setempat.
Jatmika adalah tim geologi UPV Veteran Yogyakarta yang selama ini juga membidani atau membina geopark di sejumlah daerah di Indonesia. Melalui pendampingan dari pakar geologi tersebut diharapkan Geopark Meratur yang saat ini berstatus Geopark nasional bakal masuk UGG pada 2021 mendatang.

Jatmika membawa rombongan Pemprov Kalsel (Humpro, Dinas ESDM, dan jurnalis Press Room) ke Lava Bantal karena tempat ini bagian penting dari sejarah terbentuknya Pulau Jawa.
Lava Bantal merupakan salah satu wisata geo heritage untuk mengulik sejarah terjadinya Pulau Jawa. Batuan-batuan yang lebih dikenal dengan Lava Bantal ini dipercaya sebagai bukti yang menunjukkan proses awal pembentukan gunung api purba di Pulau Jawa.
Rombongan kemudian bergerak ke Tebing Breksi (Geosite Breksi Tuf Candi Ijo). Ini merupakan tempat wisata yang berada di wilayah Kabupaten Sleman. Lokasinya berada di sebelah kidul Candi Prambanan dan berdekatan dengan Candi Ijo serta Kompleks Keraton Boko. Lokasi Wisata ini tepatnya berada di Desa Sambirejo, Prambanan, Kabupaten Sleman,
Pengelola Tebing Breksi, Rofiq, menuturkan sebelum menjadi tempat wisata, lokasi Taman Tebing Breksi sebelumnya adalah tempat penambangan batuan alam. Kegiatan penambangan dilakukan oleh masyarakat sekitar.
Di sekitar lokasi penambangan terdapat tempat-tempat pemotongan batuan hasil penambangan untuk dijadikan bahan dekorasi bangunan.
Sejak tahun 2014, kegiatan penambangan di tempat tersebut ditutup oleh pemerintah. Penutupan berdasarkan hasil kajian yang menyatakan batuan yang ada di lokasi penambangan setempat merupakan batuan yang berasal dari aktivitas vulkanis Gunung Api Purba Nglanggeran.
Kemudian lokasi penambangan ditetapkan sebagai tempat yang dilindungi dan tidak diperkenankan untuk kegiatan penambangan.
Setelah penutupan aktivitas tambang tersebut, masyarakat mendekorasi lokasi bekas pertambangan itu menjadi tempat wisata yang layak untuk dikunjungi.
Tepatnya pada bulan Mei 2015, Tebing Breksi ini diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai tempat wisata baru di Yogyakarta.
"Jadi, sudah jalan empat tahun. Alhamdulillah kunjungan wisatawan kian meningkat dari waktu ke waktu. Rata-rata kunjungan bulanan mencapai puluhan ribu. Bahkan pada Juli lalu tembus 175 ribu pengunjung. Penghasilan sebulan sekitar Rp 4 miliar," jelasnya.
Nglanggeran
Selanjutnya, rombongan mengunjungi Geopark Pegunungan Sewu, tepatnya di kawasan Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul. Kelompok Sadar Wisata Nglanggeran menyambut dan memaparkan pengelolaan wisata setempat hingga kini mampu memghasilkan pendapatan miliaran rupiah tiap tahun. Omset tahun 2018 sebesar Rp 3,2 miliar.

"Pada tahap awal kami tidak mengejar pendapatan, tapi memperkuat komitmen semua pihak tentang pentingnya kebersamaan mengelola lingkungan di sini, di kawasan Gunung Api Purba," ucap Mursidi, ketua Pokdarwis Nglanggeran.
Ia menuturkan pengembangan Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba diawali oleh Kelompok Pemuda Karang Taruna Desa Nglanggeran sejak tahun 1999. Dengan adanya kesadaran peduli lingkungan bersama masyarakat menanam pohon-pohon di area gunung yang merupakan gunung yang gundul/gersang di antara bongkahan-bongkahan batu pencakar langit.
Melalui berbagai kegiatan aktif dilakukan oleh kelompok pemuda dan masyarakat selanjutnya Pemerintah Desa Nglanggeran mempercayakan pengelolaan lahan seluas 48 hektare untuk dikelola pemuda (Karang Taruna Bukit Putra Mandiri) yang tertuang dalam SK Kepala Desa Nglanggeran No.05/KPTS/1999 tertanggal Desa 12 Mei 1999.
Lahan seluas 48 hektare itu kemudian mulai dilakukan penghijauan oleh warga masyarakat dan juga pemuda karang taruna. Setelah kondisi lingkungan mulai hijau, makin nyaman dan memiliki daya tarik wisata, mendapatkan dukungan dari Dinas Budpar Gunungkidul melalui promosi (FAM Tour) ditahun 2007.
Seiring peningkatan kapasitas SDM pemuda Nglanggeran yang melakukan studi dan juga mengenal teknologi, promosi menggunakan media Teknologi Informasi sangat mendukung dalam pengenalan Gunung Api Purba menjadi kawasan wisata.
Sebelum 2007 terjadi kevakuman pengelolaan saat setelah terjadi gempa 26 Mei 2006 hingga ditahun 2007, dan karang taruna mulai lagi muncul kepermukaan untuk melakukan pengelolaan kawasan wisata dengan pendampingan dari dinas Budpar Gunungkidul sejak tahun 2007.
Lalu, dibuat lah sebuah lembaga BPDW (Badan Pengelola Desa Wisata) yang melibatkan dari seluruh komponen masyarakat dari Ibu PKK, Kelompok Tani, Pemerintah Desa dan juga pemuda karang taruna.
Setelah terbentuk BPDW disepakati dan ditetapkan untuk pengelola teknis lapangan adalah pemuda-pemudi karang taruna selaku pengelola Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba.
Dengan mendapatkan beberapa pelatihan dari Dinas Budpar Gunungkidul dan Dinas Pariwisata DIY serta adanya beberapa SDM pengurus yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, perkembangan wisata di Desa Nglanggeran pun berkembang signifikan.
"Tahapan-tahapan seperti itulah yang juga perlu diterapkan dalam upaya pengembangan Geopark Meratus sehingga kelak diharapkan juga juga bisa masuk UGG," ucap Konsultan Geopark Meratus, Jatmika Setiawan.
Apalagi, lanjutnya, pasa aspek ekologi Geopark Meratus memiliki keistimewaan tersendiri yang bakal menjadi daya tarik luar biasa bagi wisatawan teutama dari mancanegara.
(banjarmasinpost.co.id/roy)